Keterangan Gambar : “Tidaklah seorang hamba diberikan hukuman yang lebih berat daripada hati yang keras.” (Malik bin Dinar rahimahullah, az-Zuhd karya Imam Ahmad)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan bisa merasakan manisnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al-‘Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu’anhu)
Seorang mukmin yang merasa takut kepada Allah, maka mereka lah yang akan mendapatkan naungan Allah di hari kiamat. Sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai tujuh golongan yang mendapatkan naungan-Nya pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya, diantaranya “Seorang lelaki yang diajak berbuat keji oleh seorang perempuan yang berkedudukan dan cantik lalu dia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’ demikian pula ‘seorang lelaki yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu melelehlah air matanya’ (HR. Bukhari dan Muslim)
Seorang mukmin yang merasa takut kepada Allah itulah yang diberikan kemuliaan oleh Allah karena ketakwaan mereka. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertakwa.”
Seorang mukmin yang bertakwa itulah yang akan diberikan jalan keluar oleh Allah atas permasalahan yang dia hadapi. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah berikan baginya jalan keluar. Dan Allah akan berikan kepadanya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
Seorang mukmin yang bertakwa adalah yang mengimani perkara ghaib, mendirikan sholat, dan menyisihkan sebagian hartanya di jalan Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Itulah kitab, yang tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang mengimani hal ghaib, mendirikan sholat, dan menginfakkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka…”
Seorang mukmin yang bertakwa adalah yang mengerjakan ibadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan dan bersih dari segala bentuk kemusyrikan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya dengan hanif/menjauhi syirik…”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah hendaklah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hanya orang mukmin yang bertakwa itulah yang akan diterima amalnya di sisi Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah hanya akan menerima -amal- dari orang-orang yang bertakwa.”
Yaitu mereka yang beribadah kepada Allah tanpa tercampuri syirik dan riya’, serta beribadah kepada Allah hanya dengan syari’at-Nya, bukan dengan bid’ah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang menghendaki perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih, dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.”
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu; jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap amal-amalmu, dan benar-benar kamu akan termasuk kelompok orang yang merugi.”
Bahkan syirik menyebabkan pelakunya haram masuk surga. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong.”
Allah tidak mengampuni dosa syirik jika pelakunya mati dalam keadaan tidak bertaubat darinya. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan akan mengampuni dosa-dosa lain di bawahnya bagi siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya.”
Demikian pula bid’ah, adalah sebab amalan tidak diterima. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi amalnya, yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dunia sementara mereka mengira telah berbuat dengan sebaik-baiknya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka pasti tertolak.” (HR. Muslim)
Oleh sebab itulah Abu ‘Utsman an-Naisaburi rahimahullah menafsirkan, bahwa hati yang selamat adalah hati ‘yang tentram dengan sunnah, dan bersih dari bid’ah’, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya.
Bid’ah adalah amalan dan keyakinan baru yang tidak diajarkan dan tidak memiliki landasan dari al-Kitab ataupun as-Sunnah. Bid’ah ini sangat berbahaya. Sampai-sampai sebagian ulama berkata, “Bid’ah lebih dicintai oleh Iblis daripada maksiat. Karena maksiat masih bisa diharapkan taubat pelakunya, sedangkan bid’ah sulit diharapkan untuk bertaubat pelakunya.”
Bid’ah adalah lawan dari Sunnah. Yang dimaksud Sunnah di sini adalah jalan beragama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Oleh sebab itu Imam Malik rahimahullah mengatakan, “Sunnah adalah perahu Nuh, barangsiapa yang menaikinya akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal darinya pasti tenggelam.”
Orang-orang yang menghidupkan Sunnah di kala manusia hanyut dalam bid’ah dan penyimpangan adalah orang-orang yang beruntung dan bahagia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti kedatangannya, maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim)
[al-mubarok.com]