Mencintai Orang Musyrik

Allah berfirman (yang artinya), “Tidak akan kamu temui orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir justru mencintai dan berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walaupun mereka itu adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, atau sanak famili mereka…” (al-Mujadilah : 22)

Ayat yang mulia ini menunjukkan sebuah kaidah dasar di dalam beragama, yaitu cinta dan benci karena Allah. Seorang muslim harus mencintai apa-apa yang Allah cintai dan membenci apa-apa yang Allah benci. Termasuk perkara yang dibenci Allah adalah segala bentuk kemusyrikan dan kekafiran. Termasuk yang dibenci Allah adalah orang yang melakukan syirik dan kekafiran.

Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan bapak-bapak kalian dan saudara-saudara kalian menjadi wali/penolong dan pemimpin apabila mereka lebih mencintai kekafiran di atas keimanan. Barangsiapa diantara kalian yang memberikan loyalitas kepada mereka, itulah orang-orang yang zalim.” (at-Taubah : 23)

Kalimat ‘laa ilaha illallah’ mengandung pondasi dalam beragama yaitu mencintai tauhid dan membenci kemusyrikan. Ungkapan ‘laa ilaha’ mengandung penolakan kepada segala bentuk peribadatan kepada selain Allah; alias berisi pengingkaran kepada kekafiran dan syirik dengan segala bentuknya. Inilah yang disebut dengan kufur kepada thaghut, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an di surat al-Baqarah. Adapun di dalam ungkapan ‘illallah’ berisi penetapan bahwa ibadah hanya diberikan kepada Allah, dan inilah hakikat iman kepada Allah.

Cinta dan benci karena Allah inilah yang diajarkan oleh para nabi ‘alaihimus salam kepada umatnya. Seperti yang ditegaskan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ketika berdakwah kepada kaumnya. Allah berfirman (yang artinya), “Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya; Sesungguhnya aku berlepas diri dari kalian dan dari apa-apa yang kalian sembah selain dari Dzat yang telah menciptakanku…” (az-Zukhruf : 26-27)

Oleh sebab itu para ulama mengharamkan apa yang disebut dengan tawalli yaitu mencintai syirik dan orang musyrik atau membantu kaum kafir dalam menindas kaum muslimin. Perbuatan semacam ini termasuk kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Demikian pula apabila seorang muslim membantu kaum kafir untuk mengalahkan kaum muslimin karena dia ingin kekafiran dan syirik menang meskipun dia sendiri tidak menyukai syirik, hal ini termasuk kemurtadan (lihat Syarh Tsalatsah al-Ushul oleh Syaikh Shalih alu Syaikh, hal. 40-41)

Termasuk perkara yang diharamkan juga adalah mencintai dan loyal kepada orang kafir atau musyrik dengan alasan duniawi atau karena hubungan kekerabatan dsb. Perbuatan semacam ini disebut dengan istilah muwaalah (setia) kepada orang kafir. Hal ini termasuk maksiat tetapi bukan kekafiran. Namun apabila kecintaan ini disertai pembelaan dan bantuan kepada mereka -dengan niat supaya kekafiran menang- ia berubah menjadi tawalli; yaitu loyalitas kepada musuh Allah yang termasuk dalam kekafiran dan pelakunya menjadi murtad. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai wali/pemimpin dan penolong…” (al-Mumtahanah : 1) (lihat keterangan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh hafizhahullah dalam Syarh Tsalatsah al-Ushul, hal. 41)

Demikian sedikit catatan faidah dan peringatan, semoga bermanfaat bagi kaum muslimin. Karena sesungguhnya peringatan itu akan memberikan faidah bagi orang-orang beriman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *