Maslahat Ibadah

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Suatu hal yang kita yakini bersama, bahwa Allah menciptakan kita bukan karena kebutuhan Allah kepada makhluk-Nya. Allah Maha Cukup, sehingga sedikit pun Allah tidak membutuhkan sesuatu apapun dari alam semesta.

Allah menceritakan perkataan Nabi Musa ‘alaihis salam kepada Bani Isra’il (yang artinya), “Jika kalian kafir dan juga seluruh yang ada di bumi, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Ibrahim : 8)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Maka maslahat ibadah tidaklah kembali kepada Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak membutuhkan mereka dan tidak juga ibadah-ibadah mereka. Seandainya mereka semua kafir maka hal itu tidak akan mengurangi kerajaan Allah sama sekali. Dan seandainya mereka semua taat maka hal itu pun tidak akan menambah apa-apa di dalam kerajaan-Nya.” (Da’watu at-Tauhid wa Sihamul Mughridhin, hal. 8)

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman, “Wahai hamba-hamba-Ku, seandainya orang yang paling pertama sampai yang paling terakhir diantara kalian dari kalangan manusia atau jin, mereka semua memiliki hati yang paling bertakwa diantara kalian maka hal itu tidak akan menambah sedikit pun dalam kerajaan-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku, seandainya orang yang pertama hingga paling terakhir diantara kalian dari kalangan manusia dan jin, semuanya memiliki hati yang fajir/jahat sejahat-jahatnya hati diantara kalian, maka hal itu pun tidak akan mengurangi sedikit pun dari kerajaan-Ku.” (HR. Muslim dari Abu Dzarr radhiyallahu’anhu)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Sesungguhnya Allah tidak butuh kepada kita dan tidak pula kepada ibadah-ibadah kita. Akan tetapi sesungguhnya kita inilah yang membutuhkan ibadah kepada Allah; supaya mendekatkan diri kita kepada-Nya, agar kita bisa sampai kepada Rabb kita ‘azza wa jalla, dan memperkenalkan diri kita kepada-Nya, maka dengan itu kita akan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.” (Da’watu at-Tauhid wa Sihamul Mughridhin, hal. 9)

Ketika menjelaskan faidah hadits di atas, Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullah berkata, “Dan bahwasanya ketakwaan setiap insan sesungguhnya akan memberikan manfaat bagi orang yang bertakwa itu sendiri. Demikian pula kefajiran/maksiat yang dilakukan oleh setiap orang yang fajir maka itu pun hanya akan membahayakan dirinya sendiri.” (Kutub wa Rasa’il, 3/157)

Oleh sebab itu, ibadah adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan diri kita. Tanpanya manusia akan merugi dan celaka. Allah berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)

Allah telah menegaskan (yang artinya), “Maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)

Ibadah kepada Allah merupakan jalan untuk menggapai kebahagiaan hidup. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik, dan benar-benar Kami akan memberikan balasan kepada mereka dengan pahala yang jauh lebih baik daripada apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)

Ibadah kepada Allah adalah jalan untuk merengkuh kemuliaan perjumpaan dengan-Nya di dalam kenikmatan surga. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Ibadah kepada Allah adalah dengan tunduk dan taat kepada-Nya. Dalam kitabnya Taisir al-‘Aziz al-Hamid, Syaikh Sulaiman bin ‘Abdullah rahimahullah berkata, “Ibadah kepada-Nya adalah taat kepada-Nya dengan melakukan hal yang diperintahkan dan meninggalkan hal yang dilarang. Itulah hakikat agama Islam. Karena makna ‘islam’ adalah kepasrahan kepada Allah yang mengandung puncak kepatuhan dan diliputi puncak perendahan diri dan ketundukan.” Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan, bahwa agama Allah ini disebut dengan ‘islam’ disebabkan ia mengandung perendahan diri dan ketundukan kepada perintah dan larangan Allah (lihat al-Fawa’id al-‘ilmiyah min ad-Durus al-Baziyah, 2/82)

Dengan demikian ibadah -yang hal itu merupakan tujuan hidup manusia- terwujud dalam ketundukan dirinya kepada perintah Allah dengan melaksanakannya dan ketundukan diri kepada larangan Allah yaitu dengan menjauhinya. Inilah yang disebut sebagai ibadah, dan inilah hakikat dari agama Islam. Jadi, bukanlah hakikat islam ‘semata-mata kebebasan’ sebagaimana yang dikehendaki oleh kaum Liberal. Benar, bahwa Islam membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk. Akan tetapi kebebasan mereka itu ditundukkan oleh penghambaan kepada Allah; yaitu tunduk kepada perintah dan larangan-Nya. Inilah hakikat kebebasan yang sejati.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama/amal kepada-Nya dengan hanif/bertauhid, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah : 5)

Adapun apabila manusia bebas melakukan apa saja yang dikehendaki oleh perasaan dan hawa nafsunya, maka sesungguhnya itu adalah pengabdian kepada Iblis dan bala tentaranya. Sehingga mereka tolak ajaran tauhid dan lebih memilih kemusyrikan, bahkan mereka tega menjuluki rasul pembawa rahmat sebagai penyihir dan pendusta, demi menjauhkan umat manusia dari dakwah dan kebenaran yang beliau bawa. Allah berfirman (yang artinya), “Dan mereka/orang-orang kafir terheran-heran ketika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan diantara mereka. Orang-orang kafir itu mengatakan, ‘Ini adalah penyihir dan tukang dusta. Apakah dia hendak menjadikan sesembahan-sesembahan ini sehingga menjadi satu sesembahan saja. Sesungguhnya ini adalah perkara yang sangat mengherankan.’.” (Shad : 4-5)

Tauhid adalah jalan kebahagiaan bagi umat manusia. Tauhid bukanlah untuk kepentingan Allah, karena Allah sedikit pun tidak membutuhkan makhluk-Nya. Ketika manusia tunduk kepada syari’at Allah dan petunjuk-petunjuk-Nya maka hal itu adalah demi kemaslahatan dan keselamatan diri mereka sendiri. Allah tidak diuntungkan dengan ibadah dan ketaatan mereka kepada syari’at-Nya, sebagaimana Allah juga tidak dirugikan dengan kedurhakaan dan pembangkangan mereka kepada-Nya. Maka, memahamkan tauhid kepada umat manusia merupakan tugas mulia para da’i ila Allah. Mereka yang menjelaskan kepada manusia tentang hakikat penghambaan kepada-Nya. Yang dengan itulah manusia akan mencapai derajat takwa dan meraih surga.

Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 21)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Semua yang disebutkan dalam al-Qur’an yang berisi -perintah- untuk beribadah maka maknanya adalah -perintah- untuk bertauhid.” (disebutkan oleh Imam al-Baghawi rahimahullah dalam tafsirnya Ma’alim at-Tanzil, hal. 20)

Makna ‘mudah-mudahan kalian bertakwa’ ialah ‘supaya kalian selamat dari adzab’. Demikian sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam al-Baghawi dalam tafsirnya (hal. 20)

Imam Ibnu Jauzi rahimahullah menyebutkan beberapa penafsiran ulama salaf terhadap kalimat ‘mudah-mudahan kalian bertakwa’. Diantaranya, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma menjelaskan maksudnya adalah ‘mudah-mudahan kalian menjaga diri dari syirik’. Adapun adh-Dhahhak rahimahullah menerangkan bahwa maksudnya adalah ‘mudah-mudahan kalian menjaga diri dari api neraka’. Mujahid rahimahullah menafsirkan, bahwa maksudnya adalah ‘mudah-mudahan kalian taat kepada-Nya’ (lihat Zaadul Masiir fi ‘Ilmi at-Tafsir, hal. 48)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Maksud ‘mudah-mudahan kalian bertakwa’ ialah supaya kalian mencapai derajat yang tinggi ini yaitu ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla. Hakikat takwa itu adalah mengambil perlindungan dari azab Allah dengan cara melakukan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.” (Ahkam minal Qur’an, hal. 106)

Ayat di atas -al-Baqarah : 21- juga memberikan faidah kepada kita, bahwasanya ibadah merupakan kewajiban seluruh umat manusia. Semua orang wajib untuk tunduk beribadah/bertauhid kepada Allah. Ibadah itu pun harus ditegakkan di atas dua asas; ikhlas kepada Allah dan sesuai dengan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat Ahkam minal Qur’an, hal. 106)

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mau menundukkan akal, perasaan, dan hawa nafsu kita kepada petunjuk Allah dan tunduk beribadah kepada-Nya dengan ikhlas dan sesuai dengan bimbingan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya inilah jalan yang akan mengantarkan hamba menuju kebahagiaan dan keselamatan.

—-

banner donasi buku Nasihat-Nasihat Ramadhan2 ungu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *