Mahalnya Kesadaran

Sering kita dengar bahwa negara tertentu memiliki kesadaran yang sangat tinggi dalam menjaga kebersihan sampai-sampai orang yang membuang sampah sembarangan dikenakan denda. Begitu pula di sebagian negara kesadaran rakyat sangat tinggi dalam memperhatikan masalah tauhid, sampai-sampai setiap jenjang pendidikannya selalu diajarkan tentang tauhid.

Apabila kita cermati dengan seksama, ternyata kesadaran adalah perkara yang sangat penting dalam membangun sebuah masyarakat. Kesadaran untuk memberikan kontribusi positif bagi lingkungannya. Kesadaran untuk menjaga nilai-nilai kebaikan dan menyingkirkan hal-hal yang merusak dan menghancurkan kehidupan. Dan apabila kita telisik, ternyata kesadaran ini hanya bisa tumbuh dengan penanaman ilmu yang benar. Hal ini mengingatkan kita akan ucapan Imam Bukhari rahimahullah, “Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan.”

Sebuah masyarakat tanpa kesadaran hanya akan menjelma menjadi kumpulan manusia dengan hawa nafsu yang dipertuhankan dan kezaliman yang merajalela. Sesungguhnya keberkahan dari langit dan bumi hanya akan turun kepada masyarakat yang beriman dan bertakwa. Sementara iman dan takwa tidak akan bersemi dan subur kecuali dengan ilmu dan tarbiyah. Tidaklah heran jika perjuangan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mekah selama sepuluh tahun lebih lebih menitikberatkan dalam hal pemantapan aqidah. Karena aqidah menjadi pondasi dan ruh dalam sikap beragama dan mempercepat tumbuhnya kesadaran iman dan takwa.

Iman dan takwa hanya akan bisa tumbuh dan berkembang dengan tarbiyah. Tarbiyah adalah pembinaan dan bimbingan serta pemeliharaan secara bertahap dari dasar hingga mencapai tingkatan-tingkatan kesempurnaan. Oleh sebab itu orang yang rabbani adalah yang membina manusia dengan ilmu-ilmu yang dasar sebelum ilmu-ilmu yang besar. Orang yang rabbani adalah yang berilmu, beramal, dan berdakwah. Tarbiyah paling utama adalah tarbiyah iman dan aqidah. Karena itulah setiap rasul seirama untuk menyerukan aqidah tauhid sebagai asas agama. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)

Ilmu pun bukan sekedar hafalan dan wawasan. Hal inilah yang ditanamkan oleh salafus shalih kepada generasi sesudahnya. Karena hakikat ilmu adalah yang bermanfaat bagi kehidupan dan membuahkan rasa takut kepada Allah. Sebagaimana telah dijelaskan di dalam al-Qur’an (yang artinya), “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (Fathir : 28). Seperti yang dikatakan oleh Imam asy-Sya’bi rahimahullah dan para ulama yang lain, bahwa hakikat orang yang berilmu adalah yang takut kepada Allah. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengingatkan, “Bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi ilmu itu adalah rasa takut.”

Kesadaran menjadi sangat mahal dan sulit ditemukan ketika ilmu dan tarbiyah ini menjadi ‘barang’ yang tidak disukai oleh manusia. Seolah ilmu dan tarbiyah itu menjadi sampah atau momok dalam keseharian. Ilmu dan tarbiyah menjadi monster yang menakutkan dan dianggap merusak masa depan. Padahal sejatinya ilmu dan tarbiyah inilah yang menjadi jalan kebahagiaan insan. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu (agama) niscaya Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Manusia lebih peka kepada uang dan materi daripada ilmu dan aqidah. Manusia lebih merasa susah dan sedih ketika hartanya habis dan badannya sakit daripada ketika tidak pernah hadir dalam majelis ilmu dan malas beramal salih. Kebanyakan manusia seperti yang dijelaskan di dalam ayat, bahwa mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia. Padahal akhirat itulah yang lebih kekal…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *