Ramadhan Segarkan Iman

shiyam

Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-Nya, nabi kita Muhammad, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka. Amma ba’du.

Datangnya bulan Ramadhan adalah saat yang istimewa bagi seorang muslim. Saat dimana dia akan selalu tersapa dengan hembusan angin ubudiyah. Hembusan angin ketaatan dan ibadah kepada Allah yang semerbak harum. Di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia yang membuat terlena kebanyakan manusia. Padahal Allah telah menciptakan mereka untuk mengabdi kepada-Nya.

Allah berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat : 56). Beribadah kepada Allah adalah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mengerjakan hal-hal yang dicintai dan diridhai oleh-Nya. Ibadah kepada Allah merupakan syi’ar insan beriman, kunci kebahagiaan hidup yang mengantarkan mereka menuju keselamatan dan kemuliaan.

Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr : 1-3). Keberuntungan yang sangat besar bagi seorang muslim yang menjumpai bulan Ramadhan, bulan berseminya amal salih dan ketaatan. Bulan dibelenggunya setan dan ditutup pintu-pintu Jahannam.

Bulan Ramadhan adalah saat dimana kaum muslimin menunaikan ibadah puasa di siang hari dan shalat tarawih di malam hari. Menghiasi hari demi hari dengan iman dan takwa, menjauhi dosa dan maksiat kepada Rabbnya. Inilah permata ketakwaan yang sekian lama pudar seiring gelombang fitnah yang menerpa relung-relung kehidupannya. Inilah kesempatan emas yang datang untuk kesekian kalinya kepada dirinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua buah nikmat yang banyak orang tertipu dan merugi dalam keduanya; kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari). Kesehatan dan waktu luang menggunung seolah terbuang percuma. Justru ternodai oleh dosa dan maksiat yang menyeret kepada petaka dan bencana.

Ramadhan adalah saat dimana hawa nafsu dikekang dan dikendalikan agar tunduk kepada Rabbnya. Sebuah medan latihan berperang melawan nafsu dan menggapai kemuliaan. Ramadhan ibarat curahan hujan yang telah ditunggu oleh para petani, ibarat mentari yang terbit di pagi hari, ibarat segarnya air di tengah padang pasir tandus dan panas menyengat. Ramadhan adalah taman dimana dzikir kembali bersemi, menghidupkan hati dan menerangi bumi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perumpamaan orang yang hidup dengan yang mati.” (HR. Bukhari)

Bulan yang telah ditunggu dan dirindukan oleh para pendahulu umat ini seperti kerinduan seorang yang sedang jatuh cinta kepada kekasihnya. Bulan yang mengubah rasa lapar dan haus menjadi tumpukan pahala. Bulan yang mengubah lembaran-lembaran uang menjadi gudang-gudang pahala dengan sedekah dan kepedulian kepada sesama. Bulan yang menggentarkan musuh-musuh tauhid dari melancarkan serangan dan tipu daya mereka. Bulan yang mengingatkan hamba-hamba Allah yang mengharap naungan pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya. Kesempatan bagi mereka yang ingin menjadi ‘seorang lelaki yang bersedekah seraya menyembunyikannya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya’. Kesempatan bagi mereka yang ingin menjadi ‘seorang lelaki yang mengingat Allah di saat sepi lalu berlinanglah air matanya’. Kesempatan emas bagi mereka yang ingin menjadi ‘dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah; berkumpul dan berpisah karena Allah’.

Bulan yang akan mendudukkan seorang kaya raya di deretan kaum fakir dan jelata dengan kepedulian mereka terhadap nasib dan keadaan saudaranya. Bulan yang mengajak setiap insan untuk kembali sadar akan hikmah dan tujuan penciptaan alam semesta. Allah berfirman (yang artinya), “[Allah] Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapakah diantara mereka yang terbaik amalnya.” (Al-Mulk : 2)

Bulan yang mendobrak kebakhilan dan meleburnya menjadi kedermawanan. Bulan yang meruntuhkan tembok keangkuhan dan mengalirkan kesejukan tawadhu dan kezuhudan. Bulan yang akan menambah lezat hidangan iman dengan celupan hikmah dan kesabaran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan manisnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim)

Bulan inilah yang membuka ladang ma’rifatullah, memperluas jalan taubat dan menyingkirkan batu-batu kemunafikan. Ramadhan tak akan membiarkan satu hari berlalu tanpa pahala yang diraih dan dosa yang tak terampuni. Betapa besar kemurahan Allah, betapa luas kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (Al-Baqarah : 183)

Bulan yang menjadi ‘kawah candradimuka’ bagi insan pendamba surga. Bulan yang mendekatkan ayat-ayat Allah kepada umat manusia. Bulan yang mendekatkan siraman hidayah kepada orang-orang yang haus akan petunjuk Rabbnya. Hidayah yang selalu mereka minta setiap harinya dalam sholat. Hidayah untuk meniti jalan yang lurus. Hidayah yang jauh lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Hidayah yang akan menjaganya dari terjerumus dalam kesesatan dan tenggelam dalam kebinasaan. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, Ramadhan telah menjumpai kita bertahun-tahun lamanya. Sementara kita tidak tahu persis apakah Ramadhan tahun-tahun sebelum ini berhasil mengantarkan kita untuk meraih predikat takwa. Karena hakikat ketakwaan itu adalah apa-apa yang tertancap di dalam hati dan dibuktikan dengan amal-amal ketaatan. Takwa bukan semata ucapan di lisan. Takwa juga bukan semata penampilan dan angan-angan.

Thalq bin Habib rahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu beramal dengan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah seraya mengharap pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah seraya merasa takut dari hukuman Allah.”

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dengan angan-angan atau menghias penampilan semata. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan-amalan.”

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka takutlah hati mereka, apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya, dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka. Orang-orang yang mendirikan sholat dan memberikan infak dari sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang mukmin yang sejati.” (Al-Anfal : 2-4)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku pasti masuk surga kecuali orang yang enggan.” Para sahabat bertanya, “Siapakah orang yang enggan itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang taat kepadaku pasti masuk surga dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka dia lah orang yang enggan itu.” (HR. Bukhari)

Adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri, bahwa banyak diantara umat Islam yang belum terlalu mengenal agamanya sendiri. Walaupun mereka telah menjumpai bulan Ramadhan berkali-kali dan bersua dengan hari raya idul fitri dan idul adha berulang kali.

Mereka yang hanya mengenal Allah pada hari jum’at. Mereka yang ingat kepada Allah hanya di bulan Ramadhan. Mereka yang mencium sajadah di masjid hanya di bulan puasa. Mereka yang tersentuh air wudhu hanya untuk sholat tarawih dan malas sholat subuh berjama’ah di masjid. Mereka yang mendengarkan ta’lim hanya di saat buka puasa Ramadhan dan membuka mushaf hanya saat tadarus bersama. Mereka yang ‘tuli dan lumpuh’ saat adzan berkumandang namun bersorak-sorai tatkala kesebelasan pujaan berhasil menjebol gawang lawannya.

Seperti inikah potret insan yang meraih predikat takwa? Mungkin kita harus kembali bercermin. Mungkin kita harus kembali meneliti. Jangan-jangan agama dan ibadah kita selama ini telah terjangkiti oleh virus-virus kemunafikan dan terpengaruh oleh racun-racun hawa nafsu. Kalau para sahabat saja -generasi terbaik umat ini- merasa khawatir akan kondisi keimanannya, maka bagaimanakah lagi kiranya orang-orang yang hidup di akhir zaman seperti kita ini?!

Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata, “Aku bertemu dengan tiga puluh orang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka semuanya merasa takut dirinya tertimpa kemunafikan.” Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Tidaklah mengkhawatirkan hal itu kecuali orang mukmin dan tidaklah merasa aman darinya kecuali orang munafik.”

Apakah seragam ketakwaan hanya kita kenakan di bulan Ramadhan, kemudian sebelas bulan berikutnya kita buang di tempat sampah? Apakah sarung keimanan hanya kita pakai di bulan Ramadhan kemudian sebelas bulan sesudahnya kita bakar sarung itu bersama iman yang ada di dalamnya? Apakah jilbab rasa malu hanya kita gunakan tatkala Ramadhan menjumpai dan ketika dia pergi kita campakkan busana takwa itu ke dalam lemari kehinaan? Inikah generasi yang diharapkan menyongsong era kejayaan? Sungguh indah ucapan seorang penggerak perubahan, “Tegakkan daulah Islam dalam hati kalian, niscaya ia akan tegak di atas bumi kalian.”

Ramadhan terlalu mulia untuk kita lupakan. Ramadhan terlalu indah untuk kita gambarkan. Namun Ramadhan hanya singgah sekali dalam setahun. Sementara kita diperintahkan untuk menjadi hamba Allah sepanjang hayat dikandung badan. Bulan demi bulan akan terus berjalan, pekan demi pekan akan kita lalui. Hari demi hari akan pergi seiring dengan bertambahnya umur dan semakin dekatnya ajal kita ini. Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Wahai anak Adam, kamu adalah kumpulan hari-hari. Setiap kali satu hari berlalu maka berlalu pula sebagian dari dirimu.”

Tsabit Al-Bunani rahimahullah berkata, “Beruntunglah bagi orang yang banyak-banyak mengingat kematian. Karena tidaklah seorang banyak mengingat kematian kecuali pasti akan tampak bekas/pengaruh hal itu di dalam amalnya.”

Anda dan juga kita semua merindukan datangnya Ramadhan. Namun tiada seorang pun diantara kita yang bisa memastikan apakah Ramadhan tahun ini masih kita temui? Kita hanya bisa berharap dan berdoa kepada Allah agar mempertemukan kita dengan bulan yang mulia ini, bulan yang penuh dengan berkah, bulan yang penuh dengan ampunan dan rahmat dari-Nya.

Mudah-mudahan langkah-langkah kita menyambut bulan suci ini dihitung sebagai pahala, sebagaimana langkah-langkah kita menuju masjid; tempat termulia di muka bumi, tempat yang dicintai oleh Allah ta’ala. Semoga Allah menerima amal-amal kita dan mengampuni dosa dan kesalahan kita di masa lalu.

Ramadhan ataukah kematian; manakah yang lebih dulu datang menemui kita?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *