Jalan Yang Lurus

Dalam bahasa arab, suatu jalan disebut dengan shirath apabila jalan itu luas sehingga orang akan bisa berjalan di atasnya tanpa harus bercapek-capek dan terbebas dari kesulitan/rintangan (lihat Tafsir Surat al-Fatihah oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah, hal. 81)

Jalan yang lurus lebih mempersingkat waktu dan jarak tempuh. Adapun jalan yang berbelok-belok dan menyimpang ke kanan atau ke kiri maka ia justru semakin memperpanjang jarak dan lebih menghabiskan waktu. Oleh sebab itu dengan menempuh jalan yang lurus akan lebih cepat mengantarkan kepada tujuan (lihat Tafsir Surat al-Fatihah, hal. 81)

Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, bahwa segala sesuatu yang melenceng dari ajaran agama Allah maka itu adalah jalan yang menyimpang. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya yang Kami perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus ini. Maka ikutilah ia. Janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain; karena hal itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” (al-An’am : 153) (lihat Tafsir Surat al-Fatihah, hal. 81)

Yang dimaksud jalan yang lurus (shirathal mustaqim) itu adalah Islam. Islam inilah yang akan mengantarkan manusia menuju Allah. Agama Islam inilah jalan yang mudah dan tidak mengandung kesempitan. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Allah menjadikan di dalam agama ini suatu kesempitan.” (al-Hajj : 78) (lihat Tafsir Surat al-Fatihah, hal. 82)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menukil tafsiran shirathal mustaqim/jalan yang lurus dari Abul ‘Aliyah rahimahullah. Abul ‘Aliyah berkata, “Itu adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua orang sahabatnya yang sesudah beliau.” ‘Ashim berkata, “Kami pun menyebutkan penafsiran ini kepada al-Hasan. Maka al-Hasan berkata, “Benar apa yang dikatakan oleh Abul ‘Aliyah dan dia telah memberikan nasihat.”.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 1/139)

Jalan yang lurus inilah yang telah ditempuh oleh ‘orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah’ yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan orang-orang salih. Orang-orang yang telah memadukan di dalam drinya antara ilmu yang bermanfaat dan amal salih. Mereka berilmu dan mengamalkan ilmunya (lihat Syarh ad-Durus al-Muhimmah oleh Syaikh Abdurrazzaq al-Badr, hal. 14)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, bahwa jalan yang lurus adalah jalan yang jelas dan gamblang yang akan mengantarkan hamba menuju Allah dan surga-Nya. Hakikat jalan yang lurus itu adalah dengan mengenal kebenaran dan mengamalkannya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 39)

Dari sinilah kita bisa mengetahui betapa besarnya kebutuhan kita kepada hidayah dari Allah. Karena pada setiap saat kita membutuhkan ilmu yang bermanfaat dan amal salih. Kita butuh hidayah untuk tetap berpegang teguh dengan Islam dan mengikuti ajaran-ajarannya. Kita butuh hidayah pada setiap hembusan nafas kita untuk bisa berjalan di atas jalan yang lurus ini.

Demikian sedikit faidah seputar tafsir ‘jalan yang lurus’ yang bisa kami sajikan dalam kesempatan ini. Semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *