Berpegang Teguh Dengan Jalan Beragama Salafus Shalih

Cover

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah tuntunan, dan jangan membuat ajaran-ajaran baru, karena sesungguhnya kalian telah dicukupkan.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 46)

Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu berkata, “Hendaknya kalian berpegang dengan jalan yang benar dan mengikuti Sunnah. Karena tidaklah seorang hamba yang tegak di atas jalan yang benar dan setia dengan Sunnah, mengingat ar-Rahman dan kemudian kedua matanya meneteskan air mata karena rasa takut kepada Allah, lantas dia akan disentuh oleh api neraka selama-lamanya. Sesungguhnya bersikap sederhana di atas Sunnah dan kebaikan itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam menyelisihi jalan yang benar dan menentang Sunnah.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 46)

Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, “Para ulama kita dahulu senantiasa mengatakan: Apabila seseorang itu berada di atas atsar, maka dia berada di atas jalan yang benar.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 47)

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Pokok-pokok Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan ajaran para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berusaha meneladani mereka, dan meninggalkan bid’ah-bid’ah.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 47-48)

Imam al-Ajurri rahimahullah berkata, “Ciri orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah adalah meniti jalan ini; Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta Sunnah para Sahabatnya radhiyallahu’anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Dia mengikuti jalan para imam kaum muslimin yang ada di setiap negeri sampai para ulama yang terakhir diantara mereka; semisal al-Auza’i, Sufyan ats-Tsauri, Malik bin Anas, asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, al-Qasim bin Sallam, dan orang-orang yang berada di atas jalan yang mereka tempuh serta dengan menjauhi setiap madzhab/aliran yang dicela oleh para ulama tersebut.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 49)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Simpul pokok ajaran agama ada dua: kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita beribadah kepada-Nya hanya dengan syari’at-Nya. Kita tidak beribadah kepada-Nya dengan bid’ah-bid’ah. Hal itu sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. al-Kahfi: 110).” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 87)

Ahmad bin Sinan al-Qaththan rahimahullah berkata, “Tidaklah ada di dunia ini seorang ahli bid’ah kecuali dia membenci ahli hadits. Maka apabila seorang membuat ajaran bid’ah niscaya akan dicabut manisnya hadits dari dalam hatinya.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 124)

Imam al-Barbahari rahimahullah berkata, “Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- sesungguhnya ilmu bukanlah dengan memperbanyak riwayat dan kitab. Sesungguhnya orang berilmu adalah yang mengikuti ilmu dan Sunnah, meskipun ilmu dan kitabnya sedikit. Dan barangsiapa yang menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah, maka dia adalah penganut bid’ah, meskipun ilmu/wawasan dan bukunya banyak.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 163)

[al-mubarok.com]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *