Bismillah.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, bukanlah sesuatu yang samar bagi seorang muslim bahwa kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan petunjuk yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan dan keselamatan.
Kebenaran itu bersumber pada al-Kitab dan as-Sunnah. Karena itulah para ulama kita selalu mengingatkan agar kita lebih mendahulukan dan mengedepankan al-Kitab dan as-Sunnah di atas logika dan perasaan atau pendapat manusia. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, “Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia berada di tepi jurang kehancuran.” Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah dalam risalah-risalahnya -termasuk di dalamnya Ushul Tsalatsah– berusaha untuk menjelaskan agama ini dengan dalil-dalilnya; agar manusia mengenal agama Islam ini dengan dalil dan wahyu…
Beliau mengatakan setelah ucapan basmalah, “Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, wajib bagi kita untuk mempelajari empat perkara; pertama, ilmu yaitu mengenal Allah, mengenal nabi-Nya dan mengenal agama Islam dengan dalil-dalil…” Di sinilah beliau mulai mengenalkan kepada kita kaidah-kaidah dasar dalam beragama; bahwa seorang muslim wajib untuk menimba ilmu. Ilmu agama maksudnya. Karena banyak orang kita lihat di masa kini begitu gandrung dan memuja-muja ilmu keduniaan dan berbangga dengannya, sementara ilmu agama seolah tidak ada artinya.
Padahal kita telah mengetahui bahwa kunci kebaikan seorang hamba adalah dengan mengenal ilmu agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya maka Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan memahami ilmu agama pula akan semakin terang dan mudah jalannya menuju surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu (agama) maka Alah mudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah membawakan dalil yang mendasari kewajiban ini yaitu firman Allah dalam surat al-Ashr (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” Surat ini menjadi pedoman bagi kita bahwa sebab kebahgiaan manusia adalah dengan iman dan amal salih. Sementara iman dan amal salih tidak bisa diwujudkan tanpa landasan ilmu agama.
Oleh sebab itu dapat kita simak dalam sejarah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha menjelaskan agama ini kepada para sahabatnya dengan hadits-haditsnya dan keteladanan yang beliau berikan. Bahkan Allah mengutus malaikat Jibril -dalam bentuk manusia- untuk bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang makna islam, iman, dan ihsan dalam rangka mengajari para sahabat dan kaum muslimin tentang agama mereka.
Hakikat ilmu agama yang akan menyelamatkan seorang hamba adalah ilmu yang membuahkan amalan dan rasa takut kepada Allah. Bukan semata-mata wawasan dan keluasan pengetahuan. Oleh sebab itu para ulama kita terdahulu mengingatkan, “Sesungguhnya ilmu itu lebih diutamakan daripada selainnya karena ilmu menjadi sarana untuk bertakwa kepada Allah.”
Artinya ilmu justru akan membawa malapetaka apabila tidak membuahkan iman dan amal salih. Tidakkah kita ingat keadaan kaum yang dimurkai oleh Allah yaitu orang-orang Yahudi? Yang mereka telah mengenali kebenaran tetapi mereka menolaknya karena hasad dan penyakit hati yang bercokol di dalam dadanya. Fudhail bin Iyadh rahimahullah mengatakan, “Seorang yang berilmu tetap dikatakan bodoh selama dia belum mengamalkan ilmunya. Apabila dia telah mengamalkannya maka barulah dia benar-benar menjadi orang yang berilmu.”
Demikian sedikit catatan faidah semoga bermanfaat.