Bismillah.
Kita berjumpa kembali dalam seri faidah dari kitab al-Ushul ats-Tsalatsah karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Setelah menyampaikan tentang wajibnya berilmu, maka beliau pun menerangkan apa yang dimaksud dengan ilmu. Beliau berkata, “…Ilmu itu adalah mengenal Allah, mengenal nabi-Nya, dan mengenal agama Islam dengan dalil…”
Pada bagian sebelumnya telah kita bahas bahwasanya yang dimaksud dengan mengenal Allah adalah beriman kepada-Nya dan menerima syari’at-Nya. Beriman kepada Allah mencakup mengimani wujud Allah, rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan asma’ wa shifat-Nya. Tidaklah dikatakan mengenal Allah apabila sekedar meyakini rububiyah Allah. Kaum musyrikin dahulu telah mengakuinya dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengkafirkan mereka.
Dengan kata lain, mengenal Allah itu mencakup keyakinan di dalam hati, ucapan dengan lisan dan amal dengan anggota badan yang menetapkan bahwasanya hanya Allah sesembahan yang benar dan bahwasanya segala sesembahan selain Allah adalah batil. Karena hanya Allah yang menciptakan dan memelihara alam semesta ini maka hanya Allah yang layak disembah.
Kemudian, beliau melanjutkan bahwa termasuk hakikat ilmu yang paling wajib dipelajari itu adalah mengenal Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang dimaksud nabi-Nya di sini adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim. Dan Hasyim adalah dari keturunan Quraisy, sementara Quraisy adalah keturunan Kinanah. Dan Kinanah termasuk bangsa Arab, sementara bangsa Arab adalah keturunan Nabi Isma’il putra Nabi Ibrahim ‘alaihimus sholatu was salam. Sementara Nabi Ibrahim adalah keturunan Nabi Nuh ‘alaihis salam (lihat al-Ushul fi Syarhi Tsalatsatil Ushul hal. 31 karya Syaikh Abdullah al-Yahya)
Mengenal nabi menjadi sesuatu yang sangat penting disebabkan beliau adalah orang yang menjadi penyampai ajaran dari Allah kepada kita. Beliau adalah perantara antara kita dengan Allah dalam hal penyampaian risalah. Oleh sebab itulah kita harus mengenalinya; siapakah orangnya dan bagaimana nasab atau garis keturunannya (lihat Syarh al-Ushul ats-Tsalatsah, hal. 21 oleh Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan)
Kemudian, perlu juga digarisbawahi bahwa yang dimaksud mengenal nabi bukanlah terbatas kepada mengenal nasab atau garis keturunannya. Akan tetapi yang paling utama adalah dengan beriman kepada beliau, membenarkan bahwa beliau memang diutus oleh Allah, menaati perintahnya, menjauhi larangannya, beribadah kepada Allah mengikuti syari’at yang diajarkannya. Jadi bukan semata-mata hanya menyandarkan diri sebagai pengikut beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 5 oleh Syaikh Shalih as-Suhaimi)
Seorang muslim yang mengenal nabi maka dia akan tunduk kepada hukumnya, berhukum dengan syari’atnya dan ridha dengan hukumnya. Dia akan mendengar dan taat kepada hukum rasul. Dan dia akan mengembalikan segala perselisihan kepada al-Kitab dan as-Sunnah. Dan dia pun akan menghindarkan diri dari sikap menyelisihi ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Tahukah kamu apa itu fitnah -sebagaimana disebut dalam surat an-Nuur ayat 63- . Fitnah itu adalah syirik. Karena bisa jadi ketika seseorang menolak sebagian dari ucapan/sabda beliau maka muncullah penyimpangan di dalam hatinya maka dia pun menjadi binasa karenanya.” (lihat Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 20 oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin)