Bismillah.
Ramadhan sebuah bulan yang dirindukan oleh kaum mukminin. Beberapa bulan ke depan insya Allah kita akan dipertemukan kembali dengan bulan yang mulia itu. Ada yang teringat dengan maraknya tilawah al-Qur’an, ada yang terkenang dengan semaraknya masjid dengan jama’ah dan tausiyah. Banyak sekali manfaat dan keindahan yang bisa diraih dengan menjalankan ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya di bulan Ramadhan.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, berpuasa Ramadhan adalah bagian dari rukun Islam. Puasa Ramadhan termasuk kewajiban yang sangat agung dan ibadah yang Allah cintai. Puasa menjadi perisai yang akan melindungi hamba dari panasnya api neraka. Puasa melatih manusia untuk tunduk kepada perintah dan larangan Rabbnya serta lebih mengutamakan ridha Allah dan ketaatan kepada-Nya di atas keinginan hawa nafsu dan perasaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti akan merasakan lezatnya keimanan; orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim). Iman mencakup perkataan dan perbuatan, iman tidak cukup dengan keyakinan atau angan-angan. Iman adalah apa-apa yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Puasa adalah bagian dari iman. Oleh sebab itu berpuasa disyari’atkan oleh Allah kepada kaum beriman semenjak dahulu, bukan menjadi kekhususan umat ini saja.
Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 183). Hal ini memberikan pelajaran bahwa puasa adalah suatu ibadah kepada Allah dan konsekuensi dari keimanan. Puasa yang diwajibkan kepada kita pun tidaklah bertujuan untuk memberatkan atau mempersulit apalagi mencelakakan manusia. Oleh sebab itu ada keringanan bagi orang yang sakit atau sedang bersafar/menempuh perjalanan jauh untuk tidak berpuasa dan mengganti pada waktu yang lainnya. Puasa ini pun tidak sepanjang waktu, tetapi hanya di siang hari; sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
Diantara keutamaan puasa Ramadhan adalah menjadi sebab diampuninya dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Siapa yang tidak senang apabila dosa-dosanya diampuni? Diantara bukti besarnya rahmat Allah kepada manusia adalah Allah berikan banyak sebab untuk meraih ampunan, diantaranya adalah dengan sholat lima waktu setiap sehari semalam, sholat jum’at sepekan sekali, dan puasa Ramadhan setahun sekali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sholat lima waktu, jum’at yang satu menuju jum’at berikutnya, Ramadhan yang satu menuju Ramadhan berikutnya menghapus dosa-dosa yang terjadi diantaranya apabila dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim)
Bulan Ramadhan terletak diantara bulan Sya’ban dan Syawwal. Di akhir bulan Sya’ban kaum muslimin disyari’atkan untuk melihat hilal/bulan sabit di awal bulan untuk mengetahui apakah bulan Ramadhan sudah masuk atau belum. Apabila hilal sudah terlihat dan diterima oleh pemerintah maka kaum muslimin berpuasa pada keesokan harinya. Begitu pula di akhir bulan Ramadhan kaum muslimin disyari’atkan untuk melihat hilal. Apabila hilal sudah terlihat dan diterima oleh pemerintah maka kaum muslimin pada keesokan harinya berhari raya idul fitri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa adalah hari dimana kalian berpuasa dan hari raya idul fitri adalah hari dimana kalian berbuka/tidak puasa lagi -secara bersama-sama-.” (HR. Tirmidzi)
Kebersamaan umat Islam dalam berpuasa dan berhari-raya di suatu negeri merupakan sebuah potensi pemersatu umat, sehingga umat tidak akan mudah dipecah-belah atau diadu-domba. Berbeda halnya apabila kaum muslimin dalam sebuah negeri memulai dan mengakhiri puasa berbeda-beda. Oleh sebab itu menjadi kebutuhan bagi kaum muslimin untuk menaati pemerintah dalam hal-hal semacam ini demi terciptanya persatuan dan kemasalahatan yang lebih luas. Ketaatan kepada pemerintah muslim adalah bagian dari ibadah kepada Allah. Ketaatan ini pun tidak bersifat mutlak; karena dia dipersyaratkan selama bukan dalam hal bermaksiat. Ketaatan itu berlaku dalam hal-hal yang ma’ruf dan diterima di dalam agama. Sementara memulai dan mengakhiri puasa dengan melihat hilal adalah hal yang ma’ruf, bukan suatu hal yang makruh apalagi haram.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain seperti sebuah bangunan; dimana bagian yang satu memperkuat bagian lainnya.” (HR. Bukhari). Keimanan akan semakin bertambah kuat dengan ketaatan dan melemah karena kemaksiatan. Dengan saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa maka iman akan bertambah dan persatuan umat akan terwujud. Puasa mengajarkan kepada kita untuk berempati kepada saudara-saudara kita yang kekurangan dan dihimpit oleh rasa haus dan lapar, lantas bagaimana kita bisa mewujudkan kepedulian itu apabila sesama muslim di negeri ini memulai puasa dan mengakhirinya berbeda-beda? Dimanakah letak persatuan dan toleransinya? Bukankah dengan memulai puasa bersama-sama dan mengakhiri puasa bersama-sama itu lebih mewujudkan persatuan dan lebih menampakkan syi’ar Islam serta lebih kuat dari sisi amar ma’ruf dan nahi mungkar?
Ibadah puasa menempa kita untuk memiliki kepekaan sosial. Karena orang yang berpuasa akan bisa merasakan perihnya haus dan lapar sebagaimana yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang tertimpa kesusahan secara ekonomi. Hal ini mengandung makna bahwa ibadah dan keimanan itu menuntut kaum muslimin untuk memperhatikan keadaan manusia di sekelilingnya, bagaimana tidak sementara Islam itu sendiri merupakan rahmat bagi segenap alam? Oleh sebab itulah pada akhir bulan Ramadhan disyari’atkan zakat fitri untuk membersihkan jiwa orang yang berpuasa dan memberi makan bagi kaum fakir dan miskin.
Ibadah puasa juga menggembleng anggota badan kita untuk patuh kepada hukum Allah dan tuntunan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di siang hari mereka menahan lapar dan haus karena Allah, dan di malam hari mereka bersabar mengikuti imam dalam mengerjakan sholat sunnah tarawih pada malam-malam hari di bulan Ramadhan. Hal ini memberikan hikmah bahwa puasa mendidik kita untuk menjadi orang yang sabar dalam kehidupan. Sabar ketika menjalankan perintah Allah, sabar dalam menjauhi larangan-Nya, dan sabar pula apabila mengalami musibah atau takdir yang terasa menyakitkan. Oleh sebab itu secara umum keadaan kaum muslimin di bulan Ramadhan lebih kuat imannya dibandingkan bulan-bulan yang lainnya.
Ramadhan memberikan makna kepada kita dalam hal mengejar keberkahan hidup. Mulai dari pagi hari sebelum subuh kita sudah dituntunkan untuk makan sahur yang di dalamnya terdapat keberkahan. Setelah itu kita diperintahkan untuk menunaikan ibadah sholat subuh dan bersegera melakukan hal-hal yang bermanfaat pada pagi hari karena waktu pagi adalah waktu yang didoakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar umat ini diberkahi pada waktu tersebut. Sebagaimana di bulan Ramadhan kita juga diajari untuk memperbanyak bacaan al-Qur’an; sebuah kitab yang di dalamnya penuh dengan keberkahan. Kita pun dianjurkan menyegerakan berbuka apabila sudah masuk waktunya dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa kebaikan umat ini akan terjaga selama mereka terbiasa untuk menyegerakan berbuka.
Ramadhan pun mengasah kedermawanan hamba-hamba Allah. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi manusia paling dermawan di bulan itu melebihi kedermawanan beliau di bulan-bulan lainnya. Oleh sebab itu kita dapati umat Islam di berbagai penjuru terdorong untuk memberikan sedekah dan santunan di bulan yang mulia ini kepada pihak-pihak yang membutuhkan dan kekurangan. Mereka ingin termasuk dalam cakupan kaum bertakwa yang Allah kisahkan di dalam al-Qur’an; orang-orang yang berinfak dalam kondisi senang ataupun susah, orang yang menyisihkan sebagian rezekinya untuk berinfak di jalan Allah, orang yang tidak pelit dengan hartanya, dan meluruskan niatnya dengan ucapan, “Sesungguhnya kami memberikan makan untuk kalian karena wajah Allah, kami tidak menginginkan dari kalian balasan/imbalan ataupun ucapan terima kasih/penghargaan.” (al-Insan : 9)
Bersedekah di bulan Ramadhan sesuatu yang sangat dianjurkan, apalagi jika sedekah itu bisa memberikan manfaat luas dan terus-menerus bagi kaum muslimin. Apalagi jika pelakunya berusaha untuk menyembunyikan atau menyamarkan sedekahnya, yaitu dia tidak mau sedekahnya diketahui oleh orang lain. Ketika menyebutkan tujuh golongan yang diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan diantaranya, “Dan seorang yang memberikan sedekah sembari menyamarkannya/tidak menampakkannya, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Meskipun demikian, jangan disalahartikan bahwa sedekah harus menunggu Ramadhan. Setiap hari yang berlalu adalah kesempatan emas bagi kita untuk beramal. Belum tentu juga umur kita masih sampai bertemu bulan Ramadhan tahun ini. Kita tidak tahu kapan kita akan mati dan dimana kita mati. Tsabit al-Bunani rahimahullah mengatakan, “Beruntunglah orang yang sering-sering mengingat kematian. Tidaklah ada seorang hamba yang memperbanyak saat-saat kematian melainkan akan terlihat pengaruhnya di dalam amalannya.” Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu adalah kumpulan perjalanan hari. Setiap kali satu hari berlalu maka telah hilang pula sebagian dari dirimu.”
Bulan Ramadhan juga melatih kita untuk pandai-pandai mengatur waktu. Ada waktu untuk kita makan sahur. Ada waktu untuk sholat subuh. Ada waktu untuk berdzikir dan membaca al-Qur’an. Ada waktu untuk menimba ilmu agama. Ada waktu untuk bekerja. Ada waktu untuk membantu orang lain. Ada waktu untuk mengajak berbuat baik. Ada waktu untuk berbuka puasa. Ada waktu untuk bersiap-siap sholat tarawih. Dan ada waktu untuk beristirahat. Apabila di bulan Ramadhan kita telah terbiasa mengatur waktu untuk segala aktifitas kita maka tentunya di luar Ramadhan kita juga harus berusaha mengatur waktu dengan sebaik-baiknya. Sebab Allah Dzat yang kita sembah di bulan Ramadhan itu pula Allah Dzat yang kita sembah di luar bulan Ramadhan. Sayangnya di bulan Ramadhan kita jumpai sebagian orang justru menghabiskan waktunya untuk tidur di siang hari dan begadang di malam hari untuk hal-hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat.
Bulan Ramadhan tidak bisa dilepaskan dari dzikir kepada Allah. Sebab pada bulan ini kita dapati semangat untuk beribadah sedemikian besar dan suasana umat Islam yang sangat kondusif. Dzikir akan mendatangkan ketenangan hati dan menguatkan keimanan. Dzikir bagi hati laksana air bagi seekor ikan. Tanpa dzikir maka hati akan menjadi mati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perumpamaan orang hidup dengan orang mati.” (HR. Bukhari)
Dan diantara hikmah paling agung dari puasa Ramadhan adalah mengingatkan kembali kepada segenap manusia bahwa tujuan hidup mereka di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah dan menggapai ridha-Nya. Bukanlah tujuan hidup di dunia ini untuk memuaskan hawa nafsu dan mengumbar angkara murka atau mengejar kenikmatan semu yang justru akan berakhir dengan azab dan malapetaka, wal ‘iyadzu billah…. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)
Untuk mewujudkan tujuan hidup inilah Allah menurunkan al-Qur’an kepada manusia, sebagai petunjuk bagi mereka dan keterangan pemisah antara kebenaran dan kebatilan. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab ini beberapa kaum dan akan merendahkan sebagian kaum yang lainnya dengan sebab itu pula.” (HR. Muslim). Dengan mempelajari Islam dan mengamalkan al-Qur’an maka umat Islam akan mencapai kemuliaan dan kejayaan di dunia dan di akhirat.
Islam inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kemuliaan dan kebahagiaan. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya, dan dia di akhirat akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85). Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu berkata, “Kami adalah kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam ini, maka kapan saja kami mencari kemuliaan dengan selain Islam pasti Allah akan hinakan kami.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak)
Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk istiqomah di atas kebenaran…