Bismillah.
Para ulama menyebutkan diantara tanda keikhlasan adalah seorang menuduh dirinya atau memandang bahwa dirinya masih penuh dengan taqshir/kurang atau tidak beres dalam menunaikan kewajiban.
Diantara atsar/riwayat yang mendukung hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah di dalam Sahih-nya secara mu’allaq/tanpa sanad :
وقال ابن أبي مليكة أدركت ثلاثين من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم كلهم يخاف النفاق على نفسه ما منهم أحد يقول إنه على إيمان جبريل وميكائيل
Ibnu Abi Mulaikah berkata : “Aku telah bertemu dengan 30 orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara mereka semua takut kalau-kalau dirinya terjangkiti kemunafikan. Tidak ada seorang pun dari mereka yang mengatakan bahwa imannya setara dengan iman Jibril dan Mika’il.”
Termasuk sahabat yang takut dirinya termasuk kelompok munafik adalah sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu. Sampai-sampai beliau bertanya kepada Hudzaifah sang penjaga rahasia apakah ada nama beliau diantara nama-nama orang munafik yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ucapan serupa juga diriwayatkan dari Ayyub as-Sikhtiyani rahimahullah, beliau berkata :
إذا ذكر الصالحون كنتُ عنهم بمعزل
“Apabila diceritakan tentang orang-orang salih maka aku merasa sangat jauh dari mereka; yaitu aku merasa bukan bagian dari mereka.” (disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ighotsatu Lahfan)
Ini menunjukkan kepada kita bahwa kita wajib untuk selalu mengevaluasi diri dan berbenah. Kita harus mengakui segala bentuk kekurangan dan dosa kita di hadapan Allah. Inilah yang disebut oleh para ulama dengan istilah muthola’atu ‘aibin nafsi wal ‘amal; yaitu selalu meneliti cacat pada diri dan amal perbuatan kita.
Dari sinilah akan muncul penghambaan kepada Allah berupa perendahan diri dan ketundukan. Apabila seorang lalai dari kaidah ini maka akan muncul dalam dirinya kesombongan, keangkuhan dan sikap-sikap arogan.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com
Tulisan ini terinspirasi dari makalah Syaikh Nada Abu Ahmad di website alukah.net yang berjudul :