Memetik Pelajaran dan Nasihat dari Khutbah Mu’awiyah

Bismillah.

Di dalam Sahih Bukhari tepatnya di dalam Kitabul Ilmi, terdapat sebuah hadits yang sangat menarik untuk kita cermati. Sebuah hadits yang dituturkan oleh sahabat yang mulia Mu’awiyah radhiyallahu’anhu ketika beliau sedang berkhutbah di Madinah di atas mimbar yang dahulu digunakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Isi hadits itu adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama. Aku hanyalah orang yang membagikan (ghanimah, pent), sedangkan Allah adalah Yang memberi. Dan akan senantiasa umat ini tegak di atas perintah Allah tidak akan membahayakan mereka siapa pun yang menyelisihi mereka hingga datang ketetapan dari Allah.” (HR. Bukhari)

Imam Tirmidzi di dalam Jami’-nya bembuat bab untuk hadits ini yang datang dari jalur Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma dengan judul : ‘Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama’.

Ibnu Hajar menerangkan, bahwa Ibnu Abi ‘Ashim dan ath-Thabarani meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia, belajarlah ilmu, sesungguhnya ilmu itu hanya bisa diperoleh dengan menuntut ilmu. Dan fikih/pemahaman agama hanya bisa diraih dengan mendalami ilmu fikih/agama. Barangsiapa yang Allah kehendaki baik niscaya Allah pahamkan dia dalam agama.”  

Abu Bakr al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawa’id menukil riwayat dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama dan Allah berikan bimbingan ilham kepadanya untuk melakukan kebaikan.” (HR. al-Bazzar dan ath-Thabarani dalam al-Kabir dan para priwayatnya dinyatakan tsiqah oleh al-Haitsami)

Yang dimaksud fikih/pemahaman dalam hadits di atas adalah kepahaman terhadap hukum-hukum agama dan pemahaman ilmu yang membuahkan amalan, bukan hanya menjadi wawasan, demikian keterangan Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad secara ringkas.

Hadits ini memuat faidah bahwa Allah memiliki sifat irodah/berkehendak. Semua sifat Allah yang telah disebutkan dalam al-Qur’an atau hadits yang sahih maka wajib ditetapkan tanpa menyerupakan sifat-sifat Allah itu dengan sifat-sifat makhluk.

Yang dimaksud bahwa umat ini akan tegak di atas perintah Allah adalah sebagian dari umat ini. Ungkapan ini termasuk dalam cakupan istilah umum tetapi yang dimaksudkan adalah khusus. Dalilnya adalah hadits sahih dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang berjaya…” (HR. Bukhari)

Adapun yang dimaksud tha’ifah manshurah ‘kelompok yang diberikan kemenangan’ ini adalah para ulama yang memegang teguh atsar/hadits dan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah penafsiran yang diberikan oleh Imam Bukhari. Imam Ahmad mengatakan, “Apabila mereka -tha’ifah manshurah- itu bukan ahlul hadits maka aku tidak tahu lagi siapa kah mereka itu.”

al-Qadhi ’Iyadh menjelaskan, bahwa yang dimaksud oleh Imam Ahmad itu adalah bahwa mereka itu adalah Ahlus Sunnah dan orang-orang yang berpegang-teguh dengan mazhabnya ahli hadits.

Faidah hadits ini antara lain :

– Dorongan untuk menimba ilmu
– Keutamaan para ulama di atas segenap manusia
– Allah memiliki sifat berkehendak
– Kepahaman dalam hal agama merupakan tanda kebaikan hamba
– Membimbing umat untuk mengikuti Sunnah dan menyampaikannya secara terbuka di atas mimbar
– Iman kepada qadha’ dan qadar
– Dorongan agar tetap berpegang-teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah

Demikian sedikit tulisan dan faidah yang bisa kami sajikan -dengan taufik dari Allah semata- semoga berguna bagi diri kami pribadi dan segenap pembaca di mana pun berada. 

Wallahu a’lamu bish shawaab.

# Sumber : Kutub wa Rasa-il Abdil Muhsin al-Mujallad ats-Tsani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *