Tambahan Hidayah dan Keteguhan

Bismillah.

Setiap hari kaum muslimin berdoa kepada Allah meminta hidayah. Tidak kurang tujuh belas kali dalam sehari semalam kita memohon kepada Allah, “Tunjukilah kami jalan yang lurus.” 

Hal ini menunjukkan bahwa hidayah adalah kebutuhan setiap insan. Kebutuhan yang sangat mendesak baginya. Karena dengan hidayah itulah ia akan tetap teguh di atas iman dan islam serta melangkah meniti jalan kebenaran. Kalau bukan karena hidayah dari Allah maka manusia akan tenggelam dalam kebatilan, syirik, kekafiran, dan maksiat.

Imam al-Baghawi rahimahullah menjelaskan di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa makna ‘ihdinaa’ (tunjukilah kami) adalah ‘arsyidnaa’ (bimbinglah kami). Beliau juga menukil tafsiran dari Ali dan Ubay bin Ka’ab bahwa maksudnya adalah ‘tsabbitnaa’ (teguhkanlah kami). Kemudian Imam al-Baghawi menyimpulkan, bahwa maksud dari doa ini adalah memohon keteguhan di atas petunjuk dan meminta tambahan hidayah (lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 10)

Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya tiga riwayat tafsiran Ibnu Abbas mengenai makna ‘ihdinaa’; yaitu bermakna ‘arsyidnaa’ (bimbinglah kami), ‘waffiqnaa’ (berikan taufik kepada kami), dan ‘alhimnaa’ (berikan ilham kepada kami) (lihat Zaad al-Masiir, hal. 34)

Dari sini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa untuk bisa berjalan di atas kebenaran seorang hamba membutuhkan bimbingan, taufik, ilham, dan keteguhan serta pertolongan dari Allah. Taufik, ilham dan keteguhan adalah anugerah dari Allah, tidak bisa diberikan oleh siapa pun juga bahkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sekalipun. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya kamu tidak bisa memberikan petunjuk kepada siapa yang kamu cintai, akan tetapi Allah lah yang memberikan petunjuk/taufik kepada siapa yang dikehendaki-Nya.” (al-Qashash : 56)

Di dalam ayat lainnya, Allah menjelaskan bahwa taufik dan hidayah itu akan Allah berikan kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam meniti jalan Islam. Allah berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan keridhaan Kami.” (al-‘Ankabut : 69)

Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan, bahwa ayat ini memberikan faidah bahwasanya hidayah itu dikaitkan dengan jihad/kesungguh-sungguhan. Dengan demikian orang yang paling besar hidayahnya adalah yang paling besar kesungguhannya. Sementara jihad yang paling wajib itu mencakup jihad menundukkan jiwa, hawa nafsu, setan, dan kepentingan-kepentingan dunia yang bersifat sementara dan hina (lihat al-Fawa’id, hal. 58 cet. Dar al-‘Aqidah)

Dengan diwajibkannya kita membaca doa ihdinash shirathal mustaqim ini sebanyak tujuh belas kali dalam sehari semalam sesungguhnya Allah sedang menuntun kita untuk bersungguh-sungguh dalam menempuh sebab-sebab untuk meraih hidayah dan taufik itu. Coba anda renungkan; tidak kurang dari tujuh belas kali dalam 24 jam kita berdoa meminta hidayah. Apakah setelah itu kemudian kita hanya bersantai-santai dan bermalas-malasan?!

Apakah setelah membaca doa ini sekian belas kali dalam sehari semalam kemudian kita tidak terdorong belajar agama? Kalau untuk ilmu dunia saja kita rela habiskan waktu berjam-jam bahkan bertahun-tahun -sementara dunia itu akan berakhir dan sirna- lantas untuk ilmu agama kita begitu pelit dan merasa tersiksa bahkan bosan untuk mempelajari dan mendalaminya?!

— 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *