Penyucian Jiwa

From Hero To Zero

Bismillah.

Mungkin sebagian kita pernah mendengar ungkapan ‘from zero to hero’ yang artinya dari nol hingga menjadi hero/pahlawan. Kalau kita balik menjadi ‘from hero to zero’ artinya menjadi ‘dari pahlawan menjadi nol’.

Sebagian orang pasti pernah membaca kisah tentang 3 orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat. Mereka pula yang menjadi bahan bakar pertama dinyalakannya api neraka. Ketiganya adalah sosok dermawan, sosok yang beriilmu dan mengajarkan ilmunya, dan sosok pejuang jihad di medan laga. Kisah ini begitu populer disampaikan oleh para ulama guna mengingatkan betapa pentingnya keikhlasan.

Ketiga pelaku amal kebaikan di atas berubah status menjadi penghuni neraka -walaupun tidak kekal selamanya- disebabkan lenyapnya keikhlasan dalam amal-amalnya. Padahal itu merupakan amal yang luar biasa hebat dalam pandangan manusia. Jangan sampai kita menyangka bahwa kita bisa masuk surga semata-mata dengan amal-amal yang lahir saja. Bahkan betapa banyak amal batin yang menjadi sebab orang mendapatkan ampunan Allah dan surga-Nya.

Tidakkah kita ingat kisah seorang pelacur yang memberikan minum seekor anjing lalu Allah mengampuni dosanya. Begitu juga orang yang menyingkirkan gangguan dari jalan hingga Allah pun mencurahkan pahala baginya di surga. Ibnul Mubarok rahimahullah mengingatkan, “Betapa banyak amal yang kecil menjadi besar karena niatnya, dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil/sia-sia juga karena niatnya.”

Kita mungkin pernah mendengar kisah seorang yang dipuji oleh sebagian ulama bahwa dia telah membeli surga dengan karyanya yang membantah kekafiran. Akan tetapi pada akhir hidupnya orang tersebut justru berubah menjadi mulhid/atheis dan menyimpang dari jalan yang lurus, wal ‘iyadzu billaah. Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan kepada kita bahwa amal-amal itu akan ditentukan dengan bagaimana keadaan akhirnya…

Suatu ketika disampaikan kepada Imam Ahmad rahimahullah pujian tentangnya, maka beliau pun menanggapinya dengan ungkapan yang maknanya, “Apabila orang itu telah mengerti hakikat dirinya maka tidak lagi berguna/berpengaruh baginya ucapan dari orang-orang.” Oleh sebab itu para ulama sangat keras memperingatkan dari bahaya riya’ dan ujub. Karena ia menjadi sebab hancurnya amal-amal kebaikan.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang dahulu mereka kerjakan, kemudian Kami jadikan ia bagaikan debu-debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)

Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman (yang artinya), “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Maka barangsiapa yang melakukan suatu amalan seraya mempersekutukan di dalamnya sesuatu/pujaan selain Aku maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)

Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk mengikhlaskan amal.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *