Penjelasan Empat Kaidah Pokok (7)

Bagian 4.

Syirik Menghapuskan Ibadah dan Keimanan

Penulis rahimahullah berkata, “…Sebagaimana halnya sholat tidak disebut sholat kecuali apabila disertai dengan thaharah/bersuci. Apabila syirik masuk ke dalam ibadah maka ia menjadi rusak, sebagaimana hadats yang menimpa pada thaharah.”

Penjelasan Para Ulama :

Syaikh Shalih alu Syaikh hafizhahullah berkata, “Ini adalah sebuah permisalan untuk mendekatkan pemahaman mengenai masalah yang agung ini. Walaupun pada hakikatnya syarat ikhlas dan tauhid untuk diterimanya ibadah itu lebih agung daripada syarat bersuci untuk diterimanya sholat. Karena apabila orang melakukan sholat dalam keadaan berhadats secara sengaja maka perihal pengkafirannya masih ada perselisihan diantara ulama. Adapun apabila orang beribadah kepada Allah dalam keadaan musyrik maka ibadahnya tidak diterima berdasarkan ijma’/kesepakatan ulama. Bahkan dengan ijma’ pula dia berstatus kafir; karena dia telah mempersekutukan Allah jalla wa ‘ala dalam bentuk syirik akbar yang tidak diterima bersamanya amal apapun.” (lihat Syarh Syaikh Shalih alu Syaikh, hal. 9)

Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali rahimahullah berkata, “Setiap amal yang dipersembahkan oleh orang tanpa dibarengi tauhid atau pelakunya terjerumus dalam syirik maka hal itu tidak ada harganya dan tidak memiliki nilai sama sekali untuk selamanya. Karena ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah [yang benar] tanpa tauhid. Apabila tidak disertai tauhid, maka bagaimanapun seorang berusaha keras dalam melakukan sesuatu yang tampilannya adalah ibadah seperti bersedekah, memberikan pinjaman, dermawan, suka membantu, berbuat baik kepada orang dan lain sebagainya, padahal dia telah kehilangan tauhid dalam dirinya, maka orang semacam ini termasuk dalam kandungan firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Kami teliti segala sesuatu yang telah mereka amalkan -di dunia- kemudian Kami jadikan ia laksana debu yang beterbangan.” (Al-Furqan: 23).” (lihat Abraz al-Fawa’id min al-Arba’ al-Qawa’id, hal. 11)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Barrak hafizhahullah berkata, “Apabila telah dimaklumi bahwasanya sholat yang tercampuri dengan hadats maka hal itu membatalkannya, demikian pula halnya ibadah yang tercampuri syirik maka itu juga akan merusaknya. Seperti halnya hadats yang mencampuri thaharah maka hal itu membatalkannya. Akan tetapi apabila syirik yang dilakukan itu termasuk syirik akbar maka ia membatalkan semua ibadah. Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sungguh jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu.” (Az-Zumar : 65). Dan juga firman-Nya (yang artinya), “Seandainya mereka berbuat syirik niscaya lenyap seluruh amal yang pernah mereka kerjakan.” (Al-An’am : 88). Adapun apabila ia tergolong syirik ashghar maka akibatnya adalah menghapuskan amal yang tercampuri dengan riya’ saja dan tidaklah menghapuskan amal-amal yang lain yang dikerjakan dengan ikhlas karena Allah.” (lihat Syarh Syaikh al-Barrak, hal. 11)

Syaikh Shalih as-Suhaimi hafizhahullah berkata, “Syirik ada yang akbar dan ada yang ashghar. Ada syirik yang samar dan ada pula syirik yang jelas. Ada syirik yang tampak secara lahir dan ada syirik yang bersifat batin atau tersembunyi. Syirik bisa dalam hal rububiyah dan bisa juga terjadi dalam hal uluhiyah. Dan bisa juga terjadi dalam perkara asma’ wa shifat. Dan ia lebih samar daripada bekas rayapan semut dalam kegelapan malam, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits sahih. Oleh sebab itu kita wajib untuk waspada darinya. Apabila Ibrahim ‘alaihis salam Kekasih Allah pun merasa takut terhadap syirik, maka siapakah yang bisa merasa aman dari petaka itu setelah Ibrahim ‘alaihis salam. Allah berfirman (yang artinya), “Ingatlah ketika Ibrahim berdoa; Wahai Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak keturunanku dari menyembah patung.” (Ibrahim : 35).” (lihat Syarh Syaikh as-Suhaimi, hal. 5-6)

Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah berkata, “Syirik dalam ibadah seperti racun di dalam makanan. Apabila diletakkan racun dalam bagian suatu makanan maka akan merusak semua makanan itu. Dan siapakah orang yang mau menerima makanan yang di dalamnya dicampuri dengan racun? Racun itu akan menyebar ke dalam makanan dan merusak semua bagian makanan.” (lihat Syarh Syaikh Abdurrazzaq al-Badr, hal. 21)

5435698-book-on-wood-floor-with-green-grass-and-blue-sky

Allah Tidak Meridhai Kemusyrikan

Penulis rahimahullah mengatakan dalam risalahnya Ushul Tsalatsah, “… Sesungguhnya Allah tidak ridha dipersekutukan bersama-Nya siapa pun juga dalam hal ibadah kepada-Nya, tidak malaikat yang dekat atau nabi yang diutus. Dalilnya dalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah menyeru/berdoa bersama dengan -ibadah kepada- Allah siapa pun juga.” (Al-Jin : 18)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Maka Allah ta’ala melarang seorang insan menyeru/beribadah kepada selain Allah bersama-Nya siapa pun juga. Dan Allah tidaklah melarang sesuatu melainkan hal itu adalah sesuatu yang tidak diridhai oleh-Nya subhanahu wa ta’ala. Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Jika kalian kafir maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi tidak membutuhkan kalian. Dan Allah tidak ridha terhadap kekafiran bagi hamba-hamba-Nya. Dan apabila kalian bersyukur maka Allah pun meridhai hal itu bagi kalian.” (Az-Zumar : 7)…” (lihat Syarh Tsalatsatul Ushul oleh Syaikh al-Utsaimin, hal. 33-34)

Syaikh Abdullah bin Ibrahim al-Qar’awi rahimahullah berkata, “Syirik adalah menyamakan atau mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang termasuk dalam kekhususan Allah, atau beribadah/berdoa kepada selain Allah disamping beribadah kepada Allah.” (lihat Syarh Tsalatsah al-Ushul oleh Syaikh Abdullah al-Qar’awi, hal. 20)

Syaikh Shalih as-Suhaimi hafizhahullah berkata, “Kezaliman terbesar adalah syirik kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “[Luqman berkata] Wahai putraku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (Luqman : 13). Perbuatan zalim itu adalah meletakkan sesuatu tidak pada tempat yang seharusnya. Dan kezaliman yang paling besar dan paling keji adalah syirik kepada Allah ‘azza wa jalla. Seperti halnya orang yang menengadahkan tangannya kepada para penghuni kubur dan meminta kepada mereka agar dipenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan dihilangkan berbagai kesulitan yang menghimpit mereka. Maka tidaklah Allah didurhakai dengan suatu bentuk maksiat yang lebih besar daripada dosa kesyirikan.” (lihat Syarh Tsalatsah al-Ushul oleh beliau, hal. 14)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Lawan dari tauhid adalah syirik kepada Allah ‘azza wa jalla. Maka tauhid itu adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Adapun syirik adalah memalingkan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah ‘azza wa jalla, seperti menyembelih, bernadzar, berdoa, istighatsah, dan jenis-jenis ibadah yang lainnya. Inilah yang disebut dengan syirik. Syirik yang dimaksud di sini adalah syirik dalam hal uluhiyah, adapun syirik dalam hal rububiyah maka secara umum hal ini tidak ada/tidak terjadi.” (lihat Syarh Ushul Sittah, hal. 11)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Mengapa syirik disebut sebagai kezaliman? Karena pada asalnya zalim itu adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Sedangkan syirik maknanya adalah meletakkan ibadah bukan pada tempatnya, dan ini adalah sebesar-besar kezaliman. Karena mereka telah meletakkan ibadah pada sesuatu yang bukan berhak menerimanya. Dan mereka menyerahkan ibadah itu kepada yang tidak berhak mendapatkannya. Mereka menyamakan makhluk dengan Sang pencipta. Mereka mensejajarkan sesuatu yang lemah dengan Dzat yang Maha kuat yang tidak terkalahkan oleh sesuatu apapun. Apakah setelah tindakan semacam ini masih ada kezaliman lain yang lebih besar?” (lihat I’anatul Mustafid, 1/77)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *