Bismillah.
Para ulama memiliki perhatian yang sangat besar dalam hal iman. Oleh sebab itu kita dapati pembahasan khusus seputar iman dan aqidah atau pokok-pokok agama Islam dalam karya-karya mereka.
Bahkan dalam hadits yang terkenal tentang kedatangan malaikat Jibril dalam bentuk manusia kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan juga pertanyaan mengenai apa itu iman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman adalah kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman terdiri dari tujuh puluh lebih cabang, yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu merupakan salah satu cabang iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Di dalam surat Ibrahim, Allah juga menggambarkan kalimat tauhid sebagaimana sebuah pohon yang akarnya tertanam kuat di bumi dan cabang-cabangnya menjulang tinggi di langit. Dalam sebagian riwayat hadits juga disebutkan bahwa perumpamaan seorang mukmin adalah seperti pohon kurma; apa pun yang datang darinya dapat memberikan manfaat bagi umat manusia.
Para ulama menjelaskan bahwa iman itu mencakup keyakinan di dalam hati, ucapan dengan lisan dan amal-amal perbuatan dengan anggota badan. Oleh sebab itu iman meliputi ucapan dan perbuatan. Iman mencakup amalan lahir dan juga amalan batin. Tidaklah orang munafik dikatakan sebagai munafik kecuali karena mereka tidak memiliki amalan batin berupa iman yang lurus. Allah pun menyebut mereka sebagai pendusta dan orang-orang dungu.
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau memperhias penampilan, tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.” Iman bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang sebagai akibat dari maksiat dan dosa. Bahkan iman bisa hilang atau batal karena ucapan, keyakinan, atau perbuatan. Bahkan iman juga bisa batal akibat keragu-raguan, sebagaiman kaum munafik yang disebut oleh Allah bahwa di dalam hati mereka ada penyakit; sebagian ahli tafsir menjelaskan penyakit itu adalah keragu-raguan. Meragukan tentang kebenaran Islam, meragukan pokok-pokok agama, dsb.
Menjaga keimanan merupakan kewajiban setiap muslim setiap harinya. Oleh sebab itu Hasan al-Bashri rahimahullah mengingatkan, “Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu adalah kumpulan hari demi hari. Setiap hari berlalu maka lenyaplah sebagian dari dirimu.” Iman itu dibangun di atas ilmu dan keyakinan. Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan niscaya Allah pahamkan di dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Secara garis besar iman terbagi 2 bidang perjuangan; sabar dan syukur. Sabar di dalam iman laksana kepala bagi badan. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Tidak bisa diraih petunjuk kecuali dengan ilmu, dan tidak bisa diraih rasyad/kelurusan dan kesalihan kecuali dengan sabar.” Disebutkan oleh beliau dalam risalah Tuhfah al-Iraqiyah.
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah menukil perkataan para ulama bahwa nikmat-nikmat apabila disyukuri maka dia akan menetap/lestari sementara apabila diingkari maka ia akan lenyap. Syukur akan menjaga nikmat dan menjadi sebab bertambahnya nikmat. Hakikat syukur adalah dengan taat kepada pemberi nikmat. Dengan sabar maka seorang muslim akan berjalan di atas rel kebenaran. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa hakikat sabar adalah tegar di atas al-Kitab dan as-Sunnah.
Dalam menjaga iman, maka seorang muslim membutuhkan dzikir kepada Allah sepanjang waktu. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa dzikir bagi hati laksana air bagi ikan; maka bagaimana kiranya kondisi seekor ikan apabila memisahkan diri dari air. Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah menyatakan bahwa dzikir merupakan sebab hidupnya hati. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang rajin mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perumpamaan orang hidup dan orang mati.” (HR. Bukhari)
Oleh sebab itu Allah menggandengkan perintah syukur dengan perintah untuk berdzikir. Diantara bentuk dzikir yang paling utama adalah dengan membaca al-Qur’an. Allah menyebutkan bahwa diantara ciri orang yang beriman adalah apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah maka bertambah kuatlah imannya.
Di sisi lain, iman akan terjaga dengan banyak beristighfar dan bertaubat kepada Allah. Oleh sebab itulah ibadah kepada Allah ditegakkan di atas 2 pokok; menyaksikan curahan nikmat dari Allah dan menelaah aib pada diri dan amalan. Dari asas yang pertama lahirlah syukur dan ketaatan serta amal salih. Dari asas yang kedua muncullah taubat, istighfar, dan inabah kepada Allah. Iman akan terjaga dengan rasa takut dan harap. Takut kepada azab Allah dan berharap rahmat-Nya. Iman akan terpelihara dengan rasa cinta kepada Allah dan cinta kepada apa-apa yang Allah cintai. Karena itulah disebutkan dalam hadits bahwa simpul iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.
Demikian sedikit catatan semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Wallahu a’lam.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com