Bismillah.
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah pernah mendapat pertanyaan :
Banyak orang ketika melihat seorang yang taat dan rajin mengaji maka mereka pun menjulukinya dengan teroris. Bagaimana tanggapan anda, semoga Allah berikan taufik kepada anda.
Beliau menjawab :
Hal ini termasuk perbuatan su’uzhon/buruk sangka kepada kaum muslimin. Pada diri seorang muslim pada dasarnya terdapat kebaikan oleh sebab itu seharusnya bersangka baik padanya. Kecuali apabila muncul darinya hal-hal yang menyelisihi kebenaran, maka yang semacam ini memang perlu untuk dibenahi pada momen yang tepat dan cara yang sesuai.
Adapun apabila muncul darinya komitmen untuk berpegang-teguh dengan ajaran Nabi dan rajin melakukan amal-amal salih lantas dikomentari sebagai teroris!! Maka sesungguhnya orang yang sering mengucapkan komentar semacam ini dia itulah teroris yang sebenarnya. Orang yang suka menuduh macam-macam kepada hamba-hamba Allah yang salih dan mengolok-olok mereka disebabkan sikap komitmen mereka kepada Sunnah; sebenarnya orang itulah yang lebih pantas disebut sebagai teroris (penebar rasa takut dan kekacauan, pent).
(lihat Majmu’ah Rasa’il Manhajiyah wa Da’awiyah, hal. 27)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, fenomena semacam ini tidak jarang kita jumpai di tengah masyarakat, kalau tidak mau dikatakan banyak terjadi. Tuduhan-tuduhan kepada para pengikut Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kelompok radikal. Padahal, mereka tidak menyerukan kepada pemahaman sesat dan menyimpang. Apalagi mengajak kepada aksi-aksi terorisme dan kekacauan. Bahkan mereka mengajak manusia untuk taat kepada pemerintah dalam hal-hal yang ma’ruf. Para pengikut Sunnah pun memandang bahwa ketaatan kepada pemerintah muslim adalah bagian dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ini hanya salah satu contoh bagaimana kebenaran dan penyeru kebenaran dipojokkan dan dikambinghitamkan sebagai biang kerusuhan dan sumber masalah. Sementara di sisi lain, orang yang siang malam mengajak kepada kesesatan dan kerusakan dinobatkan sebagai sosok penasihat dan para penyebar maksiat justru digelari sebagai kaum yang toleran dan bijaksana. Sesungguhnya perkara ini bukanlah barang baru! Sejak dahulu kala kaum musyrikin pun menggelari nabi pembawa petunjuk sebagai tukang sihir atau orang gila. Bahkan mereka menganggap aneh dakwah tauhid serta menuduh para rasul sebagai perusak agama dan tatanan masyarakat.
Allah mengisahkan ucapan Fir’aun ketika menentang dakwah Nabi Musa ‘alaihis salam (yang artinya), “Biarkanlah aku, akan kubunuh Musa dan hendaklah dia menyeru kepada Rabbnya. Sesungguhnya aku khawatir dia akan mengganti agama kalian atau menampakkan di muka bumi ini kerusakan.” (Ghafir : 26). Orang-orang musyrik pun membalas seruan dakwah tauhid dengan cemoohan dan ejekan kepada para da’i tauhid. Allah berfirman mengisahkan ucapan mereka (yang artinya), “Akankah kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami hanya gara-gara mengikuti perkataan seorang panyair gila.” (ash-Shaffat : 36)
Mereka pun menilai dakwah untuk memurnikan ibadah kepada Allah serta meninggalkan syirik adalah seruan yang aneh dan nyleneh. Allah berfirman menceritakan komentar mereka (yang artinya), “Apakah dia (rasul) menjadikan sesembahan-sesembahan ini menjadi satu sesembahan saja, sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang aneh.” (Shad : 5). Maksudnya mereka menganggap tauhid sebagai barang aneh sedangkan syirik bukan barang aneh?! (lihat Majmu’ah Rasa’il Manhajiyah wa Da’awiyah, hal. 13 oleh Syaikh Shalih al-Fauzan)
Semoga sedikit catatan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian…