Faidah Hadits (2)

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa meninggal dalam keadaan mempersekutukan Allah maka dia masuk neraka.” Dan aku -Ibnu Mas’ud- berkata, “Barangsiapa meninggal dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah maka dia masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari ‘Utsman radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa meninggal dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah maka dia pasti masuk surga.” (HR. Muslim)

Dari Thariq bin Asy-yam al-Asyja’i radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah dan mengingkari segala yang disembah selain Allah maka terjaga harta dan darahnya, sedangkan hisabnya urusan Allah.” (HR. Muslim)

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa semata-mata mengucapkan laa ilaha illallah belum cukup. Sebab yang dimaksud dari kalimat laa ilaha illallah adalah pemahaman dan pelaksanaan terhadap konsekuensi dan kandungannya. Oleh sebab itu disebutkan dalam hadits di atas bahwa yang masuk surga adalah yang tidak berbuat syirik. Ini menunjukkan bahwa laa ilaha illallah menuntut setiap muslim untuk meninggalkan syirik. Sehingga disebutkan dalam hadits di atas juga bahwa dia harus mengingkari segala sesembahan selain Allah.

Hadits di atas juga menunjukkan kepada kita besarnya bahaya syirik, karena ia menjadi sebab kekalnya seorang di dalam neraka. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga, dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong.” (al-Maa’idah : 72)

Hadits ini juga menumbuhkan rasa takut pada diri setiap muslim, kalau-kalau dirinya meninggal di atas kesyirikan. Tidak ada yang bisa merasa aman dari bahaya syirik ini. Bahkan, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam sekalipun takut terjerumus di dalam perbuatan syirik. Sebagaimana dikisahkan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “[Dan Ibrahim juga berdoa] Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah patung-patung.” (Ibrahim : 35)

Hadits di atas juga menunjukkan wajibnya belajar tauhid dan syirik. Bahkan ilmu tentang tauhid inilah sebab utama keselamatan dirinya dari siksa neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan mengharapkan wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini juga menunjukkan wajibnya menolak peribadatan kepada selain Allah. Oleh sebab itu para rasul sepakat untuk mendakwahi kaumnya (yang artinya), “Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (an-Nahl : 36)

Hadits tersebut juga memberikan pelajaran bahwa hakikat tauhid itu adalah dengan beribadah kepada Allah dan meninggalkan syirik. Oleh sebab itu perintah beribadah kepada Allah seringkali dibarengi dengan larangan dari berbuat syirik. Allah berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisaa’ : 36)

Hadits di atas juga menunjukkan kepada kita bahwa iman itu meliputi keyakinan hati, ucapan, dan amal perbuatan. Tidak cukup syahadat apabila tidak dilandasi dengan keikhlasan. Sebagaimana tidak cukup keyakinan dan pembenaran di dalam hati tanpa dibarengi dengan amal perbuatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *