Lakukan Yang Terbaik

Bismillah.

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji segenap insan; supaya teruji siapakah diantara mereka yang terbaik amalnya. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada nabi kita Muhammad, para sahabatnya, dan pengikut mereka yang setia. Amma ba’du.

Detik demi detik perjalanan hidup menjadi sangat berharga bagi kita ketika kita mengetahui dan menyadari bahwa kematian semakin dekat dan hari akhirat ada di hadapan. Seperti yang dinasihatkan oleh seorang tabi’in yang bernama Tsabit al-Bunani rahimahullah. Beliau berkata, “Beruntunglah orang yang banyak mengingat saat datangnya kematian. Tidaklah seorang hamba memperbanyak ingat kematian melainkan akan tampak pengaruhnya di dalam amal perbuatannya.” 

Oleh sebab itu ketika sebagian salaf dimintai nasihat dia pun menjawab, “Ketahuilah, bahwa tentara kematian senantiasa menunggu dirimu.” Dengan mengingat kematian seorang akan segera terdorong untuk memperbaiki masa lalunya dengan taubat dan memperbaiki masa depannya dengan doa dan tawakal. Sebab tidak ada yang bisa melindunginya dari keburukan selain Allah semata.

Bimbingan untuk melakukan yang terbaik adalah petunjuk Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satu contohnya adalah sabda beliau, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia mengatakan kebaikan atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Apabila tidak ada kebaikan yang bisa diucapkan maka seorang muslim diperintahkan untuk diam. Hal ini menunjukkan bahwa yang lebih utama adalah mengatakan kebaikan.

Diantara ucapan terbaik yang diperintahkan adalah membaca ayat-ayat al-Qur’an dan mendakwahkan ajaran-ajarannya kepada manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Demikian pula dakwah tauhid merupakan sebaik-baik ucapan diantara semua ajakan kebaikan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan siapakah yang lebih baik ucapannya daripada orang yang mengajak menuju Allah seraya beramal salih, dan dia mengatakan ‘sesungguhnya aku adalah bagian dari kaum muslimin’.” (Fushshilat : 33)

Begitu pula ketika berselisih dalam urusan agama, tidak ada jalan selain kembali kepada Allah dan Rasul-Nya; itulah cara yang benar dan terbaik. Tidak ada kebaikan kecuali dengan kembali kepada al-Kitab dan as-Sunnah. Allah berfirman (yang artinya), “Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara kembalikanlah kepada Allah dan Rasul; jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Itulah yang terbaik dan lebih bagus hasilnya.” (an-Nisaa’ : 59)

Sebagaimana Allah juga perintahkan kita untuk menolak perilaku yang jelek dengan perbuatan yang lebih baik. Sebagaimana salah satu sifat ibadurrahman adalah membalas ucapan buruk kaum yang jahil dengan ucapan yang membawa keselamatan. Begitu pula Allah lebih mencintai amal-amal wajib di atas amal-amal sunnah. Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” (HR. Bukhari)

Apabila amal-amal yang wajib telah ditunaikan maka kita dianjurkan untuk melakukan amal-amal yang sunnah agar semakin dicintai oleh Allah. Diantara amal-amal sunnah menimba ilmu agama adalah sebaik-baik amalan. Karena dengan ilmu Allah akan mudahkan jalan hamba menuju surga-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu (agama) Allah mudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Apalagi ilmu yang berkaitan dengan hal-hal yang wajib maka itu termasuk perkara yang wajib bagi kita. Apabila kita lalai dan meremehkan ilmu-ilmu yang wajib ini kita menjadi berdosa. Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu ketika hendak berangkat ke Yaman, “Jadikanlah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari). Hal ini memberikan faidah bahwa dakwah tauhid dan ilmu aqidah merupakan materi terpenting dan terbaik yang harus diketahui setiap insan.

Allah juga membimbing kita untuk melakukan yang terbaik di dalam hidup. Menjadi orang yang bermanfaat bagi diri pibadi maupun masyarakat. Bermanfaat bagi diri sendiri dengan iman dan amal salih, serta memberikan manfaat bagi umat dengan dakwah dan kesabaran. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-’Ashr : 1-3)

Amalan terbaik bukanlah amal yang paling banyak, tetapi amalan yang paling ikhlas dan paling sesuai tuntunan. Allah berfirman (yang artinya), “Yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (al-Mulk : 2). Banyaknya amalan jika tidak dilandasi tauhid dan keikhlasan akan sia-sia. Allah berfirman (yang artinya), “Seandainya mereka berbuat syirik pasti lenyap apa-apa yang telah mereka lakukan.” (al-An’aam : 88)  

Para ulama mengatakan bahwa amal-amal itu sesungguhnya bertingkat-tingkat keutamaannya mengikuti apa-apa yang tertanam di dalam hati pelakunya berupa iman dan keikhlasan. Amalan kecil bisa menjadi besar pahalanya karena niat, dan sebaliknya amalan besar justru mengecil gara-gara niatnya yang tidak lurus. Karena itulah para ulama salaf berjuang keras untuk meraih ikhlas. Mereka memandang bahwa tidak ada sebuah perjuangan yang lebih berat daripada perjuangan untuk mencapai ikhlas. Sebagian mereka berkata, “Sesuatu yang paling berharga dan paling sulit di dunia ini adalah ikhlas.” Karena itu pula para ulama hadits sering membawakan hadits niat di awal kitab karya mereka untuk mengingatkan perkara paling wajib dan paling baik yaitu ikhlas.

Sampai pun ucapan terbaik dan dzikir yang paling utama yaitu laa ilaha illallah tidak akan berarti di hadapan Allah jika tidak dilandasi dengan keikhlasan. Oleh sebab itulah kaum munafik dihukum kekal di kerak neraka karena mereka tidak ikhlas dalam beragama. Dengan demikian keikhlasan adalah kebaikan yang menjadi kunci segala keutamaan. Karena ikhlas dan tauhid itu berakar dari dalam hati maka perbaikan aqidah dan iman selalu menempati prioritas utama dakwah para rasul. Mengokohkan tauhid dan aqidah berarti mengokohkan pondasi agama Islam.

Dari keteguhan pondasi tauhid inilah akan menumbuhkan kemuliaan akhlak. Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim -yang baik- itu adalah yang membuat kaum muslimin lain selamat dari -gangguan- lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari). Keyakinan kuat yang tertancap di dalam hati pasti membuahkan amalan. Itulah jenis ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang berakar di dalam hati. Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau menghias-hias penampilan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amal-amal perbuatan.”

Itulah ilmu yang dipuji oleh Allah di dalam ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya yang paling merasa takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (Fathir : 28). Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “Bukanlah ilmu itu dinilai dengan banyaknya riwayat yang dibawakan, tetapi ilmu adalah yang membuahkan rasa takut.” Rasa takut kepada Allah inilah yang mendorong hamba untuk terus berjalan di atas jalur ketakwaan. Karena itulah ketika seorang ulama ditanya mengenai orang yang paling fakih diantara ahlul Madinah kala itu, beliau menjawab, “Yang paling fakih diantara mereka adalah yang paling bertakwa.”

Karena itu pula para ulama kita mengatakan; barangsiapa yang lebih mengenal Allah niscaya dia pun lebih merasa takut kepada Allah. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu menggambarkan sosok mukmin ketika melihat dosanya merasa bahwa dirinya berada di ambang kebinasaan; dia seolah sedang duduk di bawah gunung yang dia khawatir gunung itu akan hancur menimpanya. Adapun orang kafir atau fajir merasa bahwa dosanya itu remeh, hanya seperti seekor lalat yang singgah di depan hidungnya lalu dia halau cukup dengan jarinya begitu saja.

Melakukan yang terbaik adalah fitrah manusia. Oleh sebab itu para sahabat sering bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amal apakah yang paling utama” atau “Siapakah orang yang paling utama” atau ungkapan-ungkapan lain yang semakna. Hanya saja untuk mewujudkan sesuatu yang terbaik seorang insan butuh pada bantuan dan bimbingan Rabbnya. Apabila seorang hamba disandarkan kepada kekuatan dirinya sendiri maka sesungguhnya dia disandarkan kepada kelemahan dan kekurangan dari segala sisi. Oleh sebab itu setiap insan butuh untuk selalu mengingat Allah dan bergantung kepada-Nya dalam setiap kesempatan dan keadaan. Karena dengan ingat kepada Allah akan membuat hatinya tentram. Dengan membaca dan merenungkan ayat-ayat Allah akan menambah keimanan dan keyakinan hatinya. Inilah sebab yang membuat hidup hatinya.

Malik bin Dinar rahimahullah mengatakan, “Orang-orang yang malang dari para penduduk dunia; mereka keluar darinya dalam keadaan belum merasakan sesuatu yang palng baik di dalamnya.” Orang-orang bertanya, “Wahai Abu Yahya, apakah itu yang terbaik di dalamnya.” Beliau menjawab, “Mengenal Allah ‘azza wa jalla.” Hal ini menunjukkan kedalaman ilmu salafus shalih. Mereka memahami bahwa kebaikan di dunia itu terletak pada ilmu dan ibadah, bukan pada kesenangan dan perhiasan dunia yang fana. Inilah kenikmatan yang dilalaikan oleh banyak manusia.

Islam adalah agama terbaik dan satu-satunya jalan yang mengantarkan kepada keselamatan. Akan tetapi di saat yang sama, banyak orang justru memusuhi Islam dan melecehkan pemeluknya. Kitab al-Qur’an adalah kitab yang paling mulia dan terjaga hingga akhir masa, tetapi di saat yang sama banyak orang meninggalkan ajaran dan petunjuknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia terbaik teladan umat manusia tetapi di saat yang sama banyak orang justru lebih gandrung dan memuja tokoh-tokoh durjana. Tauhid adalah dakwah yang paling utama dan paling bermanfaat bagi kemanusiaan, tetapi di saat yang sama banyak orang yang mencibir dan berupaya keras menyingkirkan dakwah tauhid itu dengan segala cara dan tipu daya.

Sungguh indah nasihat Imam al-Auza’i rahimahullah ulama besar panutan penduduk Syam di masanya yang mengatakan, “Tetaplah kamu mengikuti jalan pendahulu (yang salih) meskipun orang-orang menolakmu. Dan jauhilah pendapat akal-akal manusia walaupun mereka berusaha menghias-hiasinya dengan ucapan yang indah.” Meniti jalan salafus shalih butuh pada kesabaran dan ilmu yang lurus. Tanpa kesabaran manusia akan hanyut dalam fitnah syahwat, dan tanpa ilmu dan keyakinan manusia akan tenggelam dalam lautan syubhat.

Meniti jalan salafus shalih tidak cukup hanya dengan pengakuan dan slogan, betapa banyak orang yang mendaku tetapi fakta mendustakan apa-apa yang diucapkan olehnya –wal ‘iyadzu billah-. Seorang penyair mengatakan, “Setiap orang mengakui punya hubungan dengan Laila, tetapi ternyata Laila tidak merestui itu semua.” Karena itulah kita diajari setiap hari untuk terus meminta hidayah kepada Allah, untuk berdoa memohon ilmu yang bermanfaat. Karena nikmat teragung bagi seorang hamba di alam dunia ini adalah ilmu yang bermanfaat dan amal salih. Itulah nikmat hidayah yang kita minta kepada Allah setiap hari di dalam sholat kita. Dengan nikmat itulah seorang hamba akan dijaga oleh Allah sehingga meninggal dan berjumpa dengan-Nya dalam keadaan beriman.      

Dengan hidayah itulah orang akan bisa meraih yang terbaik. Ketika nikmat tercurah maka syukur pun mengalir dan menghiasi lisan dan anggota badannya. Ketika musibah menerpa maka sabar pun menyejukkan hati dan pikirannya. Ketika terseret arus dosa maka taubat dan istighfar pun melekat dan membasahi hati dan lisannya. Kekayaan dan kedudukan tidak membuatnya hanyut dalam kelalaian dan kedurhakaan. Sebagaimana kemiskinan dan status sebagai bawahan pun tidak membuatnya protes terhadap takdir Allah yang Mahabijaksana.

Di mana pun ia berada dan kemana pun dia melangkah dia yakin bahwa Allah selalu mengawasi hati dan perilakunya. Dia meyakini bahwa kemuliaan seorang hamba tidak bisa dicapai kecuali dengan bekal takwa. Karena itulah seorang salaf berpesan kepada anaknya untuk bertakwa ‘karena barangsiapa yang bertakwa kepada-Nya niscaya Allah akan menjaga dirinya’. Inilah surga dunia yang mengantarkan hamba-hamba Allah menuju surga di akhirat. Bukankah Allah mengatakan bahwa surga itu disediakan bagi orang-orang yang bertakwa? Inilah maksud ucapan para ulama, “Sesungguhnya di dunia ini ada surga. Barangsiapa tidak memasuki surga dunia maka dia tidak akan masuk surga di akhirat.” Semoga catatan ini bermanfaat bagi kita semua. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *