al-Hasan berkata, “Tahukah kalian apa itu tawadhu’? Tawadhu’ itu adalah ketika kamu keluar dari rumahmu, maka tidaklah kamu bertemu seorang muslim melainkan kamu melihat dirinya memiliki suatu kelebihan di atas dirimu.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/119)
Abdullah bin al-Mubarok pernah ditanya mengenai ujub. Maka beliau menjawab, “Yaitu ketika kamu melihat pada dirimu ada sesuatu -keutamaan- yang tidak ada pada selainmu.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/119)
Fudhail berkata, “Barangsiapa yang mencintai/ambisi kepemimpinan maka dia tidak akan beruntung selamanya.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/125)
Ayyub as-Sakhtiyani berkata, “Apabila disebutkan mengenai orang-orang salih maka aku merasa diriku bukan termasuk golongan mereka.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/126)
Imam Syafi’i berkata, “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah yang tidak melihat kedudukannya. Dan orang yang paling banyak keutamaannya adalah yang tidak melihat keutamaannya.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/126)
Ibnul Mubarok berkata, “Apabila seorang telah mengenali kadar dirinya sendiri maka jadilah dirinya itu jauh lebih hina daripada anjing.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/128)
Sufyan berkata, “Apabila kamu telah mengenali jati dirimu maka tidaklah membahayakanmu apa yang diucapkan orang-orang.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/128)
Qatadah berkata, “Barangsiapa yang diberikan harta, keelokan rupa, pakaian, atau ilmu kemudian dia tidak tawadhu’ di dalamnya maka itu akan berubah menjadi bencana baginya kelak pada hari kiamat.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/129)
Bakr bin Abdullah al-Muzani berkata, “Apabila kamu melihat seorang yang lebih tua darimu maka katakanlah -di dalam hatimu- bahwa orang ini telah mendahuluiku dalam hal iman dan amal salih. Maka dia lebih baik dariku. Apabila kamu melihat orang yang lebih muda darimu maka katakanlah bahwa aku telah mendahuluinya dalam hal berbuat dosa dan maksiat. Maka dia lebih baik dariku. Apabila kamu melihat saudara-saudaramu memuliakanmu dan mengagungkanmu maka katakanlah bahwa ini adalah sebuah keutamaan yang mereka kerjakan. Apabila kamu melihat pada diri mereka ada suatu kekurangan/sikap kurang sopan maka katakanlah bahwa ini adalah akibat dosa yang aku kerjakan.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/129-130)
Yahya bin Ma’in berkata, “Aku tidak pernah melihat seorang seperti Ahmad bin Hanbal. Kami berteman dengannya selama lima puluh tahun dan beliau tidak pernah membangga-banggakan kesalihan dan kebaikan yang ada pada dirinya.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/137)
Abu Sulaiman berkata, “Seorang hamba tidak akan bisa menjadi tawadhu’ kecuali setelah mengenali jati dirinya sendiri.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/141)
Wahb bin Munabbih berkata, “Tanda orang munafik itu adalah membenci celaan/kritikan dan menggandrungi pujian.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/141)
Adalah Sufyan ats-Tsauri apabila orang menceritakan bahwa ada yang melihatnya di dalam mimpi -yang berisi pertanda baik- maka beliau berkata, “Aku yang lebih mengenali diriku sendiri daripada orang-orang yang bermimpi itu.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 5/146)