Dalam risalah al-Qawa’id al-Arba’, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menyatakan, “…Apabila anda telah mengetahui bahwasanya Allah menciptakan anda untuk beribadah kepada-Nya, ketahuilah bahwa sesungguhnya ibadah tidaklah dinamakan sebagai ibadah kecuali apabila disertai dengan tauhid. Sebagaimana halnya sholat tidak dinamakan sholat kecuali jika disertai dengan thaharah/bersuci. Apabila syirik mencampuri ibadah rusaklah ibadah itu, seperti halnya hadats yang menimpa pada thaharah.”
Sebagaimana telah disebutkan di dalam ayat (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Hal ini menunjukkan dengan jelas dan gamblang bahwa tujuan dan hikmah penciptaan manusia adalah dalam rangka mewujudkan ibadah kepada Allah. Hal itu pun bukan demi kepentingan Allah, sebab Allah tidak membutuhkan makhluk dan alam semesta ini. Akan tetapi Allah tugaskan mereka untuk beribadah kepada-Nya demi kebaikan dan kebahagiaan diri mereka sendiri. Jika mereka tunduk beribadah kepada Allah, niscaya Allah muliakan mereka. Sebaliknya, jika mereka justru kufur dan mempersekutukan-Nya Allah akan menghinakan dan menghukum mereka.
Dari sini kita bisa memetik pelajaran betapa pentingnya mengetahui hakikat dan tujuan hidup setiap manusia. Sebab betapa banyak manusia yang hidup di alam dunia ini dalam keadaan tidak menyadari atau tidak mau tahu akan hakikat dan tujuan hidupnya. Mereka hidup seperti binatang atau bahkan lebih sesat darinya. Mereka memiliki mata tetapi tidak digunakan untuk melihat kebenaran, mereka memiliki telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar petunjuk, dan mereka memiliki qolbu tetapi tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat-Nya.
Kemudian, perlu diingat bahwasanya ibadah kepada Allah apakah itu dalam bentuk sholat, membaca al-Qur’an, bersedekah, berbuat baik kepada orang lain, berpuasa, haji, dsb tidaklah bernilai di hadapan Allah apabila tidak dibarengi dengan tauhid dan keimanan. Hal ini sebagaimana telah diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Katakanlah; Maukah kami kabarkan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi amalnya; yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dalam kehidupan dunia sementara mereka mengira telah berbuat dengan sebaik-baiknya.” (al-Kahfi : 103-104)
Amalan yang tidak dilandasi dengan tauhid dan iman akan terbang sia-sia. Sebagaimana Allah tegaskan dalam ayat (yang artinya), “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu; Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)
Allah tidak mau menerima amalan yang tercampuri dengan syirik. Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman, “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amalan seraya mempersekutukan di dalamnya sesembahan selain-Ku, Aku tinggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa ibadah tidak diterima kecuali apabila disertai dengan tauhid. Artinya ibadah itu harus murni untuk Allah semata, tidak boleh diangkat sekutu-sekutu bagi-Nya dalam hal ibadah apakah itu malaikat, nabi, wali apalagi batu dan pohon. Allah berfirman (yang artinya), “Dan beribadahlah kepada Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisaa’ : 36)
Oleh sebab itu setiap rasul yang diutus oleh Allah senantiasa mengajak umatnya untuk beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan syirik kepada-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (an-Nahl : 36)
Tauhid inilah perintah Allah yang paling agung sementara syirik adalah larangan Allah yang paling besar. Karena ibadah adalah hak Allah semata, tidak ada yang berhak mendapatkan ibadah kecuali Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas segenap hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Barangsiapa menujukan ibadah dan doanya kepada selain Allah sungguh dia telah melakukan kezaliman yang sangat besar. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, oleh sebab itu janganlah kalian berdoa/menyeru bersama dengan Allah siapa pun juga.” (al-Jin : 18). Allah juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya syirik itu benar-benar kezaliman yang sangat besar.” (Luqman : 13)
Dengan demikian apabila seorang insan beribadah kepada Allah dengan berbagai bentuk amalan apakah itu sholat, puasa, zakat, haji, berjihad, berdakwah, dsb tetapi di sisi lain dia juga mempersembahkan ibadah kepada selain Allah maka itu artinya dia telah berbuat syirik kepada-Nya dan amal-amalnya tidak akan diterima oleh Allah. Oleh sebab itu Allah menegaskan dalam ayat-Nya (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama/amal untuk-Nya dengan hanif, dan supaya mereka menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Dan itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah : 5)
Hal ini juga memberikan pelajaran kepada kita bahwa syirik sangatlah berbahaya. Karena syirik akan menghapus amal-amal kebaikan dan pelakunya akan dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya kecuali apabila dia bertaubat dari dosa itu. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah, benar-benar Allah akan mengharamkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang pun penolong.” (al-Maa-idah : 72)
Dari sini kita juga bisa mengetahui bahwa hakikat orang musyrik bukanlah orang yang tidak percaya adanya Allah. Bahkan orang musyrik meyakini Allah itu ada, mereka pun beribadah kepada-Nya. Hanya saja mereka juga mempersembahkan ibadah kepada selain Allah. Inilah hakikat syirik yang membuat mereka diharamkan masuk ke dalam surga. Dengan demikian bisa jadi orang musyrik itu adalah orang yang rajin menunaikan sholat, rajin membayar zakat, rajin berpuasa dan bersedekah tetapi ternyata di sisi lain dia juga beribadah dan berdoa kepada orang-orang yang sudah mati semacam wali, orang salih atau bahkan nabi. Mereka meyakini bahwa wali atau nabi menjadi perantara bagi mereka dalam beribadah kepada Allah. Mereka mengira bahwa doa dan amalan syiriknya itu bisa mendekatkan diri kepada Allah. Namun kenyataannya justru syirik itulah yang membuat mereka mendapat murka dan hukuman Allah…
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “.. Beribadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya, inilah makna tauhid. Adapun beribadah kepada Allah tanpa meninggalkan ibadah kepada selain-Nya, ini bukanlah tauhid. Orang-orang musyrik beribadah kepada Allah, akan tetapi mereka juga beribadah kepada selain-Nya sehingga dengan sebab itulah mereka tergolong sebagai orang musyrik. Maka bukanlah yang terpenting itu adalah seorang beribadah kepada Allah, itu saja. Akan tetapi yang terpenting ialah beribadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Kalau tidak seperti itu maka dia tidak dikatakan sebagai hamba yang beribadah kepada Allah. Bahkan ia juga tidak menjadi seorang muwahhid/ahli tauhid. Orang yang melakukan sholat, puasa, dan haji tetapi dia tidak meninggalkan ibadah kepada selain Allah maka dia bukanlah muslim…” (lihat I’anatul Mustafid, Jilid 1 hal. 38-39)
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Bukanlah makna tauhid sebagaimana apa yang dikatakan oleh orang-orang jahil/bodoh dan orang-orang sesat yang mengatakan bahwa tauhid adalah dengan anda mengakui bahwa Allah lah sang pencipta dan pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, dan yang mengatur segala urusan. Ini tidak cukup. Orang-orang musyrik dahulu telah mengakui perkara-perkara ini namun hal itu belum bisa memasukkan mereka ke dalam Islam…” (lihat at-Tauhid, Ya ‘Ibadallah, hal. 22)
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Allah tidak ridha dipersekutukan bersama-Nya dalam hal ibadah dengan siapa pun juga. Tidak malaikat yang dekat ataupun nabi yang diutus. Tidak juga wali diantara para wali Allah. Dan tidak juga selain mereka. Ibadah adalah hak Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun para wali dan orang-orang salih, bahkan para rasul dan malaikat sekali pun maka tidak boleh menujukan ibadah kepada mereka dan tidak boleh berdoa kepada mereka sebagai sekutu bagi Allah ‘azza wa jalla. Perkara yang semestinya dan wajib bagi kita adalah mencintai orang-orang salih dan mengikuti keteladanan mereka serta mengikuti jalan mereka. Adapun ibadah, maka itu adalah hak Allah subhanahu wa ta’ala semata….” (lihat at-Tauhid, Ya ‘Ibadallah, hal. 25-26)
Makna dan Bahaya Syirik
Syirik adalah memalingkan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah. Misalnya adalah dengan menyembelih untuk selain Allah, bernadzar untuk selain Allah, berdoa kepada selain Allah, beristighotsah (meminta keselamatan) dari selain Allah.
Hal itu sebagaimana yang dikerjakan oleh sebagian pemuja kubur pada masa kini di sisi kubur yang dikeramatkan. Dimana mereka memohon agar dipenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka kepada orang-orang yang sudah mati. Mereka memohon supaya bisa dilepaskan dari segala kesempitan dan kesusahan. Tawaf mengelilingi kuburan dan menyembelih berbagai bentuk sembelihan untuk dipersembahkan untuk mereka. Termasuk syirik juga adalah bernadzar kepada mereka.
Perbuatan semacam itu termasuk syirik akbar. Karena ia merupakan suatu bentuk pemalingan ibadah kepada selain Allah. Padahal Allah melarang menujukan ibadah kepada selain-Nya. Sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Dan janganlah mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisaa’ : 36). Allah juga menegaskan (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan untuk-Nya agama/amalan dengan hanif…” (al-Bayyinah : 5)
Ayat-ayat yang menjelaskan hal ini banyak. Syirik akbar semacam ini menyebabkan pelakunya keluar dari Islam dan pelakunya akan berada kekal di dalam neraka Jahannam apabila dia mati dalam keadaan tidak bertaubat darinya. Sebagaimana telah ditegaskan dalam ayat (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan Allah maka benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka.” (al-Ma’idah : 72)
Dosa syirik akbar ini tidak diampuni oleh Allah. Sebagaimana Allah tegaskan dalam ayat (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan masih mengampuni dosa-dosa di bawahnya bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (an-Nisaa’ : 116)
Referensi : Majmu’ Fatawa Fadhilati Syaikh Shalih ibn Fauzan al-Fauzan, 1/15-16
Demikian sedikit catatan semoga bermanfaat bagi kita semuanya.