Cobaan dan Kecintaan

Bismillah.

Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala bersama dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya Allah ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah berikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa yang ridha maka Allah ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang murka maka Allah pun murka kepadanya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 286)

Hadits yang agung ini menunjukkan bahwa barangsiapa mendapatkan cobaan lebih besar niscaya pahala yang akan diterima olehnya juga lebih besar. Para ulama menjelaskan bahwasanya seorang muslim yang tertimpa musibah hendaklah ridha dengan takdir Allah. Seorang hamba tidaklah meraih hakikat/puncak ridha sampai ridhanya ketika tertimpa kefakiran dan musibah seperti ridhanya ketika dalam keadaan kaya dan lapang (lihat Ibthal at-Tandid, hal. 198)

Yang dimaksud dengan cobaan/bala dalam hadits ini bisa jadi berupa kesulitan, penyakit, hartanya hilang, atau ditinggal mati kerabatnya. Sebagian orang ada yang mengalami berbagai musibah yang bertubi-tubi. Maka hal ini menjadi tanda kebaikan baginya apabila orang tersebut beriman dan bersabar dalam menghadapi musibah (lihat I’anatul Mustafid, 2/116)

Hadits di atas juga mengandung faidah bahwasanya barangsiapa yang ridha terhadap ketetapan takdir Allah dan bersabar menghadapi musibah maka Allah ridha kepadanya dan mencintainya. Dan barangsiapa yang tidak ridha dengan takdir Allah maka Allah membencinya. Musibah-musibah ini diberikan dalam rangka membuktikan siapakah orang yang sabar dan siapa yang tidak sabar; dan dengan itulah balasan/pahala akan diberikan (lihat I’anatul Mustafid, 2/117)

Musibah dan bencana ini adalah cobaan dari Allah. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala tidaklah menimpakan cobaan/musibah untuk mencelakakannya, hanya saja Allah memberikan musibah kepadanya untuk menguji kesabaran dan penghambaannya kepada Allah. Karena sesungguhnya Allah berhak mendapatkan penghambaan di kala susah sebagaimana Dia juga berhak mendapatkan penghambaan di kala senang…” (lihat al-Wabil ash-Shayyib, hal. 4 penerbit Maktabah Darul Bayan)

Karena itulah tidak heran apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya Allah timpakan musibah kepadanya.” (HR. Bukhari). Oleh sebab itulah dikisahkan bahwa sebagian para ulama terdahulu apabila dia melihat bahwa dirinya tidak pernah tertimpa musibah baik berupa tertimpa penyakit/sakit atau yang lainnya maka dia pun mencurigai dirinya sendiri (lihat at-Tam-hid li Syarhi Kitab at-Tauhid, hlm. 379)

Ya, dengan adanya musibah dan diikuti dengan kesabaran akan membuahkan keutamaan dan pahala yang sangat besar dari Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali ‘Imran : 146). Allah juga berfirman (yang artinya), “Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (al-Anfal : 46)

Amal salih dan kesabaran merupakan sebab untuk mendapatkan ampunan Allah dan pahala yang besar. Allah berfirman (yang artinya), “Kecuali orang-orang yang bersabar dan melakukan amal-amal salih, mereka itulah yang akan diberi ampunan dan pahala yang sangat besar.” (Hud : 11)

Demikian sedikit kumpulan catatan, semoga bermanfaat.

Referensi :

at-Tamhid li Syarh Kitab at-Tauhid, Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh

I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitab at-Tauhid, Shalih bin Fauzan al-Fauzan

Ibthal at-Tandid bi Ikhtishar Syarh Kitab at-Tauhid, Hamd bin Ali bin Atiq  

al-Wabil ash-Shayyib, Ibnu Qayyim al-Jauziyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *