Bismillah.
Diantara perkara penting yang perlu untuk kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari adalah memadukan antara beramal salih dengan menanamkan rasa takut kepada Allah yang membuahkan taubat kepada-Nya.
Amal salih sebagaimana sudah diketahui mencakup keikhlasan dan mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amal yang ditegakkan di atas aqidah tauhid dan keimanan yang lurus kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)
Rasa takut kepada Allah merupakan pokok dari segala ketaatan. Sebagaimana rasa cinta dan harap kepada Allah merupakan pondasi dalam melakukan amal-amal kebaikan. Sebagaimana diterangkan oleh para ulama bahwa ibadah kepada Allah berporos pada 3 amalan hati; takut, cinta, dan harapan.
Diantara ciri orang beriman adalah rasa takut kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka takutlah hati mereka, apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka, dan hanya kepada Rabbnya mereka itu bertawakal.” (al-Anfal : 2)
Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu berkata, “Seandainya ada yang berseru dari langit masuklah kalian semua ke dalam surga kecuali satu maka aku takut jika satu orang itu adalah diriku. Dan apabila ada yang menyerukan dari langit masuklah kalian semua ke dalam neraka kecuali satu; maka aku tetap berharap bahwa satu orang itu adalah diriku.”
Hal ini menunjukkan bahwa rasa takut dan harap harus beriringan. Tidak boleh meninggalkan salah satunya. Ibarat dua belah sayap seekor burung. Ketika rasa takut lebih mendominasi dan mencabut harapan maka melahirkan putus asa dari rahmat Allah. Ketika harapan terlalu besar dan melenyapkan rasa takut maka membuat jatuh dalam perasaan aman terhadap makar Allah.
Melakukan amal salih pada hakikatnya adalah langkah untuk mewujudkan syukur kepada Allah. Bertaubat dari kesalahan dan dosa merupakan cerminan dari rasa takut kepada Allah. Oleh sebab itu Allah menyebutkan perintah istighfar bergandengan dengan perintah istiqomah.
Allah berfirman :
فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ
“…Maka istiqomahlah kalian menuju Allah dan mohon ampunlah kepada-Nya…” (Fushshilat : 6)
Sebagaimana sholat pun dilanjutkan dengan istighfar. Karena amal kebaikan yang dilakukan oleh hamba tentu masih menyimpan berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan untuk dipersembahkan kepada Allah. Banyak orang yang lisannya berdzikir tetapi hatinya lalai. Banyak orang yang badannya sujud di dalam sholat tetapi hatinya bergentayangan mengejar kepentingan dunia dan celah-celah hawa nafsu. Badannya tampak khusyu’ tetapi hatinya tidak.
Maka tidak pantas jika seorang muslim membanggakan amalnya. Merasa bahwa dirinya telah berbuat segudang kebaikan dan jasa bagi agama. Karena amal yang dia kerjakan itu adalah anugerah dari Allah. Taufik untuk beramal itu pun datang dari-Nya. Kemudahan beramal pun Allah yang membukakan. Semua kenikmatan yang dia rasakan pun bersumber dari Allah. Sementara dosanya telah mengotori penghambaan dan syukurnya kepada Allah. Kelalaian dan kebodohan pun telah merenggut kekhusyu’an dari dalam ibadahnya. Lantas ibadah mana yang hendak dia banggakan di hadapan Allah?! Apakah dia sanggup untuk berkata ‘Ya Allah, aku telah membeli surga dengan amalku!’
Semoga Allah berikan kepada kita rasa takut kepada-Nya.