Seruan Pertama

Bismillah.

Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi rahimahullah berkata : Ketahuilah bahwa tauhid adalah seruan pertama para rasul, fase pertama yang harus ditempuh dan maqam/kedudukan awal yang harus dijalani oleh setiap penempuh jalan menuju Allah ‘azza wa jalla (lihat Syarh Aqidah Thahawiyah, hal. 77)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami utus sebelum kamu seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya; bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku.” (al-Anbiya’ : 25)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh telah Kami utus pada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu; Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap semua amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)  

Ayat tersebut mengandung pelajaran bahwa dalam ajaran semua nabi telah ditetapkan bahwa syirik menghapuskan semua amalan. Sebagaimana dalam ayat lain dalam surat al-An’am Allah menyatakan bahwa seandainya mereka -para nabi dan orang salih terdahulu- berbuat syirik pasti akan lenyap semua amal yang telah mereka kerjakan (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 729)

Dakwah kepada aqidah Islam merupakan pembuka dakwah para rasul semuanya. Mereka tidaklah mengawali dakwah dengan sesuatu apapun sebelum hal itu. Setiap rasul mengatakan kepada kaumnya pada awal-awal dakwahnya (yang artinya), “Sembahlah Allah, tidak ada bagi kalian sesembahan selain Dia.” (Hud : 50) inilah yang diserukan oleh Nuh, Hud, Salih, Syu’aib, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad, dan seluruh rasul ‘alaihimus salam (lihat al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 19)

Kebahagiaan di dunia sangat tergantung dengan ilmu tentang aqidah. Kebutuhan hamba kepadanya di atas seluruh kebutuhan. Keterdesakan dirinya terhadapnya di atas semua perkara mendesak. Maka tidak ada kenyamanan ketenangan dan kebahagiaan kecuali dengan hamba itu mengenal Rabbnya dalam hal uluhiyah, rububiyah dan sifat-sifat-Nya. Sebagaimana seorang manusia membutuhkan makanan dan minuman maka dia pun membutuhkan ilmu aqidah ini, bahkan kebutuhan dirinya untuk mengenal Rabbnya jauh lebih besar (lihat Ithaf Dzawil ‘Uqul Rasyidah, hal. 7)

Hal ini menunjukkan kepada kita betapa penting seorang muslim mengenal aqidah Islam dari sumber-sumbernya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah dengan mengikuti pemahaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Inilah pondasi kehidupan dan asas kebahagiaan hamba.

Perpustakaan al-Mubarok

Jum’at, 9 Syawwal 1442 / 21 Mei 2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *