Bismillah…
Diantara pelajaran aqidah yang sangat berharga adalah apa yang dikenal oleh para ulama dalam pembahasan ibadah dengan istilah khauf dan roja’. Khauf yaitu rasa takut kepada Allah dan hukuman-Nya. Adapun roja’ maksudnya harapan kepada Allah dan rahmat serta ampunan-Nya.
Ibadah kepada Allah tidak boleh lepas dari kedua unsur ini; takut dan harapan. Digambarkan keduanya seperti dua belah sayap seekor burung. Adapun kepalanya adalah rasa cinta atau mahabbah kepada Allah. Dalam kehidupan kita sehari-hari gambaran tentang khauf dan roja’ ini bisa diserupakan dengan rem dan gas. Rem untuk mengendalikan laju kendaraan, sedangkan gas untuk mempercepat laju kendaraan yang kita tumpangi.
Ya, ibadah kepada Allah laksana kendaraan. Oleh sebab itu Imam Malik rahimahullah menyebut sunnah/ajaran Nabi itu laksana kapal Nabi Nuh; barangsiapa yang menaikinya akan selamat dan barangsiapa yang tertinggal darinya akan tenggelam. Begitulah gambaran iman dan ketakwaan, menjadi penyelamat dan kendaraan menuju kebahagiaan.
Imam Nawawi rahimahullah pun menyebutkan dalam mukadimah Riyadhus Shalihin bait-bait syair :
Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang cendekia
Mereka ceraikan dunia karena takut akan fitnahnya
Mereka perhatikan dunia itu…
Tatkala mereka tahu bahwa dunia bukan tempat tinggal selamanya
Mereka pun menjadikan dunia itu laksana samudera
Dan jadikan amal salihnya sebagai bahtera…
Nikmat tidaknya kita dalam menggunakan kendaraan itu sangat bergantung kekuatan kita dalam menggunakan rem dan gas dalam perjalanan hidup. Terkadang rasa takut harus lebih kuat dan diperketat karena begitu banyaknya rintangan dan gangguan yang mengancam keselamatan. Terkadang harapan harus dipertebal dan ditingkatkan ketika berbagai himpitan masalah membuat asa hampir sirna…
Demikianlah gambaran hidup seorang mukmin. Dia berada diantara berbagai ujian dalam hidup. Ujian berupa nikmat dan musibah. Ujian berupa perintah dan larangan. Ujian berupa harta dan kesenangan. Tanpa kendali rasa takut dan dorongan harapan maka manusia akan hanyut dalam badai fitnah dan tenggelam dalam lautan keharaman tak bertepi.
Perumpamaan ibadah sebagai kendaraan itu sama sekali tidak bermaksud merendahkan nilai ibadah dan amal salih. Sebagaimana perumpamaan seorang mukmin dengan pohon kurma juga tidak berarti merendahkan nilai iman dan keislaman. Sesungguhnya gambaran ibadah seperti kapal atau kendaraan justru memberikan unsur perhatian besar kepada orang yang mengendalikannya; apakah dia sopir atau nahkoda. Karena seorang muslim adalah pemimpin atas dirinya dan yang bertanggungjawab atas amal perbuatannya.
Saudaraku yang dirahmati Allah, kebutuhan kita kepada amal salih dan ibadah kepada Allah jauh di atas kebutuhan kita kepada makanan dan minuman, jauh lebih besar daripada kebutuhan kita kepada air dan udara atau listrik dan sinyal internet. Karena ibadah itulah rahasia keindahan hidup dan kunci ketentraman.
Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman; mereka itulah orang-orang yang diberikan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang senantiasa diberi petunjuk.” (al-An’am : 82)
Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan dalam keadaan beriman, maka benar-benar Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami akan berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka lakukan.” (an-Nahl : 97)