Bismillah.
Diantara perkara penting yang selalu diingatkan oleh para ulama adalah bagaimana seorang hamba memperbaiki hubungannya dengan Allah. Perbaikan hubungan hamba dengan Allah adalah dengan tunduk beribadah kepada-Nya dengan penuh keikhlasan dan menjauhi segala bentuk perusak ketaatan.
Pokok dari ibadah kepada Allah adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Iman kepada Allah membuahkan keikhlasan, dan iman kepada Rasul menumbuhkan ittiba’/kesetiaan kepada tuntunan. Oleh sebab itulah pokok agama Islam ada pada 2 hal; kita tidak beribadah kecuali kepada Allah, dan kita tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan mengikuti syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah kandungan dari 2 kalimat syahadat. Syahadat laa ilaha illallah mencakup penolakan ibadah kepada selain Allah dan penetapan ibadah -dengan segala bentuknya- hanya ditujukan kepada Allah. Adapun syahadat anna Muhammadar rasulullah memberikan konsekuensi; menaati perintahnya, menjauhi larangannya, beribadah kepada Allah dengan tuntunannya, dan membenarkan segala berita yang disampaikannya.
Para ulama kita telah menegaskan bahwa ibadah kepada Allah tidak akan bisa tegak dan diterima kecuali apabila dilandasi dengan aqidah yang benar dan lurus. Aqidah adalah apa-apa yang diyakini di dalam hati dengan tegas dan kuat, tidak tercampuri dengan keragu-raguan. Aqidah mencakup rukun-rukun iman -sebagaimana disebutkan dalam hadits Jibril- yaitu iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir; yang baik dan yang buruk.
Diantara pokok-pokok aqidah ini maka tauhid merupakan prinsip paling mendasar dan pokok yang paling utama dalam kehidupan seorang muslim. Tauhid yaitu mengesakan Allah dalam hal ibadah. Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah mengatakan dalam risalah al-Qawa’id al-Arba’, “Bahwa ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah -yang benar- kecuali apabila disertai dengan tauhid, sebagaimana halnya sholat tidak disebut sebagai sholat kecuali apabila disertai dengan thaharah/bersuci.”
Para ulama juga menggambarkan kedudukan tauhid ini sebagaimana pondasi dalam sebuah bangunan. Maka orang yang menggunakan akalnya tentu berusaha mengokohkan pondasi sebelum meninggikan bangunan. Sebab tanpa pondasi yang kuat, megahnya bangunan tidak ada artinya. Hanya tampak hebat dari luar tetapi keropos di dalam. Ketika ada sedikit goncangan atau tiupan angin ia pun ambruk dan berantakan.
Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa perkara aqidah harus menempati prioritas utama dalam perbaikan kualitas hidup seorang hamba. Peranan aqidah bagi amal kebaikan laksana jantung bagi segenap anggota badan. Laksana akar bagi sebatang pohon, dan seperti pondasi dalam sebuah gedung.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kepahaman atau fikih dalam agama tidak hanya terbatas pada sholat, puasa atau pun ibadah-ibadah lahiriah yang lainnya. Lebih daripada itu ia pun mencakup ibadah-ibadah hati dan keyakinan yang bersemayam dalam hati kaum beriman dan bertauhid.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu; Jika kamu berbuat syirik pasti lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65). Syirik mencakup segala bentuk persekutuan kepada Allah dalam hal ucapan, keyakinan dan perbuatan; ada yang tampak dan banyak pula yang tersembunyi di dalam hati. Oleh sebab itu wajib mewaspadai segala bentuk syirik ini dan tidak boleh meremehkannya…
Syirik akan merusak amalan dan menghancurkan pahala kebaikan bahkan menyebabkan hukuman kekal di dalam neraka. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong.” (al-Ma-idah : 72)
Sudah menjadi tugas para da’i dan penerus perjuangan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melanjutkan estafet dakwah tauhid ini di setiap generasi. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Inilah jalanku; aku menyeru menuju Allah di atas bashirah/ilmu, inilah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku. Dan Mahasuci Allah, aku bukan termasuk golongan orang-orang musyrik.” (Yusuf : 108)
Perbaikan aqidah inilah yang menjadi tonggak perubahan sejarah dari gerombolan pemuja berhala menuju barisan pejuang iman yang menyembah Rabb penguasa alam semesta. Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu berkata, “Kami adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam; maka kapan saja kami mencari kemuliaan dengan selain Islam niscaya Allah akan menghinakan kami.” (HR. Hakim dalam al-Mustadrak)
Para ulama kita juga mengingatkan bahwa amal-amal itu memiliki tingkat keutamaan yang berbeda-beda disebabkan apa yang ada di dalam hati pelakunya berupa keimanan, tauhid dan keikhlasan. Ibnul Mubarok rahimahullah berkata, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niatnya, dan betapa banyak amal besar menjadi kecil juga karena niatnya.” Oleh sebab itu menjaga keikhlasan dan kemurnian aqidah merupakan bagian utama dalam perjuangan iman oleh setiap individu umat Islam. Ini pula yang menjadi rahasia kemenangan para Sahabat; generasi terbaik umat ini…
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu hanya dengan berangan-angan atau menghiasi penampilan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan kemudian dibuktikan dengan amal-amal perbuatan.” Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membuahkan ketaatan dan amal ibadah kepada Allah. Bukan sekedar wawasan atau hafalan… Wallahul musta’aan.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com