Faidah Hadits Jibril [bagian 1]

Materi :

– Pentingnya Belajar Hadits

– Kewajiban Taat kepada Nabi

– Keutamaan Ittiba’ kepada Nabi

Pentingnya Belajar Hadits

> Sesungguhnya hadits merupakan penjelas bagi ayat-ayat al-Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan telah Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr (al-Qur’an) supaya kamu jelaskan kepada manusia apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka itu, dan mudah-mudahan mereka mau memikirkan.” (an-Nahl : 44)

Imam al-Baghawi menerangkan, bahwa yang dimaksud adz-Dzikr dalam ayat ini adalah wahyu, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berperan sebagai orang yang menjelaskan wahyu itu. Penjelasan terhadap maksud al-Kitab (al-Qur’an) ini diambil dari as-Sunnah/hadits (lihat dalam tafsir beliau Tafsir al-Baghawi, hal. 710)

Sesuatu yang masih bersifat global di dalam ayat al-Qur’an bisa menjadi jelas maksud dan rinciannya dengan kembali kepada as-Sunnah. Oleh sebab itu as-Sunnah menduduki tempat yang sangat mulia di dalam Islam. Sampai-sampai dikatakan oleh Mak-hul rahimahullah (wafat 118 H), “al-Qur’an lebih butuh kepada as-Sunnah daripada as-Sunnah kepada al-Qur’an.” (lihat nukilan ini dalam Nasha-ih Manhajiyah li Thalib ‘Ilmis Sunnah an-Nabawiyah, hal. 15)

> Apa-apa yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hakikatnya adalah wahyu dari Allah. Sehingga hadits adalah wahyu -meskipun lafalnya dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam– sebagaimana al-Qur’an adalah wahyu.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah dia -Muhammad- itu berbicara dari hawa nafsunya. Tidaklah yang dia ucapkan melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (an-Najm : 3-4)

> Hadits berisi kebenaran

Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhu bahwa beliau berkata : Dahulu aku menulis apa saja yang kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena aku ingin menghafalkannya. Orang-orang Quraisy pun melarangku, mereka berkata, “Apakah kamu menulis semua yang kamu dengar sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia dimana beliau berbicara dalam keadaan murka dan ridha?!” Maka aku pun menahan diri dari mencatatnya. Kemudian aku ceritakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau pun mengisyaratkan dengan jarinya ke mulutnya sembari berkata, “Tulislah! Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak keluar dari sini selain kebenaran.” Hadits ini dinyatakan sahih oleh al-Albani (lihat Sahih Sunan Abi Dawud, 2/408)

Kewajiban Taat kepada Nabi

> Allah memerintahkan kita taat kepada Nabi

Banyak sekali ayat dan hadits yang menunjukkan wajibnya taat kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya adalah firman Allah (yang artinya), “Barangsiapa menaati rasul itu maka sungguh dia telah taat kepada Allah.” (an-Nisaa’ : 80)

Allah berfirman (yang artinya), “Sekali-kali tidak, demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai hakim/pemutus perkara atas apa-apa yang diperselisihkan diantara mereka, kemudian mereka tidak mendapati di dalam diri mereka rasa sempit atas apa yang telah kamu putuskan, dan mereka pun pasrah dengan sepasrah-pasrahnya.” (an-Nisaa’ : 65)

Allah berfirman (yang artinya), “Apa pun yang dibawa oleh Rasul kepada kalian ambillah dan apa saja yang dilarangnya untuk kalian tinggalkanlah.” (al-Hasyr : 7)

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa ayat ini berlaku umum mencakup pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, urusan lahir maupun batin, dan bahwasanya apa-apa yang dibawa atau diajarkan oleh Rasul maka wajib bagi para hamba untuk mengambil dan mengikutinya. Tidak halal untuk menyelisihinya. Dan bahwasanya ketetapan Rasul terhadap hukum suatu perkara sama kedudukannya dengan ketetapan dari Allah. Tidak ada toleransi dan udzur bagi siapa pun untuk meninggalkan hal itu. Dan tidak boleh mendahulukan ucapan/pendapat siapa pun di atas ucapan/sabda beliau (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 851)

> Ancaman keras bagi mereka yang menyimpang dari ajaran Nabi

Allah berfirman (yang artinya), “Hendaklah merasa takut orang-orang yang menyelisihi dari perintah/ajaran rasul itu, bahwa dia akan tertimpa fitnah (hukuman/penyimpangan) atau menimpa kepadanya azab yang sangat pedih.” (an-Nuur : 63).

Ayat ini merupakan salah satu dalil yang menunjukkan wajibnya mengikuti sunnah atau hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sunnah/hadits ini apabila telah terbukti kesahihannya maka seluruh umat muslim sepakat atas kewajiban untuk mengikutinya.” (lihat Ma’alim Ushul Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 120)

Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sebuah sunnah/hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya meninggalkan hadits itu gara-gara pendapat siapa pun.” (lihat nukilan ini dalam Shifat Sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karya al-Albani, hal. 50)

Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalan orang-orang beriman, Kami akan membiarkan dia terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih, dan Kami akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam, dan sungguh Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa’ : 115)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa taat kepadaku niscaya dia masuk surga, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka dia lah orang yang enggan -masuk surga-.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

> Taat kepada Nabi adalah sebab datangnya petunjuk dan rahmat dari Allah

Allah berfirman (yang artinya), “Dan apabila kalian menaatinya (rasul) niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk.” (an-Nuur : 54)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan taatilah Allah dan rasul, mudah-mudahan kalian diberi rahmat.” (Ali ‘Imran : 132)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (al-Anbiyaa’ : 107)

Keutamaan Ittiba’ kepada Nabi

> Ittiba’/mengikuti Nabi merupakan sebab kecintaan dan ampunan dari Allah

Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran : 31)

> Mengikuti sunnah/ajaran Nabi adalah jalan keselamatan

Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman, ketika Allah utus di tengah-tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, dia membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah), dan sesungguhnya mereka itu sebelumnya benar-benar berada dalam kesesatan yang amat nyata.” (Ali ‘Imran : 164)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib atas kalian untuk mengikuti Sunnah/ajaranku, dan juga Sunnah para khulafa’ur rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Berpegang-teguhlah kalian dengannya. Dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham. Dan jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan -dalam agama, pent- karena sesungguhnya setiap yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dll dinyatakan sahih oleh al-Hakim dan disepakati adz-Dzahabi)

> Mengikuti ajaran Nabi adalah jalan keluar dari perselisihan

Allah berfirman (yang artinya), “Apabila kalian berselisih tentang suatu perkara hendaklah kalian kembalikan kepada Allah dan Rasul…” (an-Nisaa’ : 59)

Di dalam ayat yang mulia ini Allah perintahkan kita apabila berselisih untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Karena sesugguhnya di dalam keduanya terdapat pemutus perkara dalam segala persoalan yang diperselisihkan, dalam hal pokok-pokok agama ataupun cabang-cabangnya (lihat Tafsir as-Sa’di, hal. 184)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan di dalam tafsirnya, bahwa yang dimaksud dengan ‘kembali kepada Allah dan Rasul’ adalah kembali kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tafsiran ini disampaikan oleh Mujahid dan para ulama salaf yang lain (lihat Tafsir Ibnu Katsir, Juz 2 hal. 345)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa orang-orang yang selamat ketika terjadi perpecahan umat adalah, “Orang-orang yang mengikuti ajaranku dan ajaran para sahabatku pada hari ini.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dari Abu Hurairah, hadits ini disahihkan oleh Tirmidzi, al-Hakim, al-Baihaqi, asy-Syathibi, Ibnu Katsir, dll lihat catatan kaki Transkrip Manhaj as-Salaf ash-Shalih wa Haajatul Ummah ilaih, hal. 4)

Rangkuman Faidah :

> Sesungguhnya hadits merupakan penjelas bagi ayat-ayat al-Qur’an.

> Hadits adalah wahyu sebagaimana al-Qur’an adalah wahyu.

> Hadits berisi kebenaran

> Allah memerintahkan kita taat kepada Nabi

> Ancaman keras bagi mereka yang menyimpang dari ajaran Nabi

> Taat kepada Nabi adalah sebab datangnya petunjuk dan rahmat dari Allah

> Mengikuti Nabi merupakan sebab kecintaan dan ampunan dari Allah

> Mengikuti ajaran Nabi adalah jalan keluar dari perselisihan

Pertanyaan Evaluasi :

– Sebutkan dalil-dalil yang menunjukkan pentingnya belajar hadits!

– Sebutkan dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya taat kepada nabi!

– Sebutkan keutamaan-keutamaan mengikuti nabi beserta dalilnya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *