Bismillah.
Imam Bukhari rahimahullah membawakan riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا يُؤْمِنُ أحَدُكُمْ، حتَّى يُحِبَّ لأخِيهِ ما يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai bagi saudaranya apa-apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.”
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata :
فالحب والبغض من الإيمان؛ حب المؤمنين، حب الرسل، حب ما شرع الله، من الإيمان، كراهة الكفار وبغض الكفار وبغض ما نهى الله من الإيمان
Cinta dan benci merupakan bagian dari iman, mencintai orang-orang beriman, cinta kepada para rasul, cinta terhadap apa yang disyariatkan oleh Allah, ini semua termasuk dalam keimanan. Begitu pula tidak suka dan membenci orang kafir serta membenci apa yang dilarang oleh Allah itu pun bagian dari iman.
(lihat Ta’liq Shahih al-Bukhari, Kitabul Iman, sumber : website Syaikh Bin Baz)
Syaikh Khalid as-Sabt hafizhahullah menjelaskan kandungan hadits di atas :
هذا الحديث يدل على أن هذه القضية من الواجبات، وأنه إن لم يفعل ذلك فإنه يكون قد نقص من إيمانه الواجب، والذي يستحق عليه العقوبة
Hadits ini menunjukkan bahwa perkara ini -mencintai kebaikan bagi sesama muslim, pent- merupakan perkara yang wajib, dan barangsiapa yang tidak melakukan hal itu maka imannya yang wajib sungguh berkurang yang dengan sebab itu dia berhak atau pantas untuk diberi hukuman atas kesalahannya.
(lihat Syarh Riyadhus Shalihin, sumber website beliau)
Oleh sebab itulah di dalam Islam kita mengenal syari’at amar ma’ruf dan nahi mungkar. Dengan dakwah inilah seorang muslim membuktikan kuatnya kecintaannya kepada saudaranya dalam kebaikan. Dia menghendaki saudaranya mendapatkan hidayah dan keselamatan. Dia tidak membiarkan saudaranya tenggelam dalam kemaksiatan dan penyimpangan. Karena kaum beriman itu satu sama lain ibarat sebuah bangunan yang antara bagian satu dengan yang lainnya saling memperkuat. Wallahul musta’aan.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com