Bismillah.
Di dalam Islam, tidak ada yang lebih mulia daripada kalam Allah dan petunjuk Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu Allah memerintahkan kepada umat apabila berselisih tentang suatu hal untuk merujuk kepada keduanya.
Allah berfirman (yang artinya), “Maka apabila kalian berselisih tentang suatu perkara hendaklah kalian kembalikan kepada Allah dan Rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu lebih baik bagi kalian dan lebih bagus hasilnya.” (an-Nisaa’ : 59)
Apa yang Allah jelaskan di dalam kitab-Nya pun telah disampaikan oleh Nabi-Nya. Dan apa yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan penjelas dan pelengkap keterangan-keterangan al-Qur’an.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr agar kamu jelaskan kepada manusia apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka itu dan mudah-mudahan mereka mau mengambil pelajaran.” (an-Nahl : 43)
Apa yang diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits pada hakikatnya merupakan wahyu yang Allah berikan kepadanya. Oleh sebab itu para ulama sering menyebut hadits sebagai wahyu yang kedua.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah dia berbicara dari hawa nafsunya. Tidaklah apa yang dia ucapkan itu melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (an-Najm : 3-4)
Kalam Allah dan juga kalam Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ucapan yang paling gamblang dan paling jujur dalam mengungkap kebenaran atau menyingkap kebatilan.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan siapakah yang lebih jujur daripada Allah dalam perkataannya.” (an-Nisaa’ : 122)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Dan siapakah yang lebih jujur daripada Allah dalam pembicaraannya.” (an-Nisaa’ : 87)
Sesungguhnya suatu pembicaraan itu menjadi lemah penjelasan dan kandungannya disebabkan salah satu dari tiga hal berikut ini :
– Ketidaktahuan si pembicara, tidak berilmu dan kekurangan pengetahuannya
– Tidak fasih dan tidak gamblang dalam pengungkapan
– Kebohongan dan kecurangan/tidak memiliki ittikad baik/nasihat
Sementara ketiga unsur ini tidak ada pada dalil-dalil al-Qur’an maupun as-Sunnah. Oleh sebab itu kalam Allah dan Rasul-Nya merupakan ucapan yang paling jelas, paling gamblang, dan paling jujur sehingga mudah bagi manusia untuk memahaminya (lihat keterangan Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah dalam at-Tanbihat al-Lathifah, hal. 18)
Oleh sebab itu para ulama menjelaskan bahwa yang menjadi pokok atau sumber ilmu yang paling mendasar adalah al-Kitab dan as-Sunnah, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah dalam kitabnya Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (lihat nukilan ucapan beliau dalam kitab Ma’alim Ushul Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah, hal. 70)
Diantara ucapan paling jelas dan paling gamblang yang diserukan oleh setiap rasul kepada kaumnya adalah ajakan untuk mentauhidkan Allah dalam beribadah. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai kaumku, sembahlah Allah. Tiada bagi kalian sesembahan selain-Nya.” (al-A’raf : 59)
Sebuah kalimat yang menggambarkan betapa besar kebutuhan manusia untuk memperbaiki aqidahnya. Perbaikan yang menjadi akar dari keselamatan dan kebahagiaan insan.