Pengertian Tauhid

eslah2020

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Masalah tauhid selalu menarik untuk dibahas. Karena ia menjadi materi dakwah paling utama dan paling wajib untuk dipahami. Dalam kesempatan ini, kami akan membawakan penjelasan-penjelasan mengenai makna tauhid. Semoga bermanfaat.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menerangkan di dalam kitabnya al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, bahwa tauhid adalah :

Ilmu dan pengakuan tentang keesaan Allah dalam hal sifat-sifat kesempurnaan, mengakui keesaan-Nya dalam hal sifat-sifat keagungan dan kemuliaan, termasuk di dalamnya adalah dengan mengesakan Allah dalam beribadah.

[lihat al-Qaul as-Sadid Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 39]

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menerangkan dalam kitabnya Tsalatsatul Ushul, bahwa tauhid adalah : mengesakan Allah dalam beribadah [lihat al-Ushul ats-Tsalatsah wa al-Qawa’id al-Arba’ah, hal. 8]

Dari kedua pengertian di atas, bisa kita simpulkan bahwa tauhid dalam pembicaraan para ulama mencakup hal-hal sebagai berikut :

[1] Mengesakan Allah dalam hal sifat-sifat-Nya. Hal ini biasa dikenal dengan istilah tauhid dalam hal ilmu dan pengetahuan. Hal ini mencakup pengakuan keesaan Allah dalam hal mencipta, mengatur, menguasai, dan keesaan Allah dalam hal kesempurnaan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Ini biasa dikenal dengan tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat.

[2] Mengesakan Allah dalam hal ibadah kepada-Nya. Hal ini biasa disebut dengan istilah tauhid dalam hal kehendak dan tuntutan. Sering disebut dengan nama tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Intinya adalah kewajiban beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan segala sesembahan selain-Nya.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushobi hafizhahullah mengatakan, “Ketahuilah wahai saudaraku sesama muslim, semoga Allah memberikan taufik kepadaku dan kepadamu, bahwa seorang insan tidaklah termasuk ahli tauhid yang sebenarnya kecuali setelah dia mengesakan Allah dalam melakukan segala bentuk ibadah.” [lihat al-Qaul al-Mufid fi Adillah at-Tauhid, hal. 32]

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada Allah.” (QS. Huud : 2)

Nabi Nuh ‘alaihis salam berkata kepada kaumnya sebagaimana dikisahkan dalam firman Allah (yang artinya), “Janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada Allah. Sesungguhnya aku khawatir akan kalian dari tertimpa azab di suatu hari yang sangat pedih/menyakitkan.” (QS. Huud : 26)

Tauhid inilah yang menjadi intisari dan pokok ajaran Islam. Sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma yang mengisahkan diutusnya Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu ke Yaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada Mu’adz, “Hendaklah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafal milik Bukhari)

Di dalam hadits yang diriwayatkan melalui Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara; tauhid kepada Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafal milik Muslim)

Inilah makna tauhid yang dimaksud di dalam dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum musyrikin di masa itu. Sebagaimana bisa kita tangkap dari firman Allah yang mengisahkan tanggapan mereka/orang musyrik (yang artinya), “Apakah dia -Muhammad- itu hendak menjadikan sesembahan-sesembahan yang banyak itu kemudian hanya menjadi tinggal satu sesembahan saja. Sungguh ini adalah sesuatu yang sangat mengherankan.” (QS. Shaad : 5)

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan, “Dengan demikian dapat diketahui kebatilan keyakinan para pemuja kubur di masa kini dan yang serupa dengan mereka yang mengatakan bahwa makna laa ilaha illallah adalah Allah itu ada, atau menafsirkan laa ilaha illallah dengan makna Allah sebagai satu-satunya pencipta yang berkuasa mengadakan dan mewujudkan dan lain sebagainya.” [lihat Ma’na Laa ilaha illallah wa Muqtadhaha, hal. 31]

Tauhid inilah yang juga disebut dengan istilah al-Hanifiyyah Millah Ibrahim. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menerangkan di dalam risalahnya al-Qawa’id al-Arba’, “Ketahuilah -semoga Allah membimbingmu untuk taat kepada-Nya- bahwa al-Hanifiyyah Millah/ajaran Ibrahim adalah kamu beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya semata…” [lihat al-Qawa’id al-Arba’]

Tauhid inilah yang menjadi misi dakwah segenap rasul. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul -yang mengajak- ; ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut’.” (QS. An-Nahl : 36)

Tauhid inilah yang menjadi landasan dan syarat pokok diterimanya segala macam ibadah. Oleh sebab itu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menegaskan di dalam al-Qawa’id al-Arba’, “Ketahuilah, bahwa ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah -yang benar- kecuali apabila disertai dengan tauhid.” [lihat al-Qawa’id al-Arba’]

Hal ini merupakan kandungan firman Allah (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. Al-Kahfi : 110)

Oleh sebab itu pula, Allah mengiringkan perintah beribadah kepada-Nya dengan larangan dari berbuat syirik. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (QS. An-Nisaa’ : 36)

Demikianlah sekilas pengertian tentang tauhid dari ayat, hadits, dan penjelasan para ulama. Semoga bisa bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat kita. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

[www.al-mubarok.com]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *