Abdullah bin ‘Aun berkata, “Sesungguhnya orang-orang terdahulu sebelum kita menjadikan untuk dunia sisa-sisa ruang/waktu dari urusan akhirat mereka, sementara kalian menjadikan untuk akhirat kalian sisa-sisa ruang/waktu dari urusan dunia kalian.” (Aina Nahnu, 2/168)
Ibnul Mubarak berkata, “Wahai anak Adam. Bersiaplah kamu untuk menyambut akhirat. Taatilah Allah sekadar besarnya kebutuhanmu kepada-Nya. Dan buatlah Allah murka sekadar kesabaranmu untuk menghadapi api neraka-Nya.” (Aina Nahnu, 2/172)
Yahya bin Mu’adz berkata, “Betapa malangnya anak Adam, seandainya dia merasa takut terhadap neraka sebagaimana rasa takutnya kepada kemiskinan pastilah dia masuk ke dalam surga.” (Aina Nahnu, 2/175)
Hasan Al-Bashri berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sungguh aku telah bertemu dengan orang-orang yang memandang dunia lebih rendah/hina daripada tanah yang mereka pijak ketika berjalan.” (Aina Nahnu, 2/175)
Fudhail bin Iyadh berkata, “Allah menjadikan keburukan dalam sebuah rumah dan Allah jadikan kuncinya adalah cinta dunia, dan Allah juga menjadikan kebaikan dalam sebuah rumah dan Allah jadikan kuncinya adalah zuhud terhadap dunia.” (Aina Nahnu, 2/180-181)
Wahb bin Munabbih berkata, “Perumpamaan dunia dan akhirat adalah seperti dua orang istri. Apabila kamu membuat ridha salah satunya maka akan membuat yang lain menjadi murka.” (Aina Nahnu, 2/197)
Hasan Al-Bashri berkata, “Aku sungguh merasa heran terhadap sebagian orang. Dimana mereka diperintahkan untuk menyiapkan bekal dan diseru untuk segera berangkat -menuju akhirat, pent-, sementara mereka masih saja terus bermain-main.” (Aina Nahnu, 2/197)
Hasan Al-Bashri berkata, “Sungguh aneh, orang yang bisa tertawa-tawa sedangkan di belakangnya adalah kobaran api neraka, dan orang yang bisa bergembira-ria sementara di belakangnya kematian selalu mengintai dirinya.” (Aina Nahnu, 2/200)
Seorang lelaki berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Berikanlah nasihat untukku.” Beliau menjawab, “Beramallah untuk dunia sekadar lamanya tinggalmu di sana, dan beramallah untuk akhirat sekadar lamanya tinggalmu di sana. Wassalam.” (Aina Nahnu, 2/200)
Salman bin Dinar berkata, “Apa-apa yang ingin kamu dapatkan di akhirat maka persiapkanlah semenjak hari ini, dan apa-apa yang tidak ingin kamu temui di akhirat nanti maka tinggalkanlah sejak hari ini.” (Aina Nahnu, 2/205)
Muhammad bin Wasi’ berkata, “Apabila kamu lihat di surga ada orang menangis bukankah kamu akan keheranan terhadap tangisannya itu.” Maka dijawab, “Iya tentu saja.” Lalu beliau berkata, “Kalau begitu orang yang tertawa-tawa di dunia sementara dia tidak mengetahui kemanakah tempat kembalinya maka keadaan orang itu jauh lebih mengherankan.” (Aina Nahnu, 2/206-207)
Malik bin Dinar berkata, “Para pemuja dunia telah pergi meninggalkan dunia dalam keadaan belum menikmati sesuatu yang paling lezat di dalamnya.” Orang-orang bertanya, “Apakah itu.” Beliau menjawab, “Mengenal Allah ta’ala.” (Aina Nahnu, 2/213)
Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Sungguh-sungguh mengherankan orang yang mengenal Allah kemudian berbuat durhaka kepada-Nya setelah mengenali-Nya.” (Aina Nahnu, 2/222)
Dikatakan kepada ‘Ali bin Abi Thalib, “Wahai Abul Hasan, gambarkanlah untuk kami tentang dunia ini.” Beliau menjawab, “Aku jawab dengan panjang lebar atau ringkas saja?” lalu dijawab, “Ringkas saja.” Maka beliau berkata, “Halalnya pasti dihisab sedangkan yang haram darinya akan berhadapan dengan neraka.” (Aina Nahnu, 2/225)
Sebagian orang bijak mengatakan, “Aku sungguh heran dengan orang yang merasa sedih dengan hartanya yang berkurang sementara dia tidak merasa sedih dengan umurnya yang berkurang. Dan aku heran terhadap orang yang dunia pergi meninggalkannya dan akhirat datang menyambutnya; bagaimana mungkin dia justru menyibukkan diri dengan sesuatu yang akan sirna dan berpaling dari sesuatu yang datang menghadang dirinya.” (Aina Nahnu, 2/237)
Ibrahim At-Taimi berkata, “Dua perkara yang bisa memutuskan kenikmatanku dalam merasakan kelezatan dunia. Yaitu mengingat kematian dan mengingat bilamana diriku sedang berdiri di hadapan/pengadilan Allah nanti di akhirat.” (Aina Nahnu, 2/241)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam pasti banyak berbuat kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang senantiasa bertaubat.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, sanadnya dihasankan Al-Albani)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang bertaubat dari suatu dosa maka seperti orang yang tidak berbuat dosa.” (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani, dihasankan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Albani)
(Aina Nahnu, 2/254)
Kepada Allah semata, kita memohon taufik dan ampunan. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulilahi Rabbil ‘alamin.