Penistaan Agama

Pendustaan dan penistaan kepada agama Islam dan pembawa ajarannya adalah kenyataan yang telah dihadapi oleh para nabi dan rasul. Allah berfirman (yang artinya), “Demikianlah, tidaklah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul pun melainkan mereka berkata -tentangnya- bahwa dia/rasul itu adalah tukang sihir atau orang gila.” (adz-Dzariyat : 52)

Menistakan dan memperolok ayat-ayat Allah adalah sifat orang kafir. Sehingga para ulama telah menegaskan salah satu bentuk kekafiran yang mengeluarkan seorang muslim dari agamanya adalah perbuatan memperolok ayat-ayat Allah dan ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan rasul-Nya kalian berolok-olok. Janganlah kalian mencari-cari alasan, sungguh kalian telah kafir setelah beriman…” (at-Taubah : 65-66). Para ulama menjelaskan bahwa ayat tersebut menjadi dalil hukum bagi orang yang mencela Allah atau rasul-Nya atau kitab-Nya atau suatu bagian dari al-Qur’an atau suatu ajaran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; bahwasanya dia menjadi murtad alias keluar dari Islam meskipun dia melakukan hal itu dalam rangka bercanda (lihat Syarh Nawaqidh al-Islam, hal. 26 oleh Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah)

Termasuk bentuk penistaan kepada agama adalah menjelek-jelekkan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam al-Khatib al-Baghdadi rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya al-Kifayah bahwa Imam Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah mengatakan, “Apabila kamu melihat seseorang yang menjelek-jelekkan salah seorang diantara sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketahuilah bahwa sesungguhnya dia itu adalah zindiq. Karena sesungguhnya agama ini benar dan al-Qur’an juga benar, dan sesungguhnya itu semua diriwayatkan kepada kita oleh para sahabat.” (lihat dalam ash-Shidqu ma’a Allah, hal. 44)

Oleh sebab itu diriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, bahwa beliau mengatakan, “Barangsiapa mencela dua orang syaikh; yaitu Abu Bakar dan Umar maka dia menjadi kafir.” Demikian pula hukumnya orang yang mencela seluruh sahabat. Begitu pula orang yang mengkafirkan seluruh sahabat karena sesungguhnya dia telah mendustakan Allah, dan orang yang mendustakan Allah itu kafir (lihat keterangan Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi hafizhahullah dalam Syarh Ushul as-Sunnah lil Imam Ahmad, hal. 211)

Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mencela mereka -para sahabat nabi- atau mencaci mereka sungguh dia telah keluar dari agama dan melenceng dari millah/ajaran kaum muslimin. Karena celaan itu tidaklah muncul kecuali karena keyakinan akan keburukan-keburukan mereka dan kedengkian yang tersimpan dalam dirinya dan merupakan tindakan mengingkari sanjungan untuk mereka yang disebutkan oleh Allah ta’ala di dalam Kitab-Nya dan juga mengingkari pujian, keutamaan dan kemuliaan serta kecintaan untuk mereka yang telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam…” (lihat al-Kaba’ir, hal. 266)

Oleh sebab itu salah satu bagian dari pokok-pokok aqidah Islam adalah mencintai para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana telah ditegaskan oleh Imam Abu Ja’far ath-Thahawi rahimahullah dalam kitab aqidahnya yaitu Aqidah ath-Thahawiyah. Diceritakan oleh Imam Malik rahimahullah bahwa dahulu para salaf mengajarkan kepada anak-anak kecil mereka kecintaan kepada Abu Bakar dan Umar sebagaimana mereka mengajarkan sebuah surat di dalam al-Qur’an (lihat Huquq ash-Shahabah, hal. 15 oleh Syaikh Shalih Sindi)

Demikian sedikit catatan faidah seputar penistaan agama, semoga bisa menambah pemahaman kita terhadap agama Islam yang kita cintai. Wallahul muwaffiq.

14718686_1803714443177090_1758038350701659065_n

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *