Mengobati Hati

Bismillah.

Seorang ulama tabi’in bernama Hasan al-Bashri rahimahullah berpesan :

داو قلبك فإنَّ حاجة الله عز وجل إلى العباد صلاح قلوبهم

“Obatilah hatimu, karena sesungguhnya ‘kebutuhan’ Allah ‘azza wa jalla terhadap para hamba adalah baiknya hati-hati mereka.” (diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya dalam at-Tawadhu’ wal Khumul)

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah menerangkan :

يعني أن مراده منهم ومطلوبه صلاحُ قلوبهم، فلا صلاح للقلوب حتى يستقر فيها معرفة الله وعظمته ومحبته وخشيته ومهابته ورجاؤه والتوكل عليه ويمتلئ من ذلك،

“Maksudnya adalah yang dikehendaki oleh Allah dari mereka dan tuntutan dari-Nya adalah baiknya hati-hati mereka, maka tidak akan terwujud kebaikan hati sampai bersemayam di dalamnya ma’rifatullah, pengagungan kepada-Nya, kecintaan, rasa takut, segan, berharap dan tawakal kepada-Nya; dan hatinya pun penuh dengan perasaan/keyakinan itu…”

وهذا هو حقيقة التوحيد، وهو معنى قول لا إله إلا الله، فلا صلاح للقلوب حتى يكون إلهها الذي تألهه وتعرفه وتحبه وتخشاه هو إله واحد لا شريك له

“Inilah hakikat tauhid dan inilah makna dari ucapan laa ilaha illallah, maka tidak ada kebaikan bagi hati hingga ilah/sesembahan dan tempat bergantungnya, yang paling dikenali olehnya dan dicintainya, yang paling ditakutinya hanya satu yaitu Allah; ilah/sesembahan yang esa, yang tiada sekutu bagi-Nya…” (lihat dalam kitab beliau Jami’ul ‘Ulul wal Hikam)

Catatan Faidah :

Para ulama menjelaskan bahwa kedudukan hati bagi amalan laksana jantung bagi seluruh angota badan. Oleh sebab itu baiknya hati menjadi kunci baiknya amal perbuatan hamba. Ketakwaan dengan anggota badan akan lahir dari ketakwaan yang ada di dalam hati. Dari situlah maka para ulama sangat memperhatikan urusan hati dan keikhlasan. Karena ikhlas menjadi pondasi diterimanya segala bentuk amal ketaatan.

Betapa banyak amalan kecil menjadi besar karena niatnya yang ikhlas dan berpegang dengan tuntunan. Sebaliknya, betapa banyak amal-amal besar -secara lahiriah- tetapi menjadi kecil atau berkurang pahalanya atau bahkan sirna dan mencelakakan pelakunya akibat niatnya yang tidak ikhlas, apalagi jika amal itu menyimpang dari tuntunan (termasuk dalam kategori bid’ah, red).

Oleh sebab itu orang yang ikhlas gemar menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia tidak ingin keburukan-keburukannya tampak di mata orang lain. Orang yang ikhlas menjadikan tujuan amalnya murni kepada Allah dan demi mendapatkan pahala dari-Nya. Apabila dia mencintai maka cintanya karena Allah. Apabila dia membenci maka bencinya juga karena Allah. Apabila dia memberi maka pemberiannya juga karena Allah. Begitu pula apabila tidak memberi.

Demikian sedikit pembahasan dari faidah yang kami ambil dari situs resmi Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah dengan penambahan sedikit keterangan dan uraian. Semoga bermanfaat bagi penyusun dan segenap pembaca di mana pun berada.

Referensi : https://al-badr.net/muqolat/6668

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *