Bab-Bab Awal Kitab Tauhid

Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah sebuah kitab yang sangat penting dalam pelajaran aqidah. Di dalamnya terkandung kaidah dan faidah yang sangat bermanfaat bagi segenap insan.

Berikut ini kami sajikan gambaran ringkas mengenai bab-bab awal di dalam Kitab Tauhid yang bisa dikatakan bahwa bab-bab awal ini sangatlah penting untuk dikaji dan dipahami sebagai pondasi dalam belajar tauhid secara khusus dan Islam secara umum.

Penulis memulai Kitab Tauhid ini dengan membawakan ayat-ayat dan hadits yang menunjukkan betapa pentingnya tauhid dalam kehidupan. Di dalam surat adz-Dzariyat ayat 56 terkandung penjelasan bahwa tauhid merupakan tujuan penciptaan jin dan manusia. Di dalam surat an-Nahl ayat 36 terkandung penjelasan bahwa tauhid merupakan misi dakwah semua rasul.

Kemudian di dalam surat al-Israa’ ayat 23 terkandung pelajaran bahwa tauhid merupakan perintah paling agung di dalam agama Islam. Tauhid adalah kewajiban yang paling wajib. Di dalam surat an-Nisaa’ ayat 36 terkandung faidah bahwasanya hakikat tauhid itu adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan syirik dengan segala bentuknya. Di dalam surat al-An’am ayat 151-153 terkandung faidah bahwa tauhid adalah perkara yang paling agung di dalam Islam sebagaimana syirik merupakan larangan yang terbesar. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa tauhid adalah kewajiban paling wajib dan syirik adalah keharaman yang paling besar.

Di dalam atsar Ibnu Mas’ud yang menafsirkan maksud ayat dalam surat al-An’am di atas terkandung faidah bahwasanya wasiat untuk bertauhid dan menjauhi syirik merupakan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana ia telah menjadi wasiat Allah di dalam al-Qur’an. Karena setiap wasiat dari Allah maka itu pun menjadi wasiat Nabi.

Di dalam hadits Mu’adz bin Jabal terkandung pelajaran bahwa tauhid adalah hak Allah atas segenap hamba. Dimana disebutkan di dalam hadits tersebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa hak Allah atas hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun. Di dalam hadits ini juga terkandung keutamaan tauhid bahwa orang yang bertauhid pasti akan selamat dari kekalnya siksa api neraka.

Di dalam bab berikutnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah membahas tentang keutamaan tauhid dan pengampunan dosa. Di dalam bab ini beliau membawakan sebuah ayat dan beberapa hadits. Di dalam ayat 82 dari surat al-An’am terkandung pelajaran bahwa orang yang bertauhid dan tidak mencampuri tauhidnya dengan syirik maka dia akan mendapatkan keamanan dan petunjuk dari Allah. Kemudian di dalam hadits Ubadah bin Shamit yang beliau bawakan sesudahnya terkandung faidah bahwasanya orang yang bertauhid pasti masuk surga.

Di dalam hadits Ubadah bin Shamit ini juga terkandung tambahan faidah bahwasanya orang yang bertauhid harus meyakini bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihis salam adalah hamba Allah -bukan sesembahan- dan utusan-Nya, dan bahwasanya Nabi ‘Isa tercipta dengan kalimat Allah yang diberikan kepada Maryam dan ruh ciptaan Allah. Seorang yang bertauhid juga harus meyakini adanya surga dan neraka. Maka dengan sebab-sebab itulah dia akan masuk ke dalam surga.

Di dalam hadits ‘Itban bin Malik terdapat pelajaran bahwa Allah mengharamkan neraka bagi orang yang bertauhid. Seandainya orang bertauhid masuk neraka -karena dosa-dosanya- maka ia tidak akan kekal di sana. Di dalam hadits ini juga terkandung faidah bahwa tauhid harus diucapkan dengan lisan -bagi yang tidak bisu- dan ucapan syahadat itu pun harus dilandasi dengan keikhlasan, maka tidak bermanfaat syahadat jika didasari dengan kemunafikan. Selain itu hadits ini juga menunjukkan bahwa syahadat harus diikuti dengan ibadah secara ikhlas kepada Allah semata dan tidak boleh dicampuri dengan syirik besar maupun syirik kecil.

Di dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri terdapat faidah bahwasanya tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung di sisi Allah. Oleh sebab itu seandainya kalimat tauhid ditimbang dan dibandingkan dengan langit dan bumi niscaya lebih berat kalimat tauhid. Hal ini tentu saja bagi orang yang memurnikan tauhid dari segala bentuk syirik dan perusak aqidah. Betapa banyak orang yang mengucapkan kalimat tauhid tetapi melakukan hal-hal yang merusak aqidahnya.

Di dalam hadits Anas bin Malik terkandung pelajaran bahwa tauhid merupakan sebab utama diampuninya dosa-dosa. Walaupun dosa-dosa itu hampir sepenuh bumi maka Allah tetap akan mengampuninya selama pelakunya adalah orang yang bertauhid. Artinya, pada akhirnya orang itu pasti akan dimasukkan ke dalam surga dan selamat dari neraka. Dan apabila Allah mengampuni dosa-dosanya sejak awal maka dia pun akan langsung masuk ke dalam surga. Hal ini juga menunjukkan besarnya bahaya syirik karena ia menjadi penghalang terampuninya dosa.

Pada bab selanjutnya penulis membawakan pembahasan tentang keutamaan bagi orang yang merealisasikan tauhid, bahwa dia akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Yang dimaksud merealisasikan tauhid itu adalah membersihkannya dari syirik, bid’ah, dan maksiat. Di dalam bab ini dibawakan ayat 120 dari surat an-Nahl. Di dalam ayat itu terkandung faidah bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mendapatkan pujian dari Allah sebagai seorang yang patut menjadi teladan karena ketaatannya kepada Allah serta kemurniannya dalam beribadah kepada Allah dan bersih dari syirik. Hal ini memberikan gambaran seorang manusia yang telah merealisasikan tauhid.

Kemudian di dalam ayat 59 dari surat al-Mu’minun terdapat pelajaran bahwa orang-orang yang terdahulu masuk ke dalam surga adalah yang membersihkan ibadahnya dari segala bentuk syirik. Hal ini menunjukkan bahwa mereka berusaha memunrikan tauhidnya dari hal-hal yang merusaknya. Dan itulah yang disebut sebagai perealisasian tauhid. Dan keutamaan bagi pelakunya adalah mereka akan masuk surga sejak awal, tidak mampir ke neraka.

Kemudian di dalam hadits Hushain bin Abdurrahman terkandung pelajaran bahwa orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab itu adalah mereka yang tidak bergantung kepada selain Allah. Mereka bertawakal hanya kepada Allah, sedangkan tawakal merupakan bentuk perealisasian tauhid yang paling utama. Oleh sebab itu mereka menjauhi segala hal yang merusak atau mengurangi tawakalnya, seperti meminta diruqyah, meminta diobati dengan kay/besi panas, atau beranggapan sial/tatahayyur. Di dalam hadits ini juga terdapat faidah bahwa diantara orang yang dijamin masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab itu adalah seorang sahabat Nabi yang bernama ‘Ukkasyah bin Mihshan radhiyallahu’anhu.

Insya Allah bersambung…

—————-

Tambahan Informasi :

  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (1) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]
  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (2) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]
  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (3) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]
  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (4) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]
  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (5) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]
  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (6) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]
  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (7) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]
  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (8) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]
  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (9) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]
  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (10) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]
  • Rekaman Kajian Kitab Tauhid (11) oleh Ustadz Afifi hafizhahullah [klik]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *