Syarah Kitab

Perhatikan Amal Wajib

Bismillah.

Diantara faidah berharga yang disampaikan oleh para ulama tatkala menjelaskan kandungan risalah Ushul Tsalatsah adalah pentingnya untuk memperhatikan amal-amal yang wajib dan lebih mendahulukan yang wajib daripada yang sunnah.

Penulis Ushul Tsalatsah telah mengisyaratkan hal ini dengan menyampaikan hal-hal yang wajib diketahui oleh kita, apa-apa yang wajib diketahui oleh setiap muslim. Beliau berkata : Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa wajib bagi kita untuk mempelajari …. Beliau juga mengatakan : Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk mempelajari… dst.

Memprioritaskan amal-amal yang wajib merupakan salah satu ciri wali Allah. Di dalam hadits tentang wali, Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang Aku wajibkan kepadanya.” (HR. Bukhari). Setelah itu maka seorang muslim pun dituntut untuk punya perhatian dalam amal-amal yang sunnah atau mustahab.

Amal yang wajib jika ditinggalkan berdosa, sedangkan amal sunnah/mustahab tidak demikian. Diantara bentuk amal wajib yang paling utama adalah sholat. Sholat merupakan pembeda antara kaum mukmin dengan kaum kafir. Sholat lima waktu dalam sehari semalam merupakan penghubung antara hamba dengan Robbnya. Dengan sholat inilah dirinya akan lebih terjaga dari perbuatan keji dan mungkar. Sholat juga menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah berwudhu seorang lelaki muslim dan dia mengerjakan wudhu itu dengan sebaik-baiknya lalu mengerjakan sholat melainkan Allah akan mengampuni dosanya antara saat itu dengan datangnya sholat sesudahnya.” (HR. Bukhari no. 160 dan Muslim no. 227)

Di dalam riwayat Muslim juga dijelaskan bahwa yang dimaksud mengerjakan sholat di sini adalah sholat wajib dan ditambah syarat yaitu selama dia tidak mengerjakan dosa besar. Yang demikian itu disebabkan dosa besar tidak bisa terhapus kecuali dengan taubat atau curahan rahmat dan keutamaan dari Allah (ihat Syarh Sahih Muslim karya an-Nawawi, 3/15-16 cet. Dar Ibnul Haitsam)

Dan yang dimaksud mengerjakan wudhu dengan baik ialah minimal mengerjakan hal-hal yang wajib dalam berwudhu, lebih daripada itu lebih baik. Dalilnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam“Tidaklah seorang muslim bersuci dan menyempurnakan bersucinya sebagaimana yang diwajibkan atasnya lantas mengerjakan sholat lima waktu ini melainkan hal itu menjadi sebab dihapuskannya dosa-dosa yang terjadi diantaranya.” (HR. Muslim no. 231)

Agungnya Sholat

Sholat lima waktu merupakan salah satu diantara lima rukun Islam. Bahkan ia merupakan rukun Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat. Barangsiapa menentang kewajibannya maka sungguh dia telah kafir (lihat Taisir al-‘Allam Syarh ‘Umdatil Ahkam, hal. 83)

Sholat memiliki kedudukan yang sangat agung di dalam Islam. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya sholat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (al-‘Ankabut : 45). Allah berfirman (yang artinya), “Dan dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku.” (Thaha : 14) (lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassarah, 1/301)

Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang di dalam sholatnya khusyu’.” (al-Mu’minun : 1-2). Allah juga berfirman (yang artinya), “Celakalah orang-orang yang melakukan sholat itu; yaitu orang-orang yang lalai dari sholatnya.” (al-Maa’un : 4-5). Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pun berdoa kepada Allah (yang artinya), “Wahai Rabbku, jadikanlah aku orang yang selalu mendirikan sholat dan juga dari keturunanku….” (Ibrahim : 40) (lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassarah, 1/302-303)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amalan pertama yang akan dihisab pada diri setiap hamba kelak pada hari kiamat adalah sholat. Apabila baik maka baik pula seluruh amalnya. Apabila buruk/rusak maka rusaklah seluruh amalnya.” (HR. Thabrani dalam al-Ausath, disahihkan al-Albani). Di dalam hadits yang sahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan perumpamaan sholat lima waktu seperti mandi lima kali sehari sehingga ia akan bisa menghapuskan dosa-dosa (lihat al-Mausu’ah, 1/305)

Dari Jabir radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya batas antara seorang dengan syirik atau kekafiran itu adalah sholat.” (HR. Muslim). Dari Buraidah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perjanjian antara kami dengan mereka adalah sholat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan sahih serta disahihkan oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi) (lihat al-Mausu’ah, 1/307)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Barangsiapa tidak melakukan sholat maka dia sudah tidak punya agama.”. Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu mengatakan, “Tidak ada jatah di dalam Islam bagi orang yang meninggalkan sholat.” (lihat Ta’zhim ash-Sholah karya Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah, hal. 21)

Umat Islam tidaklah berbeda pendapat bahwasanya meninggalkan sholat wajib secara sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan bahwasanya dosa pelakunya di sisi Allah lebih berat daripada dosa orang yang membunuh, merampok, dan lebih berat daripada dosa zina, mencuri, atau meminum khamr dan pelakunya berhak mendapatkan ancaman hukuman Allah, kemurkaan, dan kehinaan dari-Nya di dunia dan di akhirat (lihat Ta’zhim ash-Sholah, hal. 23, lihat juga Kitab ash-Sholah karya Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, hal. 5)

Mujahid bin Jabr rahimahullah pernah bertanya kepada Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu“Apakah amalan yang membedakan antara kekafiran dan keimanan menurut kalian di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Beliau menjawab, “Sholat.” (lihat dalam al-Manhaj as-Salafi ‘inda asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani, hal. 176)

Abdullah bin Syaqiq rahimahullah berkata, “Tidaklah para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang ada suatu amalan yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir selain daripada sholat.” (lihat al-Manhaj as-Salafi ‘inda asy-Syaikh al-Albani, hal. 178)

Nafi’ bekas budak yang dimerdekakan oleh Ibnu Umar memberikan jawaban hukum tentang status orang yang mengakui wahyu yang telah Allah turunkan dan mengimani pula apa yang telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu orang itu berkata, “Aku tidak mau sholat. Dan aku mengetahui bahwa ia merupakan kewajiban dari Allah ta’ala.” Maka Nafi’ menjawab, “Dia itu adalah orang kafir.” (lihat al-Manhaj as-Salafi, hal. 179)

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *