Bismillah.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
والصبر صبران ، فصبر على ترك المحارم والمآثم ، وصبر على فعل الطاعات والقربات . والثاني أكثر ثوابا لأنه المقصود
“Sabar ada dua bentuk. Sabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan dosa-dosa, dan sabar dalam melakukan ketaatan dan amal-amal salih. Bentuk sabar kedua lebih banyak pahalanya karena ia menjadi tujuan utama (di dalam syariat, pent).” (Tafsir Ibnu Katsir, Surat al-Baqarah ayat 153, link : https://quran.ksu.edu.sa/tafseer/katheer/sura2-aya153.html)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu bahwa beliau berkata :
الايمان نصفان نصف صبر ونصف شكر
“Iman ada dua bagian; separuh adalah kesabaran, dan separuhnya lagi adalah syukur.” (dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya ‘Uddatu ash-Shobirin, hal. 108 cet. Dar Ibnu Katsir, asy-Syamilah)
Hal itu disebabkan iman mencakup ucapan, amal, dan niat; sementara semua bagian iman ini merujuk pada dua keadaan; melakukan dan meninggalkan. Adapun ‘melakukan’ maksudnya adalah beramal dengan ketaatan kepada Allah; dan ini merupakan hakikat daripada syukur itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud ‘meninggalkan’ adalah bersabar untuk menjauhi maksiat. Agama ini semuanya berporos pada dua hal; melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa-apa yang dilarang (lihat ‘Uddatu ash-Shobirin, hal. 108)
Diantara bentuk kesabaran yang diperintahkan adalah sabar dalam menghadapi musibah-musibah duniawi. Sebagaimana ketika diberi nikmat maka hamba wajib bersyukur maka pada saat diberi musibah ia pun wajib bersabar. Sabar ketika tertimpa musibah artinya menahan hati dari protes/marah kepada takdir Allah, menahan lisan dari ucapan yang tercela seperti mengumpat atau meratap, dan menahan anggota badan dari bentuk ratapan yang dilarang seperti merobek-robek kerah baju atau menampar-nampar pipi.
Dari bentuk-bentuk kesabaran di atas, bentuk yang paling dikenal oleh masyarakat adalah bentuk yang terakhir; yaitu sabar di saat terkena musibah. Seiring dengan semangat dan usaha yang serius untuk belajar agama maka kaum muslimin akan semakin paham bahwa ada dua bentuk kesabaran lain yang lebih agung dan lebih besar pahalanya; yaitu sabar dalam menjauhi maksiat dan sabar dalam melakukan ketaatan.
Apa yang pada hari ini marak di tengah masyarakat berupa kasus kezaliman, korupsi, perzinaan, judi, khomr, narkoba, dan semacamnya; itu semua muncul karena tipisnya kesabaran dalam menjauhi maksiat. Apa-apa yang menjamur di kalangan pemuda berupa hedonisme, materialisme, hingga agnotisme dan atheisme; rata-rata muncul akibat dari lemahnya kesabaran dalam menjalankan ketaatan terutama kewajiban menjaga sholat.
Akan tetapi sabar saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan kekuatan aqidah dan keyakinan. Aqidah merupakan pondasi seluruh amal dan ketaatan. Para ulama telah menjelaskan bahwa sabar merupakan bagian tidak terpisahkan dalam keimanan terhadap rububiyah Allah dan takdir-Nya. Sabar itu sendiri adalah ibadah. Oleh sebab itu keyakinan yang kuat tentang keesaan Allah dalam hal rububiyah dan uluhiyah-Nya adalah pondasi terkuat untuk menegakkan bangunan kesabaran dalam beragama.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dengan sabar dan keyakinan akan diraih derajat kepemimpinan dalam agama.” Dalam kesempatan lain, beliau juga mengatakan, “Tidak dicapai huda/petunjuk Allah kecuali dengan ilmu, dan tidak bisa diraih rasyad/bimbingan yang lurus kecuali dengan kesabaran.” (lihat Taisirul Wushul Syarh Tsalatsah al-Ushul oleh Syaikh Dr. Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim, hal. 29)
Hal ini mengisyaratkan bahwa ilmu dan kesabaran adalah dua hal pokok yang wajib dimiliki oleh seorang mukmin. Dengan bekal ilmu dia bisa beribadah kepada Allah di atas bashirah/hujjah yang nyata. Dengan benteng kesabaran dia akan bisa menghindar dari berbagai bentuk jebakan dan tipu daya setan. Wallahul musta’aan.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com