Kalian Tidak Menyembah Apa Yang Aku Sembah

109surah_kafirun

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, salah satu perkara mendasar dalam agama Islam adalah tauhid. Bahkan inilah pokok utama dan asas tegaknya agama. Oleh sebab itu tidaklah diterima segala bentuk amal tanpanya. Termasuk di dalamnya ibadah dengan segala bentuk dan macamnya. Ibadah tanpa tauhid tidak berharga di sisi Allah ta’ala.

Allah berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (An-Nisaa’ : 36)

Allah berfirman (yang artinya), “Maka janganlah kalian menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu sementara kalian mengetahui.” (Al-Baqarah : 22)

Allah menyatakan bahwa amal orang-orang musyrik sia-sia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang dahulu mereka lakukan kemudian Kami jadikan ia bagaikan debu-debu yang beterbangan.” (Al-Furqan : 23)

Ibadah kepada Allah memiliki cakupan yang sangat luas, berupa ucapan dan perbuatan, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi. Ibadah itu semuanya akan bernilai dan diterima di sisi Allah apabila dilandasi dengan tauhid dan keikhlasan, tidak tercampuri syirik dan haus sanjungan. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (Al-Kahfi : 110)

Allah ta’ala berfirman dalam hadits qudsi, “Aku adalah dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amalan dengan mempersekutukan di dalamnya bersama-Ku dengan [sesembahan] selain Aku, maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah bahwasanya ibadah tidaklah dinamakan ibadah kecuali apabila disertai dengan tauhid. Apabila syirik mencampuri suatu ibadah maka ia menjadi rusak sebagaimana halnya hadats apabila menimpa thaharah.” (lihat Al-Qawa’id Al-Arba’)

Karena itulah, di dalam surat Al-Kafirun, Allah memerintahkan kepada nabi-Nya untuk berkata kepada orang-orang musyrik (yang artinya), “Dan kalian tidaklah menyembah apa yang Aku sembah.” (Al-Kafirun : 3). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun orang-orang musyrik itu beribadah kepada Allah dengan berbagai bentuk amalan, namun tatkala itu semua tidak disertai dengan tauhid kepada Allah maka ibadah mereka pun tidak berarti di hadapan-Nya.

Dari situlah mengapa para ulama menafsirkan ibadah dengan tauhid, karena tauhid merupakan syarat utama diterimanya ibadah. Seperti dalam firman Allah (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat : 56)

Oleh sebab itu pula disebutkan dalam hadits mengenai diutusnya Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadanya, “Hendaklah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka ialah supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dalam Kitab At-Tauhid)

Tauhid kepada Allah maksudnya adalah beribadah kepada-Nya semata dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Adapun beribadah kepada Allah namun disertai ibadah kepada selain-Nya maka ini adalah syirik kepada-Nya yang menghapuskan amalan dan kebaikan-kebaikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *