Bismillah.
Pelajaran penting dari mukadimah risalah Qawa’id Arba’ karya Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah diantaranya adalah tiga tanda orang yang bahagia : bersyukur ketika diberi nikmat, sabar ketika diberi cobaan/musibah, dan beristighfar ketika terjerumus dalam perbuatan dosa.
Apabila kita telah menyadari bahwa hidup di dunia adalah sementara maka sesungguhnya kewajiban setiap hamba adalah beribadah kepada Allah dengan penuh ikhlas dan ittiba’. Ibadah tidak terbatas pada sholat dan puasa, bahkan memuji Allah atas nikmat-Nya juga termasuk ibadah. Sabar ketika tertimpa musibah pun ibadah. Bahkan istighfar tatkala jatuh dalam dosa pun bernilai ibadah.
Ibadah mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai Allah, berupa ucapan dan perbuatan; yang lahir dan batin. Ibadah dengan hati merupakan asas dari segala amal ketaatan. Para ulama kita menjelaskan bahwa amal-amal itu memiliki tingkat keutamaan yang berbeda-beda sesuai dengan kadar iman, keikhlasan dan tauhid yang ada dalam hati seorang hamba.
Dari sini kita bisa mengetahui kekeliruan banyak orang yang menilai kebahagiaan dengan kemewahan dan kenikmatan duniawi semata. Memang kenikmatan dunia bisa membuat senang dan gembira manusia, karena hawa nafsu menyukainya. Akan tetapi kenikmatan dunia itu bersifat sementara, tidak abadi, dan mudah sirna. Adapun kenikmatan akhirat di surga tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata; belum pernah terlihat mata, belum pernah terdengar telinga, dan belum pernah terbersit dalam hati manusia.
Namun jangan mengira bahwa orang beriman tidak bisa bahagia di dunia. Justru keimanan itulah yang membuat hidup mereka bahagia. Dengan syukur maka keimanan mereka bertambah dan nikmat pun ditambahkan. Dengan sabar musibah menjadi terasa lebih ringan dan hati ridha dengan keputusan Allah. Dengan taubat maka seorang muslim berusaha membersihkan dirinya dari kotoran dosa dan maksiat yang mengotori hatinya.
Oleh sebab itu para ulama mengatakan bahwa iman itu mencakup 2 bagian; sabar dan syukur. Terpaan musibah dan cobaan akan bisa berubah menjadi ladang pahala bagi kaum beriman. Sebaliknya, curahan nikmat justru berubah menjadi azab dan siksa bagi mereka yang durjana. Abu Hazim rahimahullah berkata, “Setiap nikmat yang tidak semakin mendekatkan kepada Allah maka itu adalah malapetaka.”
Ketika anda bisa hadir dalam sholat jamaah dan hati anda tenang maka itu adalah kebahagiaan. Ketika anda bisa membaca al-Qur’an dan merenungkan isinya maka itu adalah kebahagiaan. Ketika anda bisa menyimak nasihat agama dan duduk di majelis ilmu maka itu adalah kebahagiaan. Ketika anda bisa berdzikir pagi dan petang maka itu adalah kebahagiaan. Ada banyak sekali taman kebahagiaan yang kita lalaikan karena gempuran dan godaan fitnah dunia…
Untuk bisa bahagia anda butuh taufik dan pertolongan Allah. Sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama; bahwa kebahagiaan itu di tangan Allah dan tidak bisa dicapai kecuali dengan tunduk/patuh kepada Allah. Oleh sebab itu diantara doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita untuk memohon bantuan kepada-Nya dalam berdzikir dan bersyukur serta beribadah dengan baik kepada-Nya.
Selain itu kita pun butuh petunjuk dan hidayah-Nya. Karena tanpa hidayah Allah kita akan tersesat dan binasa. Kalau bukan karena petunjuk Allah maka kita tidak akan sholat dan puasa. Kalau bukan karena pertolongan Allah maka kita akan hanyut dalam berbagai jenis kekafiran dan kemusyrikan. Siapakah kita yang bisa merasa aman dari bahaya syirik dan kekufuran?
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saja -seorang nabi ulul azmi, bapaknya para nabi dan seorang kekasih ar-Rahman- merasa takut dirinya terjerumus dalam syirik. Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Siapakah yang bisa merasa aman dari malapetaka (syirik) setelah Nabi Ibrahim?” Imam Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Orang beriman memadukan antara berbuat baik dan merasa takut. Adapun orang fajir/kafir menggabungkan antara berbuat buruk dan merasa aman.”
Selama dalam hati seorang hamba masih terdapat kecintaan dan ketundukan tertinggi kepada Allah, rasa harap, takut, dan tawakal kepada-Nya; maka dia adalah orang yang bahagia. Kecintaan yang membuatnya patuh kepada perintah dan larangan Allah. Harapan yang membuatnya tidak putus asa dari rahmat Allah, Rasa takut yang membuatnya tidak merasa aman dari makar Allah. Oleh sebab itu seorang penyair arab mengatakan bahwa “orang bahagia itu adalah orang yang bertakwa…”
Wallahu a’lam bish shawaab.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com