Semoga Allah Membimbingmu…

Bismillah.

Salah satu teladan dalam hal dakwah ialah apa yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah di dalam karya-karyanya. Dimana beliau sering mendoakan kebaikan bagi orang yang membaca risalahnya.

Misalnya beliau mengatakan, “Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu…” di tempat lain beliau mengatakan, “Semoga Allah membimbingmu untuk taat kepada-Nya…”

Hal ini memberikan pelajaran yang sangat berharga, bahwasanya dakwah ini ditegakkan di atas sifat kasih sayang kepada umat manusia. Dakwah ini membawa rahmat, bukan mengusung petaka. Dakwah ini menyajikan hidayah, bukan mengobarkan kesesatan dan penyimpangan.

Demikianlah sejatinya sifat dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dakwah yang penuh dengan rahmat. Bagaimana tidak? Padahal beliau diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi seru sekalian alam. Islam adalah agama rahmat. Bagaimana tidak? Sementara Islam mengajarkan kepada manusia jalan menuju surga dan memperingatkan mereka dari jurang-jurang neraka.

Doa dari seorang da’i untuk kebaikan masyarakat yang dia dakwahi sangatlah penting. Sebab doa adalah kunci untuk meraih taufik dari Allah. Bahkan doa merupakan intisari dari ibadah dan penghambaan kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabbmu berkata; Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku pasti akan masuk neraka dalam keadaan hina.” (Ghafir : 60)

Mendoakan kebaikan bagi saudara-saudara kita adalah tanda bahwa kita mencintai kebaikan bagi mereka sebagaimana kita mencintai kebaikan itu bagi diri sendiri. Mendoakan kebaikan bagi saudara kita adalah cerminan ukhuwah dan bersihnya hati seorang muslim dari sifat hasad kepada saudaranya. Mendoakan kebaikan bagi sesama adalah bukti ketergantungan hati seorang hamba kepada Rabbnya. Karena Allah lah yang membolak-balikkan hati anak Adam.

Sifat kasih sayang inilah yang kerapkali dikikis oleh berbagai macam aliran sesat dari tubuh kaum muslimin. Lihatlah kaum Khawarij yang gemar mengkafirkan kaum muslimin dan menganggap bahwa pelaku dosa besar kekal di neraka. Lihatlah kaum Murji’ah yang ‘membiarkan’ maksiat berkembang-biak dengan dalih bahwa maksiat tidak merusak keimanan. Karena menurut Murji’ah iman cukup dengan pembenaran di dalam hati dan ucapan dengan lisan.

Oleh sebab itu para ulama kita menyebutkan diantara keistimewaan Ahlus Sunnah adalah mereka adalah arhamun naas bil khalq wa a’rafuhum bil haq. Ahlus sunnah paling penyayang kepada manusia dan mereka lah yang paling mengerti tentang jalan kebenaran. Demikianlah sifat kebenaran. Ia selalu membawa pada rahmat dan kasih sayang. Ia berada diantara dua sisi penyimpangan; meremehkan dan berlebih-lebihan. Kebenaran membawa kepada kebaikan dan keselamatan bagi manusia. Inilah kasih sayang yang dibawa oleh Islam.

Lihatlah teladan seorang imam Ahlus Sunnah! Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah karena kasih sayangnya yang sangat besar kepada manusia maka beliau rela untuk mendekam di dalam penjara selama tiga periode pemerintahan karena beliau gigih membela akidah Islam yang menyatakan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah… Beliau, meskipun sedemikian berat dan susah tetap bersabar menghadapi kezaliman penguasa. Beliau tidak sedikit pun menghasut pengikutnya -yang sedemikian besar jumlahnya- untuk memberontak kepada penguasa.

Inilah salah satu bukti sifat kasih sayang yang ada pada diri para ulama Ahlus Sunnah di sepanjang masa…. Beliau -Imam Ahmad- tidak mau menumpahkan setetes pun darah kaum muslimin. Beliau adalah orang yang sangat paham tentang fikih dakwah dan jihad.

Bagaimana tidak, sementara beliau adalah ulama hadits yang telah menghafal satu juta hadits dan menyusun kitab Musnad yang sangat besar! Beliau pula sosok ulama yang sangat ahli dalam hal akidah dan memberantas bid’ah. Bagaimana tidak, lihatlah pokok-pokok akidah yang beliau tulis dalam kitabnya Ushulus Sunnah. Bagaimana pula bantahan-bantahan beliau kepada kaum ahli bid’ah dan aliran-aliran sesat dalam hal akidah dan iman…

Inilah salah satu keistimewaan dakwah ahlus sunnah; ia tegak di atas nilai-nilai rahmat dan kasih sayang. Karena itulah salah satu ciri da’i sunnah adalah mendoakan kebaikan bagi penguasa kaum muslimin. Seperti yang dikatakan oleh Imam al-Barbahari rahimahullah, “Jika kamu melihat orang yang mendoakan kebaikan bagi penguasa, ketahuilah bahwa dia adalah pengikut sunnah. Dan apabila kamu melihat orang yang mendoakan keburukan bagi penguasa, ketahuilah bahwa sesungguhnya dia adalah pengikut hawa nafsu.”

Dalam kondisi yang penuh berbagai bentuk kerancuan dan kesesatan, kita butuh adanya kaidah yang jelas dan pedoman yang terang untuk mengarungi kehidupan. Sementara tidak ada tuntunan dan bimbingan terbaik selain apa-apa yang telah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya. Benarlah yang dikatakan oleh Imam Malik rahimahullah, “as-Sunnah ini adalah perahu Nabi Nuh. Barangsiapa menaikinya akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal darinya pasti akan tenggelam.”

Da’i-da’i ahlus sunnah adalah da’i yang berusaha untuk terus menghiasi dirinya dengan sifat rahmat dan kasih sayang kepada manusia. Mereka berusaha keras mengajak orang yang tersesat menuju hidayah. Mereka menebarkan kebaikan demi menyelamatkan manusia dari kegelapan syirik, kekafiran, bid’ah dan kemaksiatan menuju cahaya tauhid, iman, sunnah dan ketaatan. Sudahkah kita memiliki sifat-sifat semacam itu; ataukah justru sebaliknya..?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *