Tunduk Kepada Hukum Rasul

Bismillah. Wa bihi nasta’iinu.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, salah satu kewajiban seorang muslim adalah tunduk kepada hukum Rasul. Hal ini adalah menjadi bagian ketaatan kepada Allah. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Barangsiapa taat kepada Rasul sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (an-Nisaa’ : 80)

Rasul tidak menyampaikan petunjuk dan hukum agama berlandaskan dengan hawa nafsu dan pikiran beliau semata. Akan tetapi itu berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah dia -rasul- itu berbicara dari hawa nafsunya. Tidaklah itu melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (an-Najm : 3-4)

Dengan demikian keimanan seorang hamba dibuktikan dengan kepatuhannya kepada ketetapan dan aturan Islam. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah pantas bagi seorang beriman lelaki ataupun perempuan apabila Allah telah menetapkan suatu urusan maka masih ada bagi mereka pilihan lain dalam urusan mereka. Dan barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (al-Ahzab : 36)

Iman bukan sekedar pengakuan di lisan atau berhenti dalam keyakinan hati. Lebih daripada itu, iman pun harus teraplikasikan dalam wujud amal perbuatan dan ketaatan. Oleh sebab itu Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah orang-orang yang ketika disebutkan nama Allah takutlah hati mereka, apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya, dan hanya kepada Rabbnya mereka itu bertawakal.” (al-Anfal : 2)

Para ulama juga menerangkan bahwa hakikat Islam adalah kepasrahan kepada Allah dengan bertauhid, tunduk kepada-Nya dengan penuh ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelakunya. Ibadah kepada Allah tidak diterima kecuali apabila dilandasi dengan tauhid. Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Ibadah itu sendiri merupakan ketundukan dan perendahan diri kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka orang yang bertauhid adalah orang yang tunduk kepada perintah dan larangan Allah.

Allah berfirman (yang artinya), “Sekali-kali tidak, demi Rabbmu. Mereka itu belumlah beriman sampai mereka menjadikanmu -nabi- sebagai pemutus perkara/penetap hukum dalam segala hal yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak mendapati rasa sempit dalam hati mereka terhadap keputusan hukum yang kamu berikan. Dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.” (an-Nisa’ : 65)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Sebagian ulama salaf menafsirkan bahwa maksud ‘beribadah kepada-Ku’ yaitu ‘supaya Aku perintah dan Aku larang’. Perintah Allah yang terbesar aalah tauhid sedangkan larangan yang terbesar adalah syirik. Allah berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisa’ : 36)

Maka, seorang muslim wajib mempersembahkan segala bentuk ibadah -apakah itu sholat, nadzar, sembelihan, doa, dsb- kepada Allah semata. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya; karena hal itu merupakan syirik kepada Allah dan dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah apabila pelakunya mati dalam keadaan belum bertaubat darinya. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan akan mengampuni dosa-dosa lain di bawah tingkatan itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (an-Nisa’ : 48)

Dalam beribadah kepada Allah, seorang muslim harus mengikuti ajaran dan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena amalan yang tidak beliau ajarkan tidak diterima sebagai amal salih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka pasti tertolak.” (HR. Muslim)

Amal salih tersebut juga tidak boleh tercampuri dengan syirik. Karena Allah tidak menerima amalan yang terkotori dengan kesyirikan. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu; Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)

Sehingga tidaklah dikatakan suatu amal termasuk amal salih kecuali apabila ikhlas untuk Allah dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Mudah-mudahan sedikit catatan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *