Bismillah.
Diantara kekuatan yang menjadi modal dasar pembentukan pribadi muslim adalah ilmu dan pemahaman terhadap Islam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ilmu yang dimaksud adalah pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ilmu inilah yang akan memberikan arahan menuju jalan keselamatan. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)
Meskipun demikian ilmu saja tidak cukup jika tidak disertai dengan amalan. Oleh sebab itu ilmu yang bermanfaat adalah yang membuahkan amal salih dan ketaatan kepada Allah. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Setiap orang yang takut kepada Allah maka dia lah orang yang berilmu.”
Sebagian salaf berkata, “Sesungguhnya ilmu lebih diutamakan daripada amal-amal yang lain karena dengan ilmu itulah diwujudkan ketakwaan kepada Allah.” Ibarat tanaman maka ilmu adalah pohon sedangkan amal merupakan buahnya. Ilmu yang bermanfaat itu akan membersihkan penyakit hati baik berupa fitnah syubhat maupun fitnah syahwat.
Fitnah syubhat timbul akibat mendahulukan pemikiran akal manusia di atas bimbingan wahyu, sedangkan fitnah syahwat terjadi akibat mendahulukan hawa nafsu di atas akal sehat. Karena itulah umat manusia butuh pada nasihat dan dakwah, butuh peringatan dan motivasi dalam kebaikan. Saling menasihati dalam kebenaran akan meredam fitnah syubhat, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran akan meredam fitnah syahwat.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Ibadah mencakup segala perkara yang dicintai dan diridhai Allah berupa ucapan dan perbuatan; yang lahir maupun yang tersembunyi. Ibadah harus dilandasi dengan ilmu. Orang yang beribadah tanpa ilmu maka apa-apa yang dia rusak jauh lebih banyak daripada apa-apa yang dia perbaiki. Sebaliknya orang yang berilmu tapi tidak beramal maka dia telah terjatuh dalam kedurhakaan kepada Allah dan termasuk golongan orang yang dimurkai…
Kita berdoa kepada Allah meminta ilmu yang bermanfaat. Kita juga selalu memohon petunjuk dari Allah untuk bisa berjalan di atas jalan yang lurus; yaitu mengenali kebenaran dan mengamalkannya. Kita juga memohon kepada Allah keikhlasan dalam beramal dan keistiqomahan di dalam keimanan. Kita minta kepada Allah keteguhan dalam agama dan kecintaan kepada ketaatan.
Karena seluas apa pun ilmu seorang maka ia belum bisa mengantarkan pemiliknya ke dalam surga jika tidak disertai dengan iman dan amalan. Bukankah diantara orang yang diazab di neraka adalah orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya? Begitu juga orang yang memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar tetapi dia sendiri justru menerjang berbagai keharaman dan meninggalkan kewajiban-kewajiban.
Karena itulah ilmu yang bermanfaat pada diri seorang hamba akan menumbuhkan sikap untuk bermuhasabah dan bertaubat kepada Allah sepanjang waktu. Karena manusia penuh dengan kesalahan dan dosa. Ilmu yang dibentengi dengan dzikir kepada Allah. Inilah ilmu yang menghidupkan hati dan keimanan. Sebagaimana bisa ditangkap dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perumpamaan orang hidup dengan orang yang sudah mati.” (HR. Bukhari)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dzikir bagi hati laksana air bagi seekor ikan. Bagaimana kiranya keadaan seekor ikan apabila berpisah dengan air/habitatnya?”
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com