Bagian 4.
Hakikat dan Buah Keimanan
Hakikat Iman
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dicapai semata-mata dengan menghiasi penampilan atau berangan-angan, akan tetapi iman adalah apa yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1124)
Buah Keimanan
Sahl bin Abdullah rahimahullah berkata, “Seorang mukmin adalah orang yang senantiasa merasa diawasi Allah, mengevaluasi dirinya, dan membekali diri untuk menyambut akhiratnya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 711)
Dzikir dan Keimanan
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Sesungguhnya dzikir kepada Allah akan menanamkan pohon keimanan di dalam hati, memberikan pasokan gizi dan mempercepat pertumbuhannya. Setiap kali seorang hamba semakin menambah dzikirnya kepada Allah niscaya akan semakin kuat pula imannya.” (lihat at-Taudhih wa al-Bayan li Syajarat al-Iman, hal. 57)
Dzikir dan Keberuntungan
Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata, “Apakah susahnya bagi salah seorang dari kalian jika dia hendak memanfaatkan waktu satu jam setiap harinya untuk berdzikir kepada Allah sehingga dengan sebab itu sepanjang hari yang dilaluinya dia akan meraih keberuntungan.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliya’, hal. 346)
Ciri Orang Munafik
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang tidak khawatir tertimpa kemunafikan maka dia adalah orang munafik.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1218)
Berprasangka Baik kepada Allah
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya orang beriman berprasangka baik kepada Rabbnya sehingga dia pun membaguskan amal, adapun orang munafik berprasangka buruk kepada Rabbnya sehingga dia pun memperburuk amal.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1157)
Khawatir Amalnya Tidak Diterima
Qabishah bin Qais al-Anbari berkata: adh-Dhahhak bin Muzahim apabila menemui waktu sore menangis, maka ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Beliau menjawab, “Aku tidak tahu, adakah diantara amalku hari ini yang terangkat naik/diterima Allah.” (lihat Aina Nahnu min Akhlaq as-Salaf, hal. 18)
Beramal dan Merasa Takut
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Seorang mukmin memadukan antara berbuat ihsan/kebaikan dan perasaan takut. Adapun orang kafir memadukan antara berbuat jelek/dosa dan merasa aman.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [5/350] cet. Maktabah at-Taufiqiyah)
Tanda Kebahagiaan Insan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Orang yang berbahagia adalah yang merasa khawatir terhadap amal-amalnya kalau-kalau tidak tulus ikhlas karena Allah dalam melaksanakan agama, atau barangkali apa yang dilakukannya tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah melalui lisan Rasul-Nya.” (lihat Mawa’izh Syaikhil Islam, hal. 88)
Rasa Takut dan Dzikir kepada Allah
Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Sesungguhnya rasa takut yang sejati itu adalah kamu takut kepada Allah sehingga menghalangi dirimu dari berbuat maksiat. Itulah rasa takut. Adapun dzikir adalah sikap taat kepada Allah. Siapa pun yang taat kepada Allah maka dia telah berdzikir kepada-Nya. Barangsiapa yang tidak taat kepada-Nya maka dia bukanlah orang yang -benar-benar- berdzikir kepada-Nya, meskipun dia banyak membaca tasbih dan tilawah al-Qur’an.” (lihat Sittu Durar min Ushul Ahli al-Atsar, hal. 31)
Batas Akhir Beramal
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Sebagian orang enggan untuk mudaawamah [kontinyu dalam beramal]. Demi Allah, bukanlah seorang mukmin yang hanya beramal sebulan, dua bulan, setahun atau dua tahun. Tidak, demi Allah! Allah tidak menjadikan batas akhir beramal bagi seorang mukmin kecuali kematian.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1160)
Amal dan Tawakal
Muslim bin Yasar rahimahullah berkata, “Beramallah seperti halnya amalan seorang lelaki yang tidak bisa menyelamatkan dirinya kecuali amalnya. Dan bertawakallah sebagaimana tawakalnya seorang lelaki yang tidak akan menimpa dirinya kecuali apa yang ditetapkan Allah ‘azza wa jalla untuknya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 561)
Taufik dari Allah
Mutharrif bin Abdillah bin asy-Syikhkhir rahimahullah berkata, “Seandainya kebaikan ada di telapak tangan salah seorang dari kita. Niscaya dia tidak akan sanggup menuangkan kebaikan itu ke dalam hatinya kecuali apabila Allah ‘azza wa jalla yang menuangkannya ke dalam hatinya.” (lihat Aqwal Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman [1/131])
Besarnya Kebutuhan Hidayah
Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullah berkata, “Kebutuhan seorang muslim terhadap hidayah menuju jalan yang lurus lebih besar daripada kebutuhannya kepada makanan dan minuman. Sebab makanan dan minuman adalah bekal untuknya dalam kehidupan dunia, sedangkan hidayah jalan yang lurus adalah bekalnya untuk negeri akherat. Oleh sebab itulah terdapat doa untuk memohon hidayah menuju jalan yang lurus ini di dalam surat al-Fatihah yang ia wajib untuk dibaca dalam setiap raka’at sholat; baik sholat wajib maupun sholat sunnah.” (lihat Qathfu al-Jana ad-Dani, hal. 114)
Faidah Ketakwaan
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Setiap kali seorang hamba semakin bertakwa maka dia akan semakin meninggi untuk menggapai hidayah yang lain. Dia akan senantiasa mengalami peningkatan hidayah selama dia mengalami peningkatan takwa. Dan setiap kali dia kehilangan suatu bagian ketakwaan maka luputlah darinya suatu bagian dari hidayah yang sebanding dengannya. Setiap kali dia bertakwa maka bertambahlah petunjuk yang dia miliki. Dan setiap kali dia mengikuti hidayah maka ketakwaannya juga semakin bertambah.” (lihat al-Majmu’ al-Qayyim, 1/102-103)