Bagian 3.
Keutamaan Ilmu
Nikmat Menimba Ilmu
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah ar-Rajihi hafizhahullah mengatakan, “Sesungguhnya menimba
ilmu adalah nikmat yang sangat agung. Dan sebuah anugerah dari Rabb kita subhanahu wa ta’ala. Karena menimba ilmu itu adalah salah satu bentuk ketaatan yang paling utama, dan salah satu ibadah yang paling mulia. Sampai-sampai para ulama mengatakan, “Sesungguhnya menimba ilmu adalah lebih utama daripada ibadah-ibadah sunnah.” Artinya adalah bahwa memfokuskan diri dalam rangka menimba ilmu itu lebih utama daripada memfokuskan diri untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah seperti sholat sunnah, puasa sunnah, dan lain sebagainya…” (lihat Minhatul Malik al-Jalil, 1/5)
Syarat Diterimanya Amalan
Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Tidak akan diterima ucapan kecuali apabila dibarengi dengan amalan. Tidak akan diterima ucapan dan amalan kecuali jika dilandasi dengan niat. Dan tidak diterima ucapan, amalan, dan niat kecuali apabila sesuai dengan as-Sunnah.” (lihat al-Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil munkar karya Ibnu Taimiyah, hal. 77 cet. Dar al-Mujtama’)
Bahaya Beramal Tanpa Ilmu
Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, “Barangsiapa melakukan suatu amal tanpa landasan ilmu maka apa-apa yang dia rusak itu justru lebih banyak daripada apa-apa yang dia perbaiki.” (lihat Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 131)
Kebutuhan Sepanjang Waktu
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan, “Umat manusia jauh lebih membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman; sebab makanan dan minuman diperlukan dalam sehari sekali atau dua kali. Adapun ilmu, ia dibutuhkan sepanjang waktu.” (lihat al-‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 91)
Ilmu Pilar Keimanan
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “.. Kedudukan ilmu di dalam iman adalah laksana ruh bagi seluruh badan, tidak akan tegak pohon keimanan kecuali di atas pilar ilmu dan ma’rifat/pemahaman…” (lihat al-‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 89)
Syarat Benarnya Keimanan
Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Barrak hafizhahullah mengatakan, “Iman tidak akan terwujud kecuali apabila disertai dengan ilmu.” (lihat Syarh al-Ushul ats-Tsalatsah, hal. 8)
Faidah Ilmu
Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah mengatakan, “Dengan ilmu itulah akan dikenali tauhid dan iman, dengan ilmu pula akan dimengerti pokok-pokok keimanan dan syari’at-syari’at Islam, dengan ilmu juga akan diketahui akhlak-akhlak yang luhur dan adab-adab yang sempurna, dan dengan ilmu itu pula manusia terbedakan satu dengan yang lainnya…” (lihat Syarh al-Manzhumah al-Mimiyah, hal. 42)
Pokok Segala Ilmu
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ilmu tentang Allah adalah pokok dari segala ilmu. Bahkan ia menjadi pondasi ilmu setiap hamba guna menggapai kebahagiaan dan kesempurnaan diri, bekal untuk meraih kemaslahatan dunia dan akhiratnya. Sementara bodoh tentang ilmu ini menyebabkan ia bodoh tentang dirinya sendiri dan tidak mengetahui kemaslahatan dan kesempurnaan yang harus dicapainya, sehingga dia tidak mengerti apa saja yang bisa membuat jiwanya suci dan beruntung. Oleh karena itu, ilmu tentang Allah adalah jalan kebahagiaan hamba, sedangkan tidak mengetahui ilmu ini adalah sumber kebinasaan dirinya.” (lihat al-‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 98)
Amal Yang Paling Utama
Suatu ketika ada lelaki yang menemui Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu. Dia berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, amal apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab, “Ilmu”. Kemudian dia bertanya lagi, “Amal apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab, “Ilmu”. Lantas lelaki itu berkata, “Aku bertanya kepadamu tentang amal yang paling utama, lantas kamu menjawab ilmu?!”. Ibnu Mas’ud pun menimpali perkataannya, “Aduhai betapa malangnya dirimu, sesungguhnya ilmu tentang Allah merupakan sebab bermanfaatnya amalmu yang sedikit maupun yang banyak. Dan kebodohan tentang Allah akan menyebabkan amalmu yang sedikit atau yang banyak menjadi tidak bermanfaat bagimu.” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal [1/133])
Dampak Kehilangan Ilmu
Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi hafizhahullah mengatakan, “Kebutuhan segenap hamba kepada ilmu ini -yaitu ilmu tentang pokok-pokok agama, pent- adalah di atas segala kebutuhan. Keterdesakan mereka terhadap ilmu ini di atas segala perkara yang mendesak. Kebutuhan mereka terhadap ilmu ini di atas kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman. Bahkan jauh lebih besar daripada kebutuhan mereka kepada nafas yang berhembus diantara kedua sisi tubuh setiap insan. Karena apabila seorang insan kehilangan makanan, minuman, dan nafas, matilah jasad. Sementara kematian itu pasti akan dialaminya. Dan tidaklah membahayakan matinya jasad apabila hatinya selamat. Adapun apabila hamba kehilangan atau tidak mendapatkan ilmu tentang Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, ilmu tentang syari’at dan agama-Nya, niscaya matilah hati dan ruh yang ada di dalam dirinya.” (lihat al-Hidayah ar-Rabbaniyah, hal. 7)
Hakikat Ilmu
Imam al-Barbahari rahimahullah berkata, “Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- sesungguhnya ilmu bukanlah dengan memperbanyak riwayat dan kitab. Sesungguhnya orang berilmu adalah yang mengikuti ilmu dan Sunnah, meskipun ilmu dan kitabnya sedikit. Dan barangsiapa yang menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah, maka dia adalah penganut bid’ah, meskipun ilmu/wawasan dan bukunya banyak.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 163)
Mengikuti Jejak Salafus Shalih
Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, “Para ulama kita dahulu senantiasa mengatakan: Apabila seseorang itu berada di atas atsar, maka dia berada di atas jalan yang benar.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 47)
Mengikuti Tuntunan
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah tuntunan, dan jangan membuat ajaran-ajaran baru, karena sesungguhnya kalian telah dicukupkan.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 46)
Tunduk Kepada Perintah dan Larangan Allah
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Manusia itu, sebagaimana telah dijelaskan sifatnya oleh Yang menciptakannya. Pada dasarnya ia suka berlaku zalim dan bersifat bodoh. Oleh sebab itu, tidak sepantasnya dia menjadikan kecenderungan dirinya, rasa suka, tidak suka, ataupun kebenciannya terhadap sesuatu sebagai standar untuk menilai perkara yang berbahaya atau bermanfaat baginya. Akan tetapi sesungguhnya standar yang benar adalah apa yang Allah pilihkan baginya, yang hal itu tercermin dalam perintah dan larangan-Nya…” (lihat al-Fawa’id, hal. 89)
Buah Menaati Rasul
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang merenungkan keadaan alam semesta dan berbagai keburukan yang terjadi padanya, niscaya dia akan menyimpulkan bahwa segala keburukan di alam semesta ini sebabnya adalah menyelisihi rasul dan keluar dari ketaatan kepadanya. Demikian pula segala kebaikan yang ada di dunia ini sebabnya adalah ketaatan kepada rasul.” (lihat adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [2/236-237])
Sumber Penyimpangan Ahli Bid’ah
Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah berkata, “Barangsiapa mencermati keadaan kaum ahli bid’ah secara umum, niscaya akan dia dapati bahwa sebenarnya sumber kesesatan mereka itu adalah karena tidak berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah. Hal itu bisa jadi karena mereka bersandar kepada akal dan pendapat-pendapat, mimpi-mimpi, hikayat-hikayat/cerita yang tidak jelas, atau perkara lain yang dijadikan oleh kaum ahlul ahwaa’ [penyeru bid’ah] sebagai sumber dasar hukum mereka.” (lihat at-Tuhfah as-Saniyyah Syarh al-Manzhumah al-Haa’iyah, hal. 15)
Tegar di Atas Kebenaran
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Ikutilah jalan-jalan petunjuk dan tidak akan membahayakanmu sedikitnya orang yang menempuhnya. Dan jauhilah jalan-jalan kesesatan dan janganlah gentar dengan banyaknya orang yang binasa.” (lihat Mukhtashar al-I’tisham, hal. 25)
Jalan Keselamatan
ad-Darimi meriwayatkan dalam Sunannya, demikian juga al-Ajurri dalam asy-Syari’ah, dari az-Zuhri rahimahullah, beliau berkata, “Para ulama kami dahulu mengatakan, “Berpegang teguh dengan Sunnah adalah keselamatan.”.” (lihat Da’a’im Minhaj an-Nubuwwah, hal. 340).
Pokok-Pokok As-Sunnah
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Pokok-pokok as-Sunnah dalam pandangan kami adalah berpegang teguh dengan apa-apa yang diyakini oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meneladani mereka dan meninggalkan bid’ah-bid’ah. Kami meyakini bahwa semua bid’ah adalah sesat. Kami meninggalkan perdebatan. Kami meninggalkan duduk-duduk (belajar) bersama pengekor hawa nafsu. Kami meninggalkan perbantahan, perdebatan, dan pertengkaran dalam urusan agama.” (lihat ‘Aqa’id A’immah as-Salaf, hal. 19)
Tanda Mengikuti Sunnah
Abu Ja’far al-Baqir rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang tidak mengetahui keutamaan Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu’anhuma maka sesungguhnya dia telah bodoh terhadap Sunnah/ajaran Nabi.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 466)
Dua Macam Ilmu
al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Ilmu itu ada dua macam. Ilmu yang tertancap di dalam hati dan ilmu yang sekedar berhenti di lisan. Ilmu yang tertancap di hati itulah ilmu yang bermanfaat, sedangkan ilmu yang hanya berhenti di lisan itu merupakan hujjah/bukti bagi Allah untuk menghukum hamba-hamba-Nya.” (lihat al-Iman, takhrij al-Albani, hal. 22)
Antara Ilmu dan Amal
Sufyan rahimahullah pernah ditanya, “Menuntut ilmu yang lebih kau sukai ataukah beramal?”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, maka jangan tinggalkan menuntut ilmu dengan dalih untuk beramal, dan jangan tinggalkan amal dengan dalih untuk menuntut ilmu.” (lihat Tsamrat al-‘Ilmi al-‘Amal, hal. 44-45)
Tiga Kelompok Manusia
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Orang yang diberikan kenikmatan kepada mereka itu adalah orang yang mengambil ilmu dan amal. Adapun orang yang dimurkai adalah orang-orang yang mengambil ilmu dan meninggalkan amal. Dan orang-orang yang sesat adalah yang mengambil amal namun meninggalkan ilmu.” (lihat Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 25)
Mengamalkan Ilmu
Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata, “Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu namun dia tidak mau mengamalkannya adalah seperti seorang dokter yang memiliki obat-obatan tetapi tidak mau berobat dengannya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 571)
Niat Menimba Ilmu
Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata: Dahulu ibuku berpesan kepadaku, “Wahai anakku, janganlah kamu menuntut ilmu kecuali jika kamu berniat mengamalkannya. Kalau tidak, maka ia akan menjadi bencana bagimu di hari kiamat.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 579)
Kunci Mendapatkan Taufik
Malik bin Dinar rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menimba ilmu untuk beramal maka Allah akan berikan taufik kepadanya. Dan barangsiapa yang menimba ilmu bukan untuk beramal maka semakin banyak illmu akan justru membuatnya semakin bertambah congkak.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 575-576)