Memahami Makna Ibadah

Bismillah.

Salah satu perkara yang sudah jelas dan tetap di dalam agama ini adalah bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia ini adalah dalam rangka beribadah kepada Allah. Untuk itulah Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab.

Secara bahasa ibadah bermakna perendahan diri dan ketundukan. Apabila disertakan dengannya puncak kecintaan maka jadilah ia ibadah secara syari’at. Oleh sebab itu para ulama menerangkan bahwa ibadah dalam pengertian agama adalah puncak perendahan diri yang disertai dengan puncak kecintaan. Dengan bahasa lain, ibadah adalah ketundukan kepada Allah dengan penuh rasa cinta dan pengagungan kepada-Nya. Ibadah itu tercermin dalam bentuk pelaksanaan perintah dan meninggalkan larangan-larangan. Dan apabila dilihat dari materi ibadah itu sendiri maka ia meliputi semua perkara yang dicintai dan diridhai oleh Allah berupa ucapan dan perbuatan. Ibadah juga bisa muncul di dalam hati, atau di lisan, atau dengan anggota badan.

Selain itu perlu pula diketahui bahwasanya ibadah tidaklah dinamakan sebagai ibadah yang benar kecuali apabila disertai dengan tauhid. Oleh sebab itu dikatakan oleh sebagian ulama salaf bahwa semua perintah untuk beribadah kepada Allah di dalam al-Qur’an maka maknanya adalah perintah untuk mentauhidkan-Nya. Tanpa tauhid ibadah itu akan sia-sia. Seperti yang Allah gambarkan dalam ayat (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)

Dengan demikian segala bentuk amal salih pun tidak akan bernilai apabila tidak disertai dengan tauhid. Oleh sebab itu Allah memerintahkan (yang artinya), “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Ibadah lisan dan anggota badan pun tidak akan berarti apabila tidak dilandasi dengan keikhlasan niat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu akan dinilai dengan niatnya. Dan bagi setiap orang apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman, “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa mengerjakan suatu amalan seraya mempersekutukan di dalamnya antara Aku dengan selain-Ku maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)

Sementara amal tidaklah dikatakan salih kecuali apabila sesuai dengan tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami pasti tertolak.” (HR. Muslim)

Para ulama kita mengatakan bahwa prinsip dalam beribadah itu ada dua; yaitu kita tidak beribadah kecuali kepada Allah, dan kita tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan mengikuti tuntunan/sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila seorang menujukan ibadahnya kepada Allah dan juga kepada selain-Nya maka dia terjatuh dalam syirik. Dan apabila seorang melakukan amal ibadah yang menyelisihi tuntunan maka dia terjatuh dalam bid’ah. Baik syirik ataupun bid’ah adalah penyebab amal tertolak dan sia-sia, bahkan pelakunya berdosa.

Untuk bisa mengetahui perbedaan antara tauhid dengan syirik, sunnah dengan bid’ah maka setiap muslim harus menimba ilmu agama. Sehingga ilmu adalah pondasi bagi ibadah. Orang yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *