Bismillah.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)
Ayat ini mengandung perintah beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Tauhid inilah tujuan diciptakannya manusia, misi utama dakwah para rasul dan muatan pokok seluruh kitab yang Allah turunkan (lihat Ibthal at-Tandid, hal. 9)
Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Inilah jalanku, aku mengajak menuju Allah di atas bashirah/ilmu yang nyata. Inilah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku.” (Yusuf : 108)
Yang dimaksud mengajak menuju Allah adalah :
– Dakwah kepada tauhid
– Dakwah kepada agama-Nya
– Dakwah yang dibangun di atas keikhlasan
Dan dalam menegakkan dakwah ini pun harus berlandaskan dengan ilmu dan keyakinan. Tidak boleh berdakwah bermodalkan kebodohan (lihat at-Tamhid, hal. 65)
Dengan demikian dakwah ini harus tegak di atas ilmu dan keikhlasan. Penyebab terbesar yang merusak dakwah adalah ketiadaan ikhlas atau ketiadaan ilmu. Perlu dipahami juga bahwa yang dimaksud ilmu di sini bukan hanya seputar hukum agama/materi dakwahnya, tetapi ia juga mencakup pemahaman terhadap kondisi mad’u dan cara yang paling tepat untuk mendakwahinya/metode yang hikmah (lihat al-Qaul al-Mufid, 1/82)
Ayat-ayat di atas kembali menunjukkan kepada kita tentang betapa pentingnya dakwah tauhid. Karena mengingat besarnya kebutuhan manusia guna membenahi aqidah mereka, dan mengajarkan tauhid ini merupakan kewajiban yang paling utama, aqidah tauhid ini pula yang menjadi asas tegaknya amal salih. Oleh sebab itu para rasul menjadikan aqidah tauhid ini sebagai prioritas utama dalam dakwahnya. Begitu pula penjelasan Allah di dalam al-Qur’an tentang tauhid juga menempati posisi dan jatah yang paling besar (lihat al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 5-6)
Syaikh Muhammad at-Tamimi mengatakan dalam risalahnya al-Ushul ats-Tsalatsah bahwa perkara terbesar yang Allah perintahkan adalah tauhid; yaitu mengesakan Allah dalam beribadah. Maksudnya adalah beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun; apakah itu nabi, malaikat, raja, dsb (lihat Syarh Tsalatsah Ushul al-Utsaimin, hal. 39)
Diantara dalil yang menunjukkan pentingnya dakwah tauhid ini adalah firman Allah (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-’Ashr : 1-3)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik); mereka itulah orang yang diberikan keamanan dan mereka itulah orang yang akan diberi petunjuk.” (al-An’am : 82)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)
Amal salih adalah amal yang dilandasi keimanan, yang dikerjakan karena Allah/ikhlas dan sesuai dengan tuntunan rasul. Apabila amal itu dibangun di atas kekafiran atau kesyirikan maka tidak akan diterima oleh Allah. Oleh sebab itu yang menjadi konsentrasi terbesar adalah bagaimana menjaga amalan agar tidak rusak karena syirik atau sebab yang lainnya; dan ini bukan perkara sepele..
Perpustakaan al-Mubarok,
Senin 19 Syawwal 1442 H – Kasihan Bantul Yogyakarta