Bismillah.
Para ulama di tengah manusia laksana pelita di tengah malam gelap gulita. Mereka membawa petunjuk ilmu dan kebaikan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan. Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena keberadaan para ulama -setelah taufik dari Allah- niscaya manusia sama persis kelakuannya dengan binatang…”
Para ulama memiliki tugas mulia melanjutkan perjuangan dakwah para nabi untuk mengajarkan tauhid dan menyucikan jiwa manusia. Membersihkan akal dan perasaan manusia dari kotoran fitnah syubhat dan syahwat. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami utus sebelum kamu seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya; bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku.” (al-Anbiya’ : 25)
Para ulama membawa misi perbaikan umat dengan mengedepankan pembenahan aqidah dan pemurnian ibadah kepada Allah. Sebagaimana para rasul terdahulu menyebarkan dakwah tauhid dan pemberantasan syirik. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)
Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan dalam beragama untuk-Nya dengan hanif, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Dan itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah : 5)
Para ulama mengajak kepada ketakwaan. Ketakwaan kepada Allah dan rasa takut terhadap adzab akhirat. Oleh sebab itu para ulama disifati dengan rasa takut kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang paling merasa takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (Fathir : 28)
Semakin dalam pengenalan seorang hamba kepada Allah maka semakin besar rasa takutnya kepada Allah. Rasa takut yang dilandasi dengan kecintaan dan pengagungan. Rasa takut yang menghalangi seorang dari berbagai perkara yang diharamkan Allah. Oleh sebab itu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Bukanlah ilmu dengan banyaknya riwayat -yang dihafalkan atau disampaikan, pent- akan tetapi hakikat ilmu -yang bermanfaat- adalah yang membuahkan rasa takut kepada Allah…”
Ibadah kepada Allah adalah amalan yang tegak di atas rasa takut dan harapan. Keduanya ibarat kedua belah sayap seekor burung. Tidak akan terbang burung kecuali dengan kedua sayapnya. Dan yang menjadi penggerak utama adalah kecintaan kepada Allah. Modal yang telah tertanam di dalam hati manusia. Sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat, ”Bahwa hati-hati manusia tercipta dalam keadaan mencintai Dzat Yang berbuat baik kepada dirinya.”
Para ulama menjelaskan kepada manusia apa tujuan hidup mereka di dalam dunia. Sebagaimana yang telah diterangkan Allah di dalam kitab-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)
Para ulama bangkit untuk menyadarkan manusia dari kebodohan dan kelalaiannya. Mereka tegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar dengan penuh hikmah dan berlandaskan ilmu yang jelas dan gamblang. Menasihati manusia untuk mengikuti kebenaran dan bersabar di atasnya.
Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-‘Ashr : 1-3)
Para ulama menebarkan hidayah dan memberikan motivasi serta peringatan kepada masyarakat. Hidayah berupa ilmu dan keterangan terhadap ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hidayah untuk membimbing manusia kepada jalan-jalan kebaikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan niscaya Allah pahamkan dia dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk mengikuti jalan para ulama, mencintai mereka dan membantu perjuangan dakwah mereka di jalan Allah yang mulia…
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com