oleh : Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah
Nama-nama al-Firqah an-Najiyah dan Maknanya
Tatkala kelompok ini (Ahlus Sunnah) adalah kelompok yang selamat dari kesesatan maka penting untuk mengetahui nama-nama dan tanda-tandanya agar bisa diteladani. Kelompok ini memiliki nama-nama yang agung sehingga dengan itu ia terbedakan dengan seluruh firqah lainnya.
Diantara nama dan tanda-tanda itu yang paling penting adalah; bahwa mereka merupakan al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat), ath-Tha’ifah al-Manshurah (kelompok yang diberi pertolongan), dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Adapun makna nama-nama ini adalah sebagai berikut :
Pertama. Bahwa ia merupakan al-Firqah an-Najiyah. Maksudnya adalah mereka akan selamat dari neraka, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengecualikan mereka ketika menceritakan keadaan firqah-firqah yang ada. Beliau bersabda, “Semuanya berada di neraka kecuali satu.” (HR. Tirmidzi [2641] Ibnu Majah [3993] dan Ahmad [3/120]). Artinya satu kelompok itu tidak berada di neraka.
Kedua. Bahwa mereka senantiasa berpegang-teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta apa-apa yang dipahami oleh as-Sabiqunal Awwaluun yaitu kaum Muhajirin dan Anshar. Dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mereka ini, “Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalan sebagaimana aku dan para sahabatku pada hari ini.” (HR. Tirmidzi [2641])
Ketiga. Bahwa pengikutnya adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sehingga mereka memiliki dua buah keistimewaan yang sangat agung :
> Keistimewaan pertama, mereka berpegang-teguh dengan Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mereka pun menjadi pembelanya, berbeda dengan keadaan seluruh firqah yang lain; dimana mereka berpegang-teguh dengan pendapat dan hawa nafsunya sendiri dan ucapan-ucapan tokoh pimpinan mereka. Firqah-firqah itu tidak menyandarkan diri kepada Sunnah, namun hanya menyandarkan kepada bid’ah dan kesesatannya, seperti halnya kaum Qadariyah dan Murji’ah, atau menisbatkan diri kepada imamnya seperti Jahmiyah, atau disandarkan kepada perbuatan mereka yang buruk semacam Rafidhah (Syi’ah) dan Khawarij.
> Keistimewaan kedua, bahwa mereka adalah ahlul jama’ah disebabkan mereka bersatu di atas kebenaran dan tidak berpecah-belah. Hal ini berbeda dengan keadaan firqah-firqah lainnya yang tidak bersatu di atas kebenaran, akan tetapi mereka hanyalah mengikuti keinginan/hawa nafsu mereka sendiri oleh sebab itu mereka tidak disatukan oleh kebenaran.
> Ketiga. Bahwa mereka adalah ath-Tha’ifah al-Manshurah/kelompok yang senantiasa akan ditolong hingga datangnya hari kiamat. Karena mereka menolong agama Allah, maka Allah pun menolong mereka. Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Jika kalian menolong [agama] Allah niscaya Allah akan menolong kalian.” (Muhammad : 7). Oleh sebab itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang kelompok ini, “Tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang meninggalkan mereka demikian pula orang-orang yang menyelisihinya sampai datangnya ketetapan Allah sementara mereka tetap dalam keadaan seperti itu (mendapatkan pertolongan Allah, pent).” (HR. Bukhari [7311] dan Muslim [5059])
Pokok-Pokok Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Sesungguhnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah berjalan di atas pokok-pokok yang telah mapan dan jelas dalam hal keyakinan, amal dan perilaku. Dan pokok-pokok yang agung ini bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan apa-apa yang diajarkan oleh para pendahulu umat ini dari kalangan sahabat dan tabi’in beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Pokok-pokok ini secara ringkas adalah sebagai berikut :
Pokok Pertama :
Beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.
Pertama. Iman kepada Allah; maksudnya adalah mengakui rububiyah Allah dan ilahiyah-Nya. Artinya mereka mengakui ketiga macam tauhid, meyakini dan mengamalkannya. Ketiga macam tauhid itu adalah; tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma’ wa shifat.
Tauhid rububiyah maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya seperti menciptakan, memberikan rezeki, menghidupkan, mematikan, dan bahwasanya Allah adalah Rabb/penguasa dan pemelihara atas segala sesuatu dan raja atasnya.
Tauhid uluhiyah maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan hamba yang mereka gunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya apabila hal itu adalah perkara yang memang disyari’atkan oleh Allah, seperti dalam hal doa, rasa takut, harapan, kecintaan, menyembelih, bernadzar, isti’anah (meminta pertolongan), isti’adzah (meminta perlindungan), istighotsah (meminta perlindungan), sholat, puasa, haji, infak di jalan Allah dan segala hal yang disyari’atkan oleh Allah dan diperintahkan oleh-Nya. Mereka tidak mempersekutukan bersama Allah selain-Nya dalam hal ibadah-ibadah ini; apakah itu malaikat, nabi, wali, dan lain sebagainya.
Tauhid asma’ wa shifat maknanya adalah menetapkan apa-apa yang telah ditetapkan Allah untuk dirinya sendiri atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya berupa nama-nama dan sifat-sifat. Mereka menyucikan Allah dari hal-hal yang Allah sucikan dirinya dari hal itu atau yang disucikan oleh Rasul-Nya berupa aib dan kekurangan tanpa menyamakan (tamtsil) dan menyerupakan (tasybih), tanpa menyelewengkan (tahrif), menolak (ta’thil), dan menyimpangkan (ta’wil).
Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.” (asy-Syura : 11). Dan seperti yang difirmankan Allah ta’ala (yang artinya), “Dan milik Allah semata nama-nama yang terindah, maka berdoalah kalian dengan nama-nama itu kepada-Nya.” (al-A’raaf : 180)
[Bersambung insya Allah]
Sumber : Min Ushul ‘Aqidati Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 13-18