Bismillah.
Alhamdulillah pada bagian sebelumnya kita telah membahas sebagian faidah dari ayat tentang keutamaan tauhid, yaitu firman Allah (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik); mereka itulah yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah yang diberikan petunjuk.” (al-An’am : 82)
Sebagaimana sudah dibahas pada kesempatan sebelumnya, bahwa tauhid yang bersih dari syirik merupakan sebab utama untuk meraih keamanan dan hidayah. Yang dimaksud keamanan adalah ketenangan hati dan terbebas dari cekaman rasa takut. Adapun yang dimaksud mendapatkan hidayah artinya mereka itu akan diberi taufik untuk meniti jalan yang lurus dan tegar di atasnya (lihat al-Mulakhash fi Syarh Kitab at-Tauhid, hlm. 24)
Perlu ditegaskan kembali, bahwa yang dimaksud ‘orang-orang beriman’ di sini adalah mereka yang bertauhid dan memurnikan ibadahnya untuk Allah semata. Selain itu mereka juga membersihkan dirinya dari syirik. Keamanan yang akan diperoleh itu mencakup keamanan secara mutlak; yaitu tidak diazab sama sekali, atau bisa juga bermakna keamanan pada akhirnya; yaitu seandainya mereka diazab maka pada akhirnya mereka masuk surga dengan tauhidnya. Hal ini menunjukkan betapa besar keutamaan tauhid dan bahaya syirik; karena pelaku syirik tidak akan mendapatkan keamanan kecuali apabila dia bertaubat dan memurnikan tauhidnya (lihat I’anatul Mustafid, 1/77-80)
Sehingga kezaliman yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah syirik. Sebagaimana ditafsirkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Salman al-Farisi, dan Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu’anhum (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 8/444). Dan demikianlah penafsiran ayat itu berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu (lihat ad-Durr al-Mantsur, 6/116)
Dari sini kita bisa memetik pelajaran bahwa barangsiapa yang tidak menjauhi syirik maka dia tidak akan mendapatkan keamanan dan hidayah secara keseluruhan. Dan barangsiapa yang selamat dari syirik niscaya dia akan memperoleh keamanan dan hidayah sekadar dengan tingkat keimanan dan keislamannya. Keamanan dan hidayah yang sempurna tidak akan diperoleh kecuali bagi orang yang datang kepada Allah dalam keadaan bersih dari dosa besar. Adapun apabila orang yang bertauhid itu masih membawa dosa-dosa sebelum matinya maka dia akan mendapatkan keamanan dan hidayah sekadar dengan tingkatan tauhidnya, dan itu artinya dia juga akan kehilangan sebagian dari keamanan dan hidayah sekadar dengan maksiatnya (lihat Qurratu ‘Uyun al-Muwahidin, hlm. 10)
Dari sini kita juga bisa menyimpulkan bahwa semakin orang terbebas dari perilaku kezaliman maka akan semakin sempurna pula keamanan dan hidayah yang akan dia peroleh. Semakin sempurna tauhid dan semakin sedikit kezaliman yang dilakukan seorang hamba maka semakin besar pula keamanan dan hidayah yang akan diberikan kepadanya. Sebaliknya, apabila kezaliman yang dia lakukan semakin besar maka semakin kecil pula kadar keamanan dan hidayah yang akan dia dapatkan (lihat at-Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid, hlm. 25)
Ayat yang mulia ini juga mengandung pelajaran bahwa membersihkan tauhid dari kotoran syirik dan kezaliman merupakan sebab untuk meraih hidayah di dunia untuk mengikuti syari’at Allah dalam bentuk ilmu dan amalan. Hidayah berupa ilmu biasa disebut dengan hidayah irsyad/bimbingan, sedangkan hidayah beramal disebut dengan istilah hidayah taufik. Selain itu, orang yang bertauhid akan diberi hidayah di akhirat untuk masuk ke dalam surga (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, 1/57-58 tahqiq Syaikh Sulaiman dan Syaikh Khalid)
Berbeda dengan keadaan orang kafir dan musyrik karena mereka tidak akan mendapatkan keamanan dan hidayah sama sekali. Sehingga kesudahan mereka adalah tersiksa di dalam api neraka, wal ‘iyadzu billah; kita berlindung kepada Allah dari hal itu (lihat Syarh Kitab at-Tauhid li Ibni Baz, hlm. 33)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa amal-amal kebaikan itu akan membuahkan hidayah. Semakin besar amal yang dilakukan maka semakin besar pula hidayah yang akan didapatkan. Sebaliknya semakin besar kemaksiatan yang dikerjakan maka semakin besar pula kesesatan yang akan melingkupi dirinya (lihat al-Fawa’id, hlm. 194 tahqiq Syaikh Salim)
Hal ini senada dengan firman Allah (yang artinya), “Maka apabila datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123). Semakin besar usaha dan perjuangan seorang hamba dalam mengabdi kepada Allah niscaya hidayah yang Allah berikan kepadanya juga semakin besar. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami niscaya Kami akan berikan petunjuk kepadanya jalan-jalan -menuju keridhaan- Kami.” (al-’Ankabut : 69)
Hakikat orang yang mendapatkan taufik dari Allah adalah Allah tidak menyandarkan dirinya kepada kemampuan dirinya sendiri. Oleh sebab itu diantara dzikir pagi petang yang dipanjatkan seorang muslim adalah ‘Yaa hayyu, yaa qayyumu bi rahmatika astaghiitsu, ashlih li sya’ni kullah wa laa takilni ila nafsi tharfata ‘ainin’ artinya, “Wahai Yang Maha Hidup, Wahai Yang Maha Menegakkan -segala urusan- dengan rahmat-Mu aku minta keselamatan, perbaikilah urusanku semuanya, dan janganlah Engkau sandarkan aku kepada diriku sendiri walaupun hanya sekejap mata.” (HR. al-Hakim dan beliau menyatakan sahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi)
Dengan demikian orang yang akan mendapatkan taufik itu adalah yang beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan syirik. Orang yang berdoa kepada Allah semata dan meninggalkan segala sesembahan selain-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabb kalian mengatakan; Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan permohonan kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku pasti akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir : 60). Allah berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu milik Allah, maka janganlah kalian menyeru/berdoa kepada selain Allah siapa pun dia.” (al-Jin : 18)
Orang yang mendapatkan taufik adalah yang mau berjuangkeras untuk mengikuti ajaran agama Islam. Dia berusaha untuk mengikuti petunjuk Allah yang ada di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Orang yang mendapatkan taufik adalah yang tidak segan-segan untuk melangkahkan kakinya dalam rangka mencari ilmu agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu (agama) maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Orang yang mendapatkan taufik adalah mereka yang beribadah dengan ikhlas kepada Allah dan membersihkan hatinya dari segala kotoran syirik dan kezaliman. Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi yang artinya, “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amalan seraya mempersekutukan Aku dengan selain-Ku niscaya Aku tinggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)
Bagaimana seorang manusia yang zalim lagi bodoh bisa selamat dari kehancuran dan meraih hidayah hingga negeri keabadian apabila Rabbnya meninggalkan dirinya, tidak memberikan bantuan dan pertolongan kepadanya? Kepada siapa dia hendak meminta pertolongan?!
Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk meraih ridha dan surga-Nya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Yogyakarta, Sya’ban 1440 H / April 2019 M
Redaksi al-mubarok.com