Redaksi al-mubarok.com
Bismillah.
Sebuah kalimat yang sering kita dengar dari orang tua kita ketika kita masih kecil -bahkan ketika sudah dewasa- yaitu kalimat, “Nak, sudah makan belum?” sebuah kalimat yang menunjukkan rasa kasih sayang seorang ayah atau ibu kepada anaknya.
Begitu juga kita dapati pada orang yang memiliki sifat kasih sayang kepada sesama. Mereka sering menanyakan hal itu kepada teman-teman atau saudaranya. Bukan apa-apa. Itu sekedar mengungkapkan sebuah rasa kasih sayang bagi saudaranya. Namun, apabila hal ini dilandasi kecintaan iman kepada kaum muslimin tentu akan berbuah pahala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu)
Islam adalah agama yang telah sempurna. Ia mengatur segala sendi kehidupan. Ia menunjukkan berbagai jalan menuju kebahagiaan dan keselamatan. Begitu pula ia memperingatkan manusia dari jalan-jalan kerusakan dan kesengsaraan. Sebab utama kebahagiaan ada pada iman dan amal salih. Inilah jalan hidup kaum beriman perindu surga.
Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan dalam keadaan beriman, benar-benar Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan benar-benar Kami akan berikan pahala kepadanya dengan balasan yang lebih baik daripada amal yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)
Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang diberikan keamanan dan mereka itulah yang akan diberikan petunjuk.” (al-An’am : 82)
Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)
Pertanyaan ‘sudah makan belum’ ini mencerminkan kebutuhan manusia yang begitu besar kepada makanan dan minuman. Meskipun demikian, banyak kita jumpai manusia justru melalaikan dan melupakan sesuatu yang lebih mereka butuhkan dalam hidup ini lebih daripada kebutuhan manusia kepada makanan dan minuman. Apa itu? Ya, itu adalah ilmu agama. Kebutuhan kita kepada ilmu agama ini jauh lebih besar daripada makanan dan minuman. Karena ilmu dibutuhkan sebanyak hembusan nafas kita, sebagaimana nasihat Imam Ahmad rahimahullah.
Karena itulah setiap hari kita diajari untuk berdoa kepada Allah meminta hidayah. Dengan kalimat ihdinash shirathal mustaqim. “Tunjukilah kami jalan yang lurus”. Ini adalah doa meminta petunjuk berupa ilmu dan amalan. Karena itu juga kita diajarkan untuk meminta ilmu yang bermanfaat setelah sholat subuh, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kenyataan yang lebih memprihatinkan juga, banyak orang begitu gandrung dengan ilmu-ilmu keduniaan tetapi lalai dan lupa dengan ilmu-ilmu tentang iman, tauhid, dan ibadah kepada Allah. Padahal tauhid dan ibadah inilah tujuan hidup kita sebagai manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Mungkin ini sedikit catatan yang bisa kami susun -dengan segala kemudahan dan pertolongan yang Allah berikan- semoga bermanfaat bagi kami dan pembaca yang budiman…
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.