Menuai Hikmah dari Kitab Tauhid

Bismillah. Wa bihi nasta’iinu.

Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah sebuah karya besar dalam ilmu aqidah yang patut mendapatkan perhatian besar oleh para penimba ilmu. Ada banyak sekali faidah dan pelajaran di dalamnya yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Tidaklah berlebihan jika kita katakan bahwa belajar aqidah di masa kini tidak akan sempurna kecuali dengan memetik faidah-faidah dari kitab ini. Bagaimana tidak? Para ulama besar di masa kini tidak lepas perhatiannya terhadap kitab ini. Lihatlah perjuangan dan upaya sungguh-sungguh dari mereka untuk menggali faidah dan hikmah dari kitab ini.

Dimulai dari penyusunan kitab syarah/penjelasan yang ditulis oleh cucu beliau sendiri yaitu seorang pemuda pejuang tauhid Syaikh Sulaiman bin Abdullah rahimahullah dengan kitabnya Taisir al-’Aziz al-Hamid. Beliau pun wafat karena dibunuh sebelum sempat menyelesaikan kitab ini. Kemudian datanglah cucu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang lain yaitu Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah memilah dan meringkasnya dan menuntaskan pembahasannya dengan kitab beliau Fathul Majid bi Syarhi Kitabit Tauhid; sebuah kitab yang dinyatakan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan kitab syarah terbaik untuk Kitab Tauhid bagi para penimba ilmu.

Tidak berhenti di situ, bahkan Syaikh Abdurrahman bin Hasan juga menulis kitab lain yang lebih ringkas untuk menerangkan kandungan Kitab Tauhid ini yaitu dengan kitab beliau yang berjudul Qurratu ‘Uyun al-Muwahhidin. Syaikh Shalih al-Fauzan pun membahas faidah dari kitab syarah ini secara khusus dalam pelajarannya dan kini telah dibukukan menjadi kitab dengan judul at-Ta’liq al-Mukhtashar al-Mubin yang merupakan transkrip dari rekaman pelajaran beliau.

Kita juga mengenal kitab-kitab syarah terhadap Kitab Tauhid ini yang cukup masyhur semacam Hasyiyah Kitab Tauhid karya Syaikh Abdurrahman bin Qasim an-Najdi rahimahullah. Ada pula ringkasan dari kitab Taisir al-’Aziz al-Hamid yang ditulis oleh Syaikh Hamd bin ‘Ali bin ‘Atiq rahimahullah dengan judul Ibthal at-Tandid bi Ikhtishar Syarh Kitab at-Tauhid.

Begitu pula seorang ulama ahli ushul dan ahli fikih besar di masa kini Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah pun mengkaji kandungan Kitab Tauhid ini dalam pelajaran dan telah direkam lalu dibukukan dengan judul al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid. Demikian pula perjuangan ilmiah salah seorang murid beliau yaitu Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam rangkaian pelajaran dan kemudian dibukukan dengan judul I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitab at-Tauhid.

Sebelum Syaikh al-Utsaimin ada gurunya yaitu Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah seorang pakar tafsir dan ahli fikih pun telah menyusun keterangan terhadap maksud dari bab-bab yang ada di dalam Kitab Tauhid dengan buku beliau yang berjudul al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid. Kitab-kitab yang telah ditulis para ulama ini bukan tidak bermakna, sebab kitab-kitab itu saling melengkapi dan merupakan tuntutan zamannya. Bukan karena mereka menilai kitab syarah yang lain tidak bermanfaat atau tidak bagus.

Cobalah kita lihat apa yang disampaikan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah di bagian awal kitabnya I’anatul Mustafid. Ketika banyak orang meminta agar rekaman ceramah beliau ditranskrip dan diterbitkan sebagai kitab syarah, beliau mengatakan, “Dahulu saya menolak permintaan-permintaan itu dan saya beralasan bahwa kitab ini -segala puji bagi Allah- telah dijelaskan dalam banyak syarah dan sudah mencukupi. Dan saya tidaklah datang membawa sesuatu yang baru. Hanya saja ketika semakin banyak permintaan untuk itu maka saya katakan; mudah-mudahan dengan merealisasikan keinginan orang-orang yang mengusulkannya itu mengandung kebaikan…” (lihat I’anatul Mustafid, 1/15)

Subhanallah, inilah akhlak para ulama yang sepantasnya kita teladani. Pelajaran tauhid telah membuat mereka semakin tawadhu’ dan tidak meremehkan orang lain terlebih lagi para ulama pendahulunya. Benarlah kiranya apa yang sering disampaikan oleh para ustaz dan guru-guru kita bahwa pelajaran tauhid ini butuh untuk terus diulang dan diperdalam. Tauhid juga bukan sekedar wacana dan wawasan di alam pikiran. Sebab tauhid yang lurus akan membuahkan amal nyata dalam kehidupan sehari-hari. Para ulama tauhid bukanlah para pemuja popularitas dan pemburu ketenaran. Dan hal itu bisa kita lihat dalam lembaran sejarah dan kehidupan nyata hingga hari ini.

Kami bisa melihat bahwa para ustaz dan guru-guru kami -semoga Allah menjaga mereka- adalah sosok yang tidak mengejar popularitas. Kalau lah mereka mau niscaya mereka akan mengupayakan segala cara untuk bisa mendongkrak ketenarannya agar bisa merebut simpati publik sebanyak-banyaknya untuk kepentingan dirinya sendiri. Mereka sadar bahwa dakwah tauhid ini adalah pekerjaan besar yang telah dirintis oleh para ulama dan pegiat dakwah terdahulu yang mungkin kita tidak mengenal siapa namanya tetapi nama mereka harum di sisi Allah dan di hadapan para penduduk langit. Lihatlah apa ucapan Syaikh Shalih al-Fauzan dalam komentarnya di atas, “Dan saya tidaklah datang membawa sesuatu yang baru.” dalam bahasa arabnya, “Wa maa ji’tu bi jadiid.”

Mungkin kita pernah membaca kisah yang menceritakan bahwa di hari kiamat nanti para nabi akan datang bersama pengikutnya. Ada seorang nabi yang bersama satu atau dua pengikut, dan bahkan ada seorang nabi yang tidak memiliki pengikut sama sekali. Kita pun tidak mengetahui siapa nama nabi itu. Di dalam al-Qur’an, Allah pun mengisahkan nabi-nabi dan ada pula yang sengaja tidak Allah kisahkan. Semuanya tentu mengandung hikmah dan faidah. Salah satu hikmahnya –wallahu a’lam– dengan tidak disebutkannya semua nabi itu adalah untuk mengajarkan kepada kita keikhlasan. Nabi saja ada yang tidak kita ketahui namanya, bagaimana lagi da’i, pegiat dakwah atau panitia kajian. Begitu pula donatur atau muhsinin, banyak orang yang berusaha membantu dakwah ini dengan harta, tenaga, dan waktunya dan mereka tidak suka dengan kemasyhuran. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah -ulama ahli hadits besar- pun menganggap bahwa kemasyhuran itu adalah suatu bentuk fitnah dan cobaan. Beliau berkata, “Sungguh aku telah diuji dengan kemasyhuran.” 

Diantara syarah Kitab Tauhid lainnya yang sangat bermanfaat adalah kitab at-Tam-hid li Syarhi Kitab at-Tauhid yang ditulis oleh salah satu keturunan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang saat ini masih hidup yaitu Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh hafizhahullah. Beliau kini menjabat sebagai menteri urusan keislaman, wakaf, dakwah, dan bimbingan keagamaan. Kalau di negeri kita mungkin serupa dengan Menteri Agama. Beberapa waktu yang silam beliau berkunjung ke Indonesia bersama rombongan Raja Salman hafizhahullah dan disambut oleh presiden Republik Indonesia beserta para menteri, semoga Allah berikan taufik kepada mereka menuju segala kebaikan.

Salah satu masjid di Yogyakarta yang kini tengah memulai kegiatan kajian rutin Kitab Tauhid ini adalah Masjid Miftahul Jannah, Ngetiran Sariharjo Ngaglik Sleman (Jl. Palagan). Di masjid ini insya Allah diadakan kajian Kitab Tauhid secara rutin bersama Ustaz Afifi Abdul Wadud hafizhahullah setiap hari Kamis ba’da maghrib – ‘isyak dan terbuka untuk umum, muslim/muslimah. Bagi rekan-rekan yang ingin menyimak rekaman kajian-kajian tauhid bersama Ustaz Afifi bisa membuka website beliau di alamat : www.ustadzafifi.com atau melalui official fanspage beliau di facebook dengan nama : Ustadz Afifi Abdul Wadud (@ustadzafifi). Video ceramah dan nasihat beliau juga bisa disimak di yufid.tv atau yufidedu.com, semoga Allah memberkahi segenap pengurus channel dakwah tersebut.

Kajian rutin Kitab Tauhid di sekitar UGM insya Allah juga bisa diikuti di Masjid al-Mukmin Jl. Kaliurang, Manggung Caturtunggal Kec. Depok Sleman – sebelah utara Kampus UGM sebelum Ring Road – bersama Ustaz Sa’id Abu ‘Ukkasyah hafizhahullah setiap hari Selasa ba’da maghrib – selesai dan terbuka untuk umum. Kajian ini sudah berjalan cukup lama, segala puji bagi Allah. Artikel Ustaz Sa’id bisa dibaca melalui website beliau www.kajiantauhid.com sedangkan siaran kajian secara live bisa disimak melalui fanspage : Kajiantauhid.com, semoga Allah memberkahi segenap panitia kajian sunnah dan rekan-rekan yang membantu kegiatan dakwah tauhid yang mulia ini.

Tambahan info :

Bagi teman-teman di seputaran Kampus UMY bisa mengikuti kajian rutin aqidah bersama Ustaz Fadly Gugul hafizhahullah di Masjid Jami’ al-Mubarok, Donotirto – kurang lebih 1,5 km barat daya Kampus UMY. Insya Allah kajian diadakan setiap hari Rabu ba’da maghrib – selesai. Ingin tahu lebih banyak seputar kegiatan dakwah di Masjid Jami’ al-Mubarok YAPADI? Silahkan menghubungi nomer : 0896 7638 9637 (ketakmiran).

Semoga bermanfaat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *